Sebaliknya, ketika kondisi sedang stabil dan PDB cenderung ekspansif, diskresi fiskal cenderung procyclical atau prosiklis. Mulai dari pengetatan fiskal, belanja diefisiensikan, dan pajak terus melambung.
Refleksi atas kondisi dalam negeri, kesinambungan fiskal Indonesia dapat terus terjaga lantaran commodity boom dan penerimaan pajak.Â
Bila kenaikan harga komoditas berada pada titik jenuh, maka untuk mengamankan ruang fiskal kita, penerimaan negara atas pajak harus dioptimalkan.Â
Dengan asumsi nilai moneter PDB sebesar 18 ribu triliun rupiah di tahun 2022, maka sejatinya penerimaan pajak dapat didorong lebih tinggi, berbanding lurus dengan kue ekonomi (PDB) yang terus membesar.
Untuk itu, sumber utama penerimaan negara, seperti pajak, harus benar-benar direformasi. Termasuk modernisasi sistem perpajakan agar lebih sederhana, terintegrasi, dan peningkatan literasi publik dalam upaya menumbuhkan kesadaran wajib pajak.Â
Pasca lonjakan penerimaan negara karena commodity boom, tantangan konsolidasi dan kesinambungan fiskal sudah menunggu kita.Â
Bagi para ekonom, mereformasi sumber utama penerimaan negara yang berkelanjutan menjadi pilihan satu-satunya. Hanya inilah satu-satunya kepastian dalam menjaga kesinambungan fiskal pasca commodity boom.
Pada akhirnya, mari mengingat kembali apa yang disampaikan oleh George Bernard Shaw, "Taxes are the chief of business of a conqueror of the world." Pajak adalah bisnis utama penakluk dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H