Namun, tidak ada yang abadi. No party that never ends, tak ada pesta yang abadi. Pesta lonjakan harga tidak akan selamanya di atas angin.Â
Era boom komoditas akan menunjukkan tanda-tanda melandai. Di saat bersamaan, windfall tax sebagai salah satu penggerak penerimaan negara sepanjang pandemi, akan berada pada tren penurunan.Â
Wajar bila muncul sedikit kekhawatiran akan melonggarnya isi dompet APBN kita seiring menurunnya harga komoditas global.Â
Sebagai catatan, data dari Trending Economics (07/2022) menyebutkan empat komponen komoditas yakni energi, logam, pertanian dan ternak rata-rata mengalami sinyal penurunan harga.
Tren tersebut dipicu oleh global demand yang masih lesu. Kinerja PDB perekonomian utama dunia, seperti Amerika Serikat serta beberapa negara Uni Eropa, semakin mendekati jurang resesi.Â
Tidak hanya itu, keberlanjutan eskalasi krisis Ukraina yang memicu macetnya rantai pasok global, hingga kebijakan moneter hawkish negara-negara berpengaruh, membuat daya beli global terus mengendur.Â
Sehingga gejolak eksternal terhadap ekonomi domestik tidak bisa terhindari. Itulah mengapa, para ekonom senantiasa mengingatkan, betapa APBN tetap berfungsi sebagai shock absorber atas beragam benturan ekonomi yang telah terjadi dan akan terjadi. Sehingga, kesinambungan fiskal menjadi juru selamat untuk melewati ketidakpastian global.
Kesinambungan Fiskal
Pandemi membuat banyak negara, termasuk Indonesia, menerapkan kebijakan fiskal diskresioner (discretionary fiscal policy) yang memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk menggunakan hak diskresi dalam belanja pemerintah dan atau penerimaan pajak.Â
Diskresi fiskal diwujudkan dalam bentuk countercyclical policy atau kebijakan kontraksiklikal. Kemampuan belanja masyarakat digenjot dan insentif pajak ditebar pada dunia usaha.Â