Pendahuluan
Kita telah mengikuti bagaimana kepercayaan dan kekuatan rasio manusia dalam rasionalisme dan empirisme berangsur-angsur memuncak pada zaman pencerahan dan juga sesudahnya dihadapi dengan sikap kritis. Dari hal ini kelihatan apa yang digempur oleh para filsuf modern, yakni alam pikir tradisional sebagaimana tampil dalam bentuk agama, takhayul-takhayul dan metafisika tradisional. Mereka berusaha memahami kenyataan dengan kekuatan-kekuatan kodrati manusia, yaitu rasionya. Pertanyaan-pertanyaan lahir kepada agama yakni pertanyaan kepada Dia yang berkuasa dan yang menjadi titik ajaran dalam agama. Keberadaan dan kesiapaan Allah dipertanyakan. Apakah Allah itu benar-benar ada?
II. Latar belakang historis teologi “Tuhan Mati” menurut F. W. Nietzsche
Pada abad ke-19 dan ke-20, gereja-gereja di Eropa mendapat banyak dukungan dan penghormatan dari pihak pemerintah di mana gereja Eropa merupakan gereja-mayoritas yang selalu mendapat dukungan baik itu dalam dana maupun jabatan. Akan tetapi, gereja juga mendapat tantangan dari pihak masyarakat di mana berkembangnya filsafat dan sosialisme. Tantangan dari sudut sosialisme, yaitu pertumbuhan teknologi yang menjadikan manusia menjadi manusia yang individualis dan dari dunia filsafat, yakni lahirnya para filsuf kritis yang mengupas dogma gereja dengan memperbandingkan atau membahasnya dalam sudut filsafat serta rasio. Dalam sudut filsafat ini, penulis mengambil satu dari sekian banyak tokoh filsafat abad ke-19 dimana dia memiliki ciri khusus dalam berfilsafat terutama mengenai teologi “Tuhan Mati”. Tokoh itu adalah F.W. Nietzsche. Untuk dapat memahami pemikiran filsafatnya, maka kita perlu pertama sekali mengikuti riwayat hidup Nietzsche.
2.1 Riwayat hidup Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900)
Mereka yang hanya tahu karya-karyanya tanpa mengetahui riwayat hidupnya akan terkejut, sebab filsuf yang lahir pada tanggal 15 Oktober 1844 di Röcken di wilayah Sachsen ini adalah seorang anak laki-laki berperangai halus dari sebuah keluarga Protestan Lutheran yang sangat saleh. Ayahnya, Karl Ludwig adalah seorang pastor Lutheran dan ibunya, Franziska seorang yang berkemauan keras berharap agar kelak putra sulungnya itu menjadi seorang pendeta. Ayahnya meninggal ketika ia berusia 5 tahun. Ia tinggal di lingkungan keluarga ibunya yang kebanyakan perempuan. Teman-teman sekolahnya menjulukinya “si pendeta kecil”. Pada tahun 1854, Nietzsche masuk Gymnasium di kota Naumburg, setelah itu ia masuk di Universitas Bonn dan Leipzig. Disana ia belajar mengagumi semangat Yunani, belajar bahasa Latin dan bahasa Yunani. Di Bornn bersama-sama dengan temannya Pforta yang kemudian termasyhur sebagai pemikir dan filsuf, Paul Deussen. Pada tahun 1865, di Leipzig dia belajar Filologi dibawah bimbingan Profesor Ritschl. Di kota inilah secara kebetulan di tukang loak dia menemukan buku Schopenhauer, Die Welt als Wille und Vorstellung (Dunia sebagai kehendak dan Idea). Dia membaca dan merenungkan isi buku tersebut dan pada akhirnya ia meninggalkan agamanya. Tidak ada seorang pun ahli yang benar-benar dapat mengungkap agama yang dipercayai oleh Nietzsche, namun banyak ahli berpendapat bahwa pada akhirnya Nietzsche menjadi seorang yang Ateis, bukan Ateis murni.
Pada tahun 1867 studinya terputus ketika dia diminta untuk menunaikan wajib militer di bagian artileri di sebuah barak di Naumburg. Karena terjatuh dari kudanya dan terluka, dia kembali ke Leipzig dan kembali belajar. Dari situ ia banyak bergaul dengan Richard Wagner, komponis termasyhur yang waktu itu sangat dikaguminya. Persahabatannya dengan Wagner itu mempengaruhi tulisannya pada periode pertama riwayat intelektualnya, Die Geburt der Tragödie aus dem Geiste der Musik (Asal-usul Tragedi dari Semangat Musik). Atas rekomendasi profesornya, meskipun belum berumur 25 tahun dan belum mencapai doktorat, ia diangkat menjadi profesor di Basel, Swiss. Antara tahun 1873-1876, dia menerbitkan empat buah esai dengan satu judul umum Unzeitgemässe Betrachtungen (Kontemplasi-kontemplasi Tak Aktual). Pada tahun 1876, dia menerbitkan esai keempat yang berjudul Richard Wagner in Bayreuth dan pada saat ini hubungannya dengan Wagner retak. Nietzsche merasa diperalat dan salah sangka, bahwa musik Wagner merupakan kelahiran kembali seni Yunani kuno, sebab ternyata akhirnya Wagner lompat ke iman Kristen.
Pada tahun 1878-1879 merupakan periode positivistis yang ditandai dengan karyanya Menchliches, Allzumenschliches (Manusia, Terlalu Manusia). Kesehatannya memburuk dan ia menjadi sakit-sakitan serta merasa kesepian oleh karena banyak orang tidak memahami pikiran-pikirannya. Sejak itu ia mengembara mulai dari Jerman, ke Italia, ke Swiss, dan sementara itu menghasilkan karya-karyanya yang paling besar, seperti Also Sprach Zarathustra (Demikianlah Sabda Zarathustra), Jenseits von Gut und Böse (Di Seberang yang Baik dan yang Jahat), Zur Genealogie der Moral (Tentang Asal usul Moralitas), Der Anti-christ (Sang Antikristus) dan Ecce Homo (Itulah Manusia). Dua buku terakhir itu tidak hanya dipenuhi sanjungan-sanjungan diri, tapi juga ditulis untuk menghancurkan moralitas dan agama Kristen yang menurutnya mengisap darah manusia yang hidup.
Tahun 1889 ia jatuh sakit jiwa dan tidak dapat sembuh lagi. Sebelum kewarasannya hilang ia masih sempat menuliskan surat-surat ganjil kepada teman-temannya. Misalnya, dia memperkenalkan dirinya sebagai Ferdinad de Lesseps, atau sebagai “Yang Tersalib”, dan bahkan sebagai Allah sendiri.Nietzsche di bawa ke Sachsen dan dirawat oleh saudarinya, Elizabeth yang dengan setia merawatnya sampai dia meninggal dunia di Weimar pada 25 Agustus 1900 karena pneumonia.
2.2 Latar belakang lahirnya teologi “Tuhan Mati”
Wacana spiritualitas menjadi topik utama yang melanda dunia mulai dari masa pencerahan sampai dengan zaman modern yang kian ringkih dan gemetaran berdiri di atas kakinya sendiri. Bumi yang telah merindukan kuburnya ini, bahkan untuk bernafas pun ia telah tersengal-sengal akibat jutaan polusi nuklir dan zat kimiawi lainnya, menjadi bumerang bagi temuan-temuan teknologis manusia yang menegasi fitrahnya sebagai homo religious. Ketika Tuhan menciptakan manusia dalam citra-Nya, sebenarnya Ia sedang menciptakan sebuah ukuran. Persepsi manusia terhadap dunia berpasangan dengan kehendak kreatif Tuhan. Namun oleh karena arogansi manusia dalam penegasian bagian-bagian empiris dari perwujudan kehendak Ilahi maka matilah nilai sakral dan misterius secara psikologis dan fisis. Matinya nilai mistis tersebut menjadikan manusia di dunia sekuler seperti seonggok mesin yang hanya bekerja untuk kepuasan dan kejayaannya sendiri. Oleh karena dorongan inilah maka posisi Tuhan dalam diri manusia dimundurkan jauh-jauh dan bahkan mungkin telah musnah dari dalam diri manusia. Tuhan yang menjadi tidak penting dalam hidup manusia menimbulkan pertumbuhan perbudakan, kekerasan, penindasan dan imperialisme. Majunya ilmu pengetahuan menjadikan manusia mencari keberadaan Allah dalam dunia ide.
Keimanan yang diharuskan dan seringkali dicapai oleh Kristenitas awal di tengah-tengah jiwa bebas yang skeptis di belahan dunia selatan, di mana mazhab-mazhab filsafat tidak hanya berperang selama berabad-abad namun juga di mana kekaisaran Romawi mendidik manusia menjadi toleran, tidak sama dengan keimanan naif dan rendah yang diyakini oleh Luther, misalnya, atau Cromwell, atau para jiwa barbar selatan lain terhadap Tuhan dan Kekristenan mereka. Keimanan awal ini lebih mirip dengan keyakinan Pascal, sebuah keimanan yang memiliki aspek penalaran yang mengerikan – penalaran yang keras dan tahan lama. Semenjak awal, keimanan Kristen berarti suatu pengorbanan: pengorbanan atas kebebasan, kebanggaan, keyakinan diri spiritual; juga berarti penaklukkan dan pencemoohan-diri, penggundulan-diri. Ada kekejaman dalam keimanan ini, yang mewajibkan kesadaran yang lembut, berbeda dan seringkali dimanjakan.
Tinjauan Dogmatis teologi “Tuhan Mati”
3.1 Isi ajaran atau pandangan dari F.W. Nietzsche
a. Kritik atas Moralitas
Moralitas bukanlah sesuatu yang rasional, absolut, ataupun alami.Semua sistem moral sifatnya khusus, dipergunakan untuk tujuan tertentu dari pelaku atau penciptanya, dan menekankan suatu tatanan yang mendisiplinkan manusia demi kehidupan sosial dengan cara mempersempit pandangan dan membatasi cakrawala kita. Pandangan paling buas diarahkan Nietzsche kepada agama Kristen. Menurutnya, agama Kristen telah memenangkan sikap-sikap yang mencegah perkembangan manusia super yang vital, ganas dan ditentukan oleh kehendak akan kekuasaan. Agama Kristen mengajarkan cinta kasih, kesediaan untuk menerima, untuk tidak membalas dendam, untuk memaafkan, untuk mencintai musuh, untuk bersedia mengorbankan diri. Agama kristen memuji mereka yang berhati miskin, mau berdamai, baik hati dan lemah lembut. Moralitas, sebagaimana dimuat dalam “khotbah di bukit” (Mat. 5), bagi Nietzsche adalah tanda pemujaan terhadap yang sakitan dan kalah. Nietzsche membenci apa yang menjadi inti moralitas Kristiani, yaitu cinta kasih, perhatian kepada yang lemah, dan kerendahan hati karena menurutnya yang baik adalah yang angkuh, keras, yang maju mengikuti insting dan nafsu, tanpa memperhatikan mereka yang lemah.
Moralitas Kristiani oleh Nietzsche dianggap sebagai ‘Moralitas khas Budak’. Pemberontakan agama Kristiani atas agama Romawi diartikannya sebagai pemberontakan kaum budak yang sudah dimulai dalam agama Yahudi. Menurut Nietzsche moralitas budak lahir dari sentimen (Ressemtiment) orang lemah terhadap orang kuat. Moral budak adalah moralitas kawanan (Herdenmoral), sikap orang yang selalu mengikuti kelompok dan tidak berani bertindak sendiri, yang perlu dipuji dan takut ditegur. Dalam moralitas budak, Nietzsche tidak hanya memasukkan agama Kristen, melainkan juga demokrasi dan sosialisme.
b. Kehendak-untuk-Berkuasa, Manusia-Atas (manusia super), dan Kembalinya Yang Sama secara Abadi
Nietzsche bukan hanya seorang filsuf, melainkan juga seorang pujangga dan pengkritik kebudayaan. Ia senang menulis melawan garis, terutama untuk mendestuksikan pendapat-pendapat yang sudah mapan. Yang dikehendaki Nietzsche adalah die Umwertung aller Werte, penjungkirbalikan semua nilai karena moralitas Kristiani adalah sebuah fiksi, suatu kedok yang menyembunyikan “Kehendak-untuk-Berkuasa” der Wille zur Macht. Moralitas Kristen mengasingkan manusia dari dirinya sendiri. Moralitas itu hanya akan menghasilkan hidup yang ceroboh, karena itu yang dibutuhkan adalah pembalikan semua nilai. Segala nilai harus diputarbalikkan (Umwertung aller Werten; Transvaluation of all values). Nietzsche secara fanatik menyangkal adanya Allah bukan berdasarkan pertimbangan filosofis-rasional, melainkan karena dengan adanya Allah ia tidak melihat ruang bagi pengembangan diri manusia. Allah dianggap sebagai musuh hidup. Karena itu membebaskan diri dari pikiran Allah berarti membebaskan manusia agar ia dapat hidup sendiri. Yang penting dengan keyakinan bukanlah terutama apakah keyakinan itu “benar” tetapi apakah keyakinan itu “menegaskan kehidupan”, mampu memberi kepada mereka yang mencari rasa kekuatan dan kebebasan dan kekuasaan. “Kehendak untuk berkuasa” merupakan konsep pokok karya Nietzsche. Diri atau ‘pusat kekuasaan’-lah yang mengatasi batas-batas dan menegaskan dirinya di atas yang lain. Kehendak berkuasa adalah sarana manusia, “makhluk yang paling lemah, dan paling pandai” untuk menjadi tuan atas dunia.
Manusia super adalah seseorang yang menyadari keadaan sulit yang dihadapi manusia. Ia menciptakan nilai-nilainya sendiri dan mampu membentuk hidupnya sendiri. Ia mengatasi kelemahan dan membencinya di dalam diri orang lain. Nietzsche mengatakan bahwa:
“But now this God is died! You Higher Man, this God was your geatest danger. Only since he has lain in the grave have you again been resurrected. Only now does the great noontide come, only now does the Higher Man become – Lord and Master! . . . Come on, you Higher Man! Only now does the mountain of mainkind’s future labour. God has died: now we desire – that the Superman shall live.”
Manusia sekarang harus dilihat sebagai suatu peralihan dari binatang ke “Manusia Atas” (Ubermensch). Perkembangan ke arah yang lebih tinggi diperlukan. “Manusia Atas” merupakan titik akhir.
Teori kembalinya yang sama secara abadi itu erat hubungannya dengan penolakan Nietzsche terhadap kenyataan transenden yang melampaui dunia ini, misalnya ide Allah dalam monoteisme. Dunia ini senantiasa menjadi (Werden), dan tak ada suatu ada (Sein) yang berada di luar proses itu sebagai tujuannya Yang secara abadi kembali adalah “yang sama” dan hal ini sekurang-kurangnya memiliki dua arti. Pertama, tidak ada Allah pencipta, tak ada Sein yang kreatif di luar dunia ini. Kedua, tidak ada kebakaan pribadi yang melampaui dunia ini, misalnya dalam bentuk dunia akhirat (surga atau neraka).
c. Kematian Allah dan Nihilisme
Kematian Allah
Titik awal Nietzsche adalah ketiadaan Allah. Di dalam kutipan The Joyful Wisdom (1882) berikut, ia memberikan pernyataan puitis yang kuat mengenai ateismenya:
Yang paling penting dari peristiwa-peristiwa akhir-akhir ini – bahwa “Allah telah mati”, bahkan kepercayaan akan Allah Kristen telah menjadi kepercayaan yang tidak berharga – telah menyelimuti Eropa... Kenyataannya, kita para filsuf dan “yang bersemangat merdeka” merasa diri kita diterangi dengan rasa syukur, kagum, firasat, dan penuh dengan harapan. Akhirnya cakrawala kelihatan terbuka sekali lagi, bahkan seandainya pun tidak terlalu cerah; kapal kita akhirnya dapat mengarungi samudra untuk menghadapi setiap bahaya; setiap bahaya dimungkinkan bagi penyelidik; samudra, samudra kita, kembali terbentang di depan kita; mungkin samudra yang begitu “terbuka” dan belum pernah ada sebelumnya.
Bagi Nietzsche, kepercayaan akan Allah mempermiskin kehidupan manusia. “Kematian Allah” berarti kemanusiaan tidak lagi didukung oleh kebijaksanaan ilahi. Yang adikodrat telah lenyap karena tidak ada lagi tempat baginya. Nietzsche merasakan bahwa agama secara umum, khususnya Kristen, bertanggung jawab atas melemahnya kondisi umat manusia di zaman modern. Dalam Human, All Too Human, agama dikarekteristikkan sebagai usaha yang tidak alami untuk menginterpretasikan pengalaman kita. Dan dalam The Gay Science, dalam salah satu aforisme yang paling keras dia menyatakan tentang kematian Tuhan. Dalam Beyond Good and Evil, dia menyatakan bahwa ajaran Kristen merepresentasikan ‘bunuh diri nalar yang tidak pernah berhenti”, dan menganggapnya berasal dari pemberontakan para budak di Timur terhadap kekuasaan Romawi.
Agama Kristen mengarahkan kita pada ‘degenerasi ras Eropa’ dan persistensi keyakinan Kristen merupakan tanda bahwa manusia belum berkembang menuju makhluk yang cukup kuat untuk dapat mencapai jenis kemuliaan diri dari jiwa yang diimpikan oleh Nietzsche. Karena Allah telah mati, maka kemanusiaan harus jalan terus sendirian. Karena Allah tidak ada, maka kita harus membentuk hidup kita dengan keras. Kecaman terhadap ajaran Kristen ini diikuti dengan sebuah bagian yang memuat 125 epigram atau aphorisme yang lebih pendek.
Oleh karena agama Kristen itu kelanjutan agama Yahudi maka agama Kristen menjadi lambang pemutarbalikan nilai-nilai. Sebab yang dipandang sebagai jiwa Kristiani ialah penolakan terhadap segala yang alami karena semua itu dianggap tidak layak. Ia ingin menghentikan gagasan Kristen tersebut dengan maksud agar umat manusia dibebaskan dari kesewenang-wenangan Tuhan dan dikembalikan menjadi orang-orang yang kreatif di bidang kebudayaan. Ide Allah dalam agama Kristen, menurut Nietzsche, memusuhi dan memerangi kehidupan dan alam, mengebiri daya-daya vital kita. Dalam arti ini Nietzsche menganggap agama Kristen sebagai vampirisme. Tuhan yang mengira telah menciptakan manusia serta telah menciptakannya kembali menjadi gambar-Nya, Tuhan ini harus mati. Dengan kematian Allah terbukalah horison seluas-luasnya bagi segala energi kreatif untuk berkembang penuh. Sebab Ia terlalu banyak mencampuri urusan manusia. Manusia harus dikembalikan menjadi “superman” (Ubermensch), yang mempunyai kehendak untuk menguasai dunia secara sempurna. Manusia yang telah diperbudak oleh Tuhan itu harus membalas dendamnya dan membunuhNya. Tuhan harus mati supaya manusia dapat mencapai apa yang sebenarnya harus dicapai, yaitu pencipta kebudayaan yang tanpa batas.
Dalam bentuk yang paling akhir, perkataan “Tuhan mati” dimaksudkan bahwa Allah tidak lagi hidup sebagai objek yang realita sebagaimana sebelumnya. Kematiannya merupakan peristiwa budaya sebagaimana yang kita sadari. Oleh karena itu, Nietzsche merasa bahwa semangat pada zamannya sudah tidak ada lagi ditemukan ide bahwa Allah itu nyata. Kemudian dia, menyimpulkan bahwa “Allah telah mati; Allah tetap mati, dan kitalah yang telah membunuhNya”.
Nihilisme
Keadaan manusia tanpa Allah adalah kemerdekaan mutlak, namun dengan kematian Allah itu juga membuat manusia kehilangan arah, sendirian dan kesepian. Kekosongan seperti lautan yang begitu luas yang disebut ‘nihilisme’ menandakan keadaan itu. Nihilisme adalah suatu keadaan tanpa makna, hilangnya kepercayaan akan nilai-nilai yang berlaku dalam agama Kristen akibat “Kematian Allah” itu. Hilangnya kepercayaan itu akhirnya juga menghilangkan kepercayaan manusia pada segala nilai. Ada dua jenis nihilisme, yaitu ‘nihilisme pasif’ adalah persetujuan yang bersifat pesimistis bahwa nilai-nilai itu tidak ada dan hidup ini tanpa tujuan dan ‘nihilisme aktif’ adalah sikap setuju (sukacita) akan hilangnya nilai-nilai dan makna.
3.2 Pandangan dan Respon Kekristen
Pada saat Torah itu mencapai bentuknya yang tetap, keunikan Allah telah ditekankan sama bobotnya dengan kesatuan dan ketuhanan-Nya. Tidak seperti ilah-ilah dari pantheon Timur Tengah, Allah tak memiliki ayah ataupun ibu. Ia tidak berasal dari siapa pun dan secara eksplisit diproklamasikan sebagai kekal. Dia esa dan kemuliaan-Nya unik (bnd. Ul. 6:4).
Dalam Alkitab dan teologi Kristen, iman tidak pernah berarti hanya pengiaan intelektual, tetapi juga percaya, komitmen, dan keyakinan. Iman mencakup komitmen hati dan kehendak, dan juga pikiran. Keberadaan Allah yang kudus dan misterius itu membuat Allah menjadi sedemikian berbeda dari ciptaan-Nya sehingga mustahil mendasarkan pengiaan kepada Allah pada pengetahuan; pengiaan seperti itu dapat didasarkan hanya pada suatu keputusan. “Ketika iman memutuskan untuk melakukan hal ini, keragu-raguan dikalahkan; seketika itu juga ketidakpedulian dihilangkan dan keseimbangannya dirobohkan, bukan oleh pengetahuan, melainkan oleh kehendak.”
Untuk melihat bukti tentang adanya Tuhan Allah, iman Kristen membuktikan bukti-bukti tentang adanya Allah dalam empat bukti penting, yaitu:
Bukti ontologis
Bukti ini ingin membuktikan bahwa Tuhan Allah ada, dengan menunjukkan kepada adanya pengertian tentang Tuhan. Bukti keberadaan Tuhan telah dipakai oleh Plato yang kemudian dipergunakan oleh tokoh-tokoh Kristen. Plato mengemukakan dalil yang demikian: Oleh karena di dalam pikiran manusia terdapat idea atau cita yang sifatnya umum, maka haruslah diambil kesimpulan, bahwa ada “akal yang mutlak”, yang merangkumkan segala idea atau cita. Idea yang merangkumkan segala idea ini adalah “yang benar” dan “yang indah” secara mutlak. Idea yang demikian itu adalah Tuhan.
Sesuatu yang di atasnya tidak dapat dipikirkan yang lebih tinggi, tentu tidak hanya berada di dalam pikiran, melainkan juga di dalam kenyataan, bukan hanya berada di dalam akal, melainkan juga di dalam kenyataan. Demikianlah Tuhan bukan hanya berada di dalam pikiran orang, melainkan juga berada di dalam kenyataan.
Bukti kosmologis atau kuasalitas
Jika disingkat, bukti kosmologis ini dapat dirumuskan demikian: Segala yang ada memiliki suatu sebab (dunia ada, jadi dunia atau kosmos memiliki suatu sebab, yaitu Tuhan). Thomas Aquinas mengemukakan, bahwa adanya rentetan sebab-musabab menunjukkan kepada adanya sebab pertama, yaitu Tuhan. Jika orang masih meneruskan uraiannya kepada Allah, sebagai sebab pertama, ia meloncat kepada keyakinannya sendiri, yang memang telah menjadi prasangkanya.
Bukti teleologis (telos = tujuan)
Oleh karena di dalam seluruh kosmos ada suatu tata-tertib, suatu harmoni, suatu keselarasan dan suatu tujuan, maka harus ada suatu zat yang sadar, yang menentukan tujuan itu terlebih dahulu.
Bukti Moril
Bukti ini mengemukakan bahwa pada segala orang ada kesadaran tentang kesusilaan, yaitu pengertian mengenai yang baik dan yang jahat. Hal ini dapat diketahui oleh karena ada yang menyatakannya, yaitu Tuhan. Bahwa yang ada di belakang semua yang ada ini adalah Tuhan yang hanya mungkin diamini oleh orang yang memang telah percaya tentang adanya Tuhan.
Selain dari bukti yang telah diterangkan di atas menurut iman Kristen, maka ada beberapa penyataan hakekat Allah dalam iman Kristen, yakni:
Tuhan Allah adalah Mahatinggi
Kemahatinggian bukanlah sesuatu yang gaib. Hakekat Tuhan Allah yang diungkapkan dalam kemahatinggian-Nya mengungkapkan karya Tuhan Allah atas dunia ini. Tuhan Allah mempergunakan kemahatinggian-Nya untuk mengasihi umat-Nya dan di dalam Kristus yang Mahatinggi itu telah menghampakan diri-Nya menjadi sama dengan manusia demi keselamatan manusia.
Tuhan tidak dapat dilihat
Oleh karena Tuhan Allah adalah Mahatinggi, maka Ia tidak dapat dilihat oleh manusia. Tuhan Allah tidak dapat dilihat ini juga bukan karena tabiat ilahi-Nya yang gaib, yang tidak berwujud, yang bersifat rohani dan akali, juga bukan karena kesimpulan akal Israel, melainkan karena Tuhan Allah tidak menghendaki dilihat oleh manusia. Demikianlah, yang tidak tampak menjadi tampak di dalam diri Yesus Kristus, untuk mendamaikan manusia atas dosa-dosanya dengan Tuhan Allah. Dari sini jelaslah bahwa hakekat Tuhan Allah tidak dapat dipisahkan dari kasih-Nya.
Tuhan Allah adalah Kudus
Artinya bahwa Tuhan Allah tidak dapat dilihat ada hubungannya dengan hakekat Allah yang dinyatakan atau diungkapkan di dalam kekudusan-Nya. Kekudusan Tuhan Allah berhubungan dengan kebenaran dan keadilan-Nya serta dengan kesetiaan-Nya. Karena Tuhan Allah adalah kudus maka Ia tidak akan mengesampingkan tujuan-Nya yaitu menjadi sekutu umat-Nya.
Tuhan Allah adalah Kekal
Tuhan Allah adalah kekal bukan berarti Ia membeku dan statis, melainkan kekekalan Allah adalah kekekalan yang hidup, yang tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan, waktu dan zaman. Oleh karena itu, jelaslah bahwa hakekat Tuhan Allah yang dinyatakan sebagai kekekalan itu berhubungan erat dengan kekudusan-Nya dan dengan kesetiaan-Nya.
Tuhan Allah tidak berubah
Tuhan Allah tidak berubah atau tetap sama bukan berarti bahwa Ia tidak bergerak, seperti gunung atau batu yang mati. Tuhan Allah tidak berubah atau tetap sama justru di dalam Firman dan karya-Nya, supaya menjadi sekutu umat-Nya. Hakekat Tuhan Allah yang diungkapkan dalam keadaan-Nya yang tidak berubah itu berulangkali dapat disebut keteguhan-Nya atau bahwa Tuhan Allah dapat dipercaya.
Tuhan Allah adalah Esa
Menurut Alkitab, percaya bahwa hanya ada satu Allah memang baik sekali. Akan tetapi jika hanya berhenti disitu saja, jauh belum mencukupi. Pengakuan bahwa Tuhan Allah adalah satu atau esa membawa konsekuensi.
Menurut William Hamilton, zaman “Tuhan mati” yaitu suatu zaman yang orang-orangnya menganggap bahwa Tuhan telah mengundurkan diri dari dunia ini, bahwa Tuhan tidak hadir lagi di dalam dunia ini. Hal ini terjadi oleh karena pengharapan manusia akan bantuan Tuhan nyata dalam hidupnya tidak pernah tampak, sehingga permintaan tolong yang berkali-kali tidak terwujudkan menimbulkan suatu argumen atau pun pemikiran apakah Tuhan telah mengundurkan diri dari dunia ini dan orang-orang milik-Nya. Tuhan tetap ada. Tuhan itu sekarang adalah Tuhan yang gambarannya semakin sukar untuk dipahami.
Kita harus bergerak menuju ke pusat kepercayaan Kristiani, Yesus Kristus, jika kita di tengah-tengah zaman Tuhan mati ini ingin mengatasi goncangan iman kita.Dalam menghadapi konsep Allah pada zaman kematian Tuhan, kita harus mengambil keputusan bahwa Yesus adalah Tuhan. Di mana ‘Ketuhanan di dalam Yesus bukanlah pengunduran diri Allah dari dunia melainkan kesediaan sepenuhnya dari Allah untuk berada di dunia dan memperkenankan dunia memiliki jalannya sendiri.
Thomas J.J. Altizer, mengatakan bahwa bukan sejarah atau paling sedikit bukan realitas sejarah yang sedang hidup dan sejarah di masa depan yang harus diubah oleh kepercayaan Kristiani, melainkan agama Kristen itu sendiri. Agama itu harus dapat mempertahankan arah dan bentuk yang khas. Agama Kristen yang sejati harus mau bergerak maju, menerobos sejarah dan pengalaman, menuju tujuan eskatologis. God annihilates himself as an objective deity, yet we may hope that through our faithful ‘waiting’ he may emerge again in epiphanies of a new kind of spiritual life. Orang Kristen harus tahu bahwa Kristus hidup dan secara langsung hadir di depannya. Inilah konsekuensi dari gerak maju yang terus-menerus dan penyangkalan diri dari proses ilahi. Orang Kristen harus berani bersikap radikal dan mengatakan bahwa Tuhan telah mati. Sebab dengan demikian membebaskannya dari gambaran tentang Kristus yang tanpa hidup dan yang asing.
Implikasi etis teologi “Tuhan Mati” dalam pertumbuhan Kekristenan
Pandangan teologi “Tuhan Mati” dari Neitzsche ini banyak memberikan suatu dampak yang sangat besar bagi Kekristenan pada khususnya dan manusia keseluruhan pada umumnya. Dampak yang diberikan pun ada dua macam, yakni dampak yang positif dan dampak negatif.
Dampak positif,
Terutama para pemikir eksistensial dan eksistensialis, seperti Heidegger, Jaspers, Sartre dan Camus, sangat menjunjung tinggi Nietzsche. Bagi mereka, Nietzsche mendobrak klise-klise budaya borjuis abad ke-19, menempatkan kembali manusia yang asli ke pusat perhatian serta meramalkan kedatangan nihilisme. Nietzsche memberikan suatu jasa dimana ia membuka ambivalensi yang inheren dalam moralitas, bahwa budaya hati lebih daripada kemampuan untuk mengambil sikap-sikap tata krama tepat dalam setiap situasi, bahwa manusia hendaknya berani menjadi inti otentik, berani menjadi diri sangatlah penting dan menjadi inti utama dalam etika Eksistensialisme.
Analisis Nietzsche dapat membuat kita menjadi lebih kritis terhadap mutu moralitas kita sendiri. Gereja mendapat suatu ajaran yang sangat berharga sekali dalam menjalankan tugasnya.
Gereja harus mampu menumbuhkan iman orang Kristen akan keberadaan Allah yang sangat nyata di dalam dunia ini.
Gereja melakukan perubahan dogma dan metode pelayanan, dimana gereja harus hidup di dunia yang semakin canggih dan gereja juga harus bisa menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya. Sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah menjadi prioritas utama dalam kehidupan tetapi kehidupan yang teratur di dalam Tuhan.
Dampak negatif,
Meskipun demikian, tidak dapat kita pungkiri hingga sekarang bahwa tugas itu adalah sangat berat dimana masih belum sanggupnya gereja menjalankan missinya. Terlihat nyata bahwa manusia masih condong menduakan Tuhan. Allah akan diingat apabila manusia itu dalam kesulitan.
Manusia menganggap bahwa Allah itu benar-benar tidak ada, oleh karena itu dalam kehidupan manusia harus berusaha seadaya upayanya sendiri untuk berkuasa. Dengan hal demikian sifat individualis menjadi konsep hidup yang harus terjadi.
Perbudakan dan penindasan-penindasan terhadap kaum-kaum lemah semakin merajalela yang dikarenakan tidak adanya pengaturan atau hukum moral dalam hidup, yang ada hanyalah menjadi manusia sempurna (manusia atas).
Banyaknya lahir aliran-aliran atau gerakan-gerakan baru mengenai konsep Tuhan.
Kesimpulan
Teologi “Tuhan mati” pada dasarnya merupakan cambuk kepada agama-agama yang ada di dunia pada umumnya dan Kekristenan pada khususnya. Teologi yang bertumbuh pada abad ke-19 ini diproklamasikan pertama kali oleh F.W. Nietzsche. Nietzsche memberikan suatu pandangan yang sangat tajam terhadap Kekristenan. Dia sangat membenci Kekristenan oleh karena agama Kristen merupakan penghambat pertumbuhan manusia menjadi manusia yang super. Perkataan “Tuhan mati” dimaksudkan bahwa Allah tidak lagi hidup sebagai objek yang realita sebagaimana sebelumnya. Kematiannya merupakan peristiwa budaya sebagaimana yang kita sadari.
Agama Kristen harus menyikapi teologi ini secara kritis, dimana teologi ini merupakan batu loncatan kepada gereja dan setiap orang Kristen dalam menumbuhkan iman dan pemahamannya akan hakekat dan keberadaan Tuhan. Gereja harus membaharui dirinya untuk tidak lagi berpandangan tradisional tentang Allah. Setiap orang Kristen harus mengimani dan menjadikan suatu jawaban atas teologi ini, yaitu oleh karena Yesus Kristus maka Allah dinyatakan kepada manusia (Yoh. 14:9).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H