Mencari Tenang di Tengah Kekacauan
Karya: Wahyusaputri
   Di alun-alun kota Mataram, aku pandangi orang-orang yang tengah sibuk dengan berbagai aktivitasnya. Ketika menyusuri jalan menuju kampus Universitas Islam Negeri Mataram, kendaraan berlalu-lalang memenuhi jalanan kota. Aku adalah seorang mahasiswa semester tiga, yang berumur 20 tahun. Mengambil program studi Guru Madrasah Ibtidaiyah meski tak memiliki dasar pada keagamaan. Mengenyam pendidikan di Universitas Islam Negeri Mataram bukanlah hal yang aku rencanakan, tapi itulah takdir. Tidak semua hal yang kita ingin akan kita dapatkan.Â
   Pagi yang cerah, aku sapa penjaga gerbang dengan ramah, kuberikan senyum terbaikku pada ibu-ibu yang tengah menyapu. Aku masih berusaha ceria meski dalam pikiran penuh dengan tugas-tugasku yang menumpuk.Â
   "Assalamu'alaikum, pagi, Bu."
   "Wa'alaikumussalam, pagi, Dek," balas Ibu tersebut dengan antusias.Â
    Kemudian aku kembali berjalan menyusuri gedung-gedung tinggi pada setiap fakultas. Di sebelah kiri, terlihat gedung Auditorium Utama UIN Mataram yang megah, sering digunakan untuk acara wisuda, workshop, seminar, dan berbagai kegiatan lainnya. Di sebelah kanan, terdapat gedung Laboratorium Terpadu, di sebelah kiri lagi ada Ma'had Al-Jami'ah, gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa, dan beberapa gedung lainnya.Â
   Setelah beberapa menit berjalan, aku terpaku pada tulisan 'Gedung Terpadu SBSN.' Sekilas aku melirik jam di ponselku. "Astagfirullahaladzim, sudah jam 07:29," batinku, yang menandakan 1 menit lagi kelas akan dimulai.
   Aku mulai mempercepat langkahku menuju kelas, tiba-tiba, ada notifikasi dari grup kelas yang menginformasikan bahwa dosen menunda jadwal perkuliahan. Rasanya aku ingin pulang namun, dua jam lagi ada kelas di mata kuliah lain. Berpikir sejenak kemana aku harus pergi untuk menunggu mata kuliah selanjutnya. Aku pandangi orang-orang yang berkerumun di kantin, seketika teringat bahwa aku lupa membawa dompet.Â
   "Ya, sudahlah, lebih baik ke bawah pohon saja," lirihku pelan.Â
   Tempat ini adalah favoritku, pelarian ketika masalah atau kegundahan datang. Suasananya sejuk dan nyaman, meski terkadang beberapa dosen memakainya sebagai tempat parkir, membuatku tak leluasa bersantai di sini sesering yang kuinginkan. Aku sering melanjutkan tulisan novelku, bersandar pada batang pohon yang rindang, di bawah naungan daun-daunnya yang menenangkan.