Mohon tunggu...
L. Wahyu Putra Utama
L. Wahyu Putra Utama Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Kopi

Literasi dan Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsepsi Jiwa dan Eksistensi Menurut Afdhaluddin Al-Khasani

11 Juni 2020   16:13 Diperbarui: 11 Juni 2020   18:30 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagian besar dari kita mungkin cukup familiar dengan tokoh cendekiawan Muslim sekelas Ibnu Sina, ilmuan paling berpengaruh di Barat, Suhrawardi Al-Maqtul, pelopor madzhab pencerahan (iluminasi) atau Ibnu Al-Arabi, seorang mistikus besar dalam tradisi tasawuf. Namun, sedikit yang mengetahui Afdhaluddin Al-Khasani, filsuf Persia yang hidup  sezaman dengan tokoh-tokoh besar tersebut.

Khasani memiliki hubungan erat dengan Nasiruddin Al-Tusi, teolog, astronom sekaligus wazir yang juga berhasil menghidupkan kembali filsafat peripatetik (mashsha'iyah) ala Ibnu Sina. Meski demikian, selama hidupnya, Khasani tidak pernah mengajarkan murid-muridnya tentang sejarah filsafat dan tidak pula menjelaskan buku induk filsuf kenamaan, tetapi ia berupaya melakukan refleksi filosofis yang dianggapnya acuan untuk memahami sifat diri (self) manusia dalam mencapai  kebijakasaan.

Selain itu, Khasani tidak menaruh perhatian serius pada masalah ke-Tuhanan sebagai objek penyelidikan filosofis seperti masalah wahdat al-wujud  yang secara mendalam dibicarakan oleh Ibnu Al-Arabi, ia juga tidak berbicara tentang sifat-sifat ilahiyah, tetapi  berusaha memahami konsep ilahi  melalui  akal.

Sehingga, dimensi ontologis dari pemikiran Khasani yaitu ingin menjawab pertanyaan Siapa aku? dan Apa artinya menjadi manusia?. Baginya, substansi sejati dari diri manusia, atau jiwa manusia adalah akal (khirad), di mana akal menjadi perangkat unik manusia dalam memperoleh pengetahuan. Dan kesempurnaan akal dapat dicapai melalui pengetahuan yang disebutnya dengan tauhid.

Dengan Mengeskan Allah (tauhid), seorang hamba akan memperoleh pencerahan Iilahiah. Itu artinya, semakin tebal iman seseorang, semakin dekat ia dengan Tuhan, maka semakin besar pula hidayah, 'inayah dan kasih sayang-Nya .Hal ini dijelaskan dalam salah satu hadits Qudsi; Denganku dia mendengar, denganku dia melihat, denganku dia memukul dan denganku dia berjalan. Maksudnya Allah Swt senantiasa menjaga penglihatan, pendengaran dan ucapan hamba yang senantiasa melakukan ketaatan.

Kerya brilian Khasani ditelurkan melalui berbagai disiplin keilmuan. Di antara karya agungnya yaitu (1) Risalah Yi 'ilmi wan nutq, ia melihat ada dua keunggulan (hunar) manusia yaitu mengetahui (knowing) dan berbicara (talking). (2) Saz wapiraya-yi shahan-ipurmaya (Bahasa Persia) yang berbicara tentang tugas manusia sebagai pemimpin. (3) Madarijul Kamal berarti anak tangga kesempurnaan karya ini mengulas eksistensi dan proses transformasi jiwa manusia. (4) Rahanjam Nama, memuat upaya pengenalan diri dan jalan menuju kesempurnaan manusia. (5) Jawidan nama, bicara tentang tanda-tanda kebesaran Allah, dan terakhir (6) 'Ard nama berisi seputar eksposisi filsafat Khasani tentang Jiwa. (Musannafat, 147-253).

Oleh sebab itu, dalam tulisan ini saya ingin mengulas dua topik utama pemikiran Khasani yaitu tentang jiwa dan eksistensi manusia.  

Jiwa Manusia 

Islam menaruh perhatian khusus tentang  jiwa manusia, sebab menjadi indikator baik buruk, atau sehat dan sakitnya jasmani, ia juga  dapat mengendalikan keinginan (ego) dan mengarahkan  perilaku manusia untuk berbuat baik atau sebaliknya. Pantas jika filsafat Barat dan Islam berupaya mengkaji tentang masalah kejiwaan hingga lahir ilmu psikologi yang khusus mempelajari masalah kejiwaan.

Dalam tradisi filsafat Islam, manusia digambarkan dengan kesatuan antara realitas sosial dan realitas alam (natural world). Kita tidak menemukan irisan antara manusia karena realitas alam merupakan eksternalisasi dari substansi manusia.  Dan jiwa manusia adalah internalisasi dari alam, manusia dan alam saling terhubung, saling berhadapan seperti cermin. Maka, untuk mencapai kebijaksanaan hanya dapat berhasil jika realitas alamiah menjadi dirinya sendiri. Sama seperti seorang yang melihat manusia keseluruhan sebagai manifestasi eksternal dari seluruh potensi dan jiwa pada dirinya.

Oleh sebab itu, kosmologi Islam tidak semata-mata membahas hukum-hukum alam, tetapi di dalamnya mencakup diri dan kesadaran manusia. Karenanya, setiap deskripsi kosmik dalam filsafat Islam,  kembali ke struktur jiwa dan pikiran manusia. Sehingga, apa yang kita pahami tentang dunia, tidak lain karena pemahaman yang ada dalam alam pikir kita sendiri. 

Menurut Khasani tahap aktualisasi tertinggi dari jiwa manusia adalah kecerdasan atau intelektual ('aql) dan telah mencapai level kebijaksanaan (mardum i tamami). Intinya, manusia didasakan pada tingkatan hirarkis di mana puncak kesempurnaan manusia dicapai oleh mereka yang tergabung dalam agen intelektual yang  menghantarkan mereka menuju anak tangga kebenaran hakiki. 

Untuk memperoleh kebijksanaan, manusia harus mencapai dua tahap yaitu pertama 'Aql nazari yaitu proses kontemplasi atau perenaungan mendalam terhadap suatu realitas atau dengan kata lain 'aql nazari adalah bangunan konseptual pada diri manusia terhadap dunia sekitarnya. Khasani tampaknya mengikuti tradisi Neoplatonik di mana pemikiran konseptual merupakan alat untuk membuka gerbang batin. (Chittick; 2001).

Setelah manusia memperoleh 'aql nazari, level selanjutnya adalah 'Aql 'amali atau kecerdasan praktis berupa kemampuan untuk melakukan hal-hal yang bersifat rasional dan koheren. Dengan bertindak rasional inilah, manusia dapat bertindak secara benar baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan. Selain itu, kecerdasan 'amali ini memiliki dua tingkatan yaitu pemahaman luas terhadap suatu ilmu dan kesempurnaan spiritual bagi mereka yang merindkan akhirat.

Level Eksistensi

Dalam bahasa Arab, kata wujud berasal dari kata wajada berarti menemukan atau wujida dalam bentuk pasif, bermakna ditemukan, kata wujud sendiri berarti "yang ada". Dalam  filsafat Islam, wujud memiliki arti lebih luas yaitu mencari inti dibalik yang ada atau hakikat sebenarnya dari suatu eksistensi.

Level eksistensi dalam pemikiran Khasani ada empat tahap pertama, kemungkinan (mumkin), berawal dari rasa keingintahuan tentang apa yang benar. Ini seperti anda melihat pegunungan dari kejauhan yang berwarna kebiruan. Panca indra anda mungkin mengatakan benar, tetapi semakin anda mendekat, maka anda menemukan hakikat kebenaran berdasarkan akal.  

Tahap kedua yaitu wujud berarti ada atau ditemukan, seperti kita melihat alam jagat raya. Apakah alam ini hadir dengan sendirinya, ataukah ada kekuatan adikodrati yang mengontrol semuanya? pertanyaan ini mengarahkan kita pada keyakinan akan eksistensi Tuhan. Setelah adanya wujud, tahap selanjutnya yaitu proses pencarian (yabanda) melalui kontemplasi dalam memahami tanda-tanda kebesaran Allah Swt.  

Adapun level tertinggi dari eksistensi adalah mengenal diri sendiri, level ini sama dengan orang yang berada pada derajat Ihsan atau Muttaqin yaitu beribadan seolah-olah dirinya melihat Tuhan, tidak ada keraguan, hidupnya murni diperuntukkan hanya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Orang yang mengenal diri sendiri memiliki wawasan luas dan bijaksana, ia tidak menggantungkan diri kepada dunia, tapi dunia-lah yang tunduk kepadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun