Siang ini Mahkamah Konstitusi akan mengumumkan hasil sengketa Pilres 2019. Menurut beberapa ahli, misalnya Mahfud MD mengatakan dalil-dalil pemohon itu lemah; gagal membuktikan kecurangan Pilpres yang dianggapnya Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). Meskipun, ada beberapa dalil pemohon yang kemungkinan dikabulkan, tetap saja  tak dapat mengubah hasil bahwa Paslon 01 pemenang Pilpres 2019. Â
Publik sebenarnya dapat menerka seperti apa putusan MK ini, yang jelas Paslon  Jokowi-Ma'ruf Amin diakui secara konstitusional sebagai presiden dan wapres periode 2019-2024. Jalur MK merupakan jalan tertinggi konstitusi, putusannya bersifat terikat dan final. Bagi siapapun, pihak yang tidak menerima itu artinya melanggar konstitusi. Jangan ada lagi upaya indoktrinasi, terlebih opini-opini sesat dengan dalih sentimen politis.
Demikian dengan gerakan aksi berkedok ideologis, seperti aksi massa 212 atau apapun namanya, tak etis bila tetap menolak putusan MK tersebut. Jangan menjual agama hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Bagi saya, agama dan politik adalah dua entitas yang tak terpisah, sebab agama adalah denyut nadi keadaban dan moral bangsa. Tapi, menggunakan agama sebagai alat untuk menjatuhkan kekuasaan ini yang tidak benar.
Saya tidak menyalahkan aksi massa tersebut, sebagai bentuk sebuah ekspresi kebebasan itu sah-sah saja. Tetapi, bila aksi massa tujuannya mengganggu ketertiban, terlebih menggiring opini bahwa MK tak netral misalnya, sepatutnya aparat mengambil tindakan tegas. Saatnya kita kembali bersatu, Pilpres telah usai. Hendaknya kita kembali merajut kehangatan berwarganegara yang terkikis oleh polarisasi dukungan politik.
Petuah dari Master. Oogwey, tokoh bijak dari serial kartun Kungfu Panda ini mungkin patut di tonton kembali. Bagi mereka (pihak) yang belum rela  atas hasil Pilpres 2019 dan putusan MK.
Master Oogway, tokoh spiritual dan bijak itu memberi sebuah petuah agung:
"Yesterday is history, tomorrow is mystery , but today is a gift that is why its called present"-Master Ooogway.Â
Kemarin adalah sebuah sejarah, hari esok adalah misteri, tetapi hari ini adalah anugrah itulah kenapa ia disebut 'sekarang". Ungkapan ini menunjukkan betapa kita sepantasnya menatap masa depan, merajut kebersamaan, mempersiapkan generasi untuk Indonesa berkemajuan dan berkeadaban. Dari sejarah kita belajar soal bagaimana memperbaiki apa yang salah untuk mengukur hari esok yang masih misteri. Perjalanan bangsa masih panjang, belajar dari sejarah adalah modal untuk menapaki jalan masa depan bangsa. Pilpres yang telah usai adalah memori sejarah, di dalamnya kita telah belajar berdemokrasi, terlibat dalam suatu sistem yang telah dipatenkan.
Adapun putusan Mahkamah Konstitusi hari ini adalah sebuah anugrah, dari institusi tertinggi negara. Sebab, anugrah hari ini adalah hubungan dari sejarah dan masa depan  yang masih misteri. Anugrah (gift) adalah kodrat Tuhan, artinya pilihan terbaik bagi kita, bangsa yang multietnis, bahasa dan budaya. Seharusnya, kita sambut baik dengan rasa syukur.
Pasca putusan MK, tugas kita adalah mengawal setiap kebijakan pemerintahan baru. mengkritisi setiap kebijakan yang tidak pro-rakyat. Tak dapat terhitung betapa masalah negara kita hari ini begitu besar, dari soal fundamental ekonomi negara yang terus tertekan; Rupiah terus merosot, transaksi perdagangan minus, utang terus membengkak, soal impor sampah dan minyak, soal kartel, dan korupsi. Masih ada ratusan atau bahkan ribuan soal bangsa yang menuntut segera dituntaskan. Kalau (anda) dan (Saya), hanya mengurusi soal pilpres dan politik, lantas siapa yang akan menyelesaikan ribuan masalah itu kalau bukan (kita) atas nama bangsa Indonesia.
Saatnya kita berbenah, tingkatkan kualitas intelektual dan nalar kritis. Diharapkan Presiden baru nantinya dapat menyelesaikan segudang masalah yang membelit negara. Jangan hanya soal citra politis. Kita tidak butuh pak (presiden) jalan-jalan ke Mall, bersua foto dengan cucu, maen petak umpet di dekat kolam lalu firal di media sosial. Itu sama sekali tidak mencerminkan seorang pemimpin.