Di hutan Utopian hidup beragam jenis binatang dan tetumbuhan. Sirkulasi kehidupan berjalan berirama, seimbang satu dengan lainnya. Titah kawanan Singa adalah raja hutan, paling disegani, suara auman gemuruh dari kejauhan  simbol keperkasaan. Hari itu cukup mengagetkan, kawanan Singa berkeliling hingga di semua begian wilayah menjadi  sinyalemen pesan darurat akan peristiwa yang mengubah nasib masa depan para binatang di hutan. Kawanan Bangau putih sigap mengirim pesan, tergopoh menyampaikan pesan berhari-hari lamanya.
"Semua binatang di minta untuk berkumpul di alun-alun Sundra, tempat suci yang dikeramatkan".
Desas desus yang beredar bahwa Singa Rudholf akan segera turun tahta. Bahkan, konon katanya, raja Rudholf terbunuh oleh saudaranya sendiri sehingga kursi kekuasaan berpindah di tangan saudaranya yang didukung oleh fraksi Rubah, kawanan kotor dan licik yang menyusup.
Tak terkecuali dengan kodok dan burung Kutilang, rakyat rendah yang merasa begitu cemas dengan kondisi hutan. Mereka masih menaruh harapan, agar raja Rudholf, pemimpin besar nan berwibawa itu baik-baik saja, sebab hanya dirinya-lah yang mempu menciptakan stabilitas di hutan Utopian.
Akhirnya, semua binatang berbaris rapi dan memenuhi alun-alun Sundra, pesan apakah yang ingin disampaikan raja Rudholf. Tak menunggu lama, raja para singa itu keluar menuju singgasana, badannya yang kekar, garis luka di wajah dan tatapan tajamnya menggetarkan seisi hutan. Dia-lah singa paling disegani, raja Rudholf.
"Wahai penduduk hutan, maafkan aku telah menyuruh kalian untuk datang. Sundra adalah simbol kekuasaan bagi bangsa kami para Singa, tiga puluh tahun lalu, di tempat ini aku mendapatkan mandat tertinggi sebagai penguasa hutan. Namun, tepat pada hari ini aku mengumumkan kepada kalian semua bahwa waktuku telah usai".
Sontak, ucapan sang raja membuat gaduh seisi hutan. Kijang merah dan Srigala sejenak mendekati raja.
"Selama puluhan tahun, kami berada di bawah lindunganmu, tubuhmu masih kekar dan kuat, lantas kenapa raja mengabil keputusan ini? semua sepakat dengan pertanyaan Srigala dan Kijang. Dengan sigap, Rubah menyela dengan tatapan tajam, sudah waktunya raja Rudholf mundur, apabila dia tetap disinggasana kekuasaan, kami keluar dari pemerintahan ini, dan pertikaian tak dapat terhindarkan. Rubah memang cerdik memanfaatkan situasi, dalam kekuasaan, fraksi Rubah satu-satunya yang teguh membela kaum tertindas sehingga mereka mendapat kekuasaan penuh. Apabila permintaan Rubah tidak dikabulkan, sebagian besar kawanan pendukung termasuk  keluarga raja akan mengikuti keputusan fraksi Rubah.
Keadaan alun-alun Sundra terasa makin memanas, mereka yang masih mendukung agar sang raja tetap mengendalikan kekuasaan dan mereka yang menghendaki agar sang raja turun tahta, digantikan dengan saudaranya.
Politik Rubah terkenal cerdik, licik dan kotor. Selama masa pemerintahan raja Rudholf, fraksi Rubah menghimpun kekuatan bawah dari kalangan yang merasa terpinggir, seperti kawanan Musang dan buaya. Setelah sekian lama menghimpun kekuatan, Rubah berhasil mengelabui keluarga Raja. Pada akhirnya, raja Rudholf kehilangan kekuatan politik.
Suasana alun-alun Sundra makin tegang, raja Rudholf makin terhimpit. Kini sebagian besar kawanan singa berbalik arah, menatap tajam raja. Raja benar-benar dikepung, kawanan singa, rubah dan buaya sudah mengelilingi raja Rudholf yang tidak lagi memiliki dukungan.