Mohon tunggu...
Wahyu PutraSejati
Wahyu PutraSejati Mohon Tunggu... Auditor - Javanese People

Buruh Korporat Perusahaan Listrik yang gemar Menulis, Beternak Burung dan Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Status Sosial Media Berujung Penjara

12 Oktober 2019   09:47 Diperbarui: 12 Oktober 2019   10:12 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta, Wahyu Putra Sejati -Saya mencoba untuk menuliskan sebuah unpopular opinion terkait dengan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu status di sosial media yang berakhir dengan dengan hukuman pidana penjara. Pertanyaanya, status yang seperti apa yang dapat membuat kita mendekam dibalik jeruji besi?

Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, alangkah baiknya kita sedikit mengetahui tentang Undang-undang No. 11 tahun 2008 pasal 27 ayat 3 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Banyak kalangan yang menginginkan pasal tersebut untuk dihapus karena dianggap telah membrangus kebabasan berpendapat di negara kita tercinta Indonesia, alasannya karena pasal 27 ayat 3 UU ITE yang biasa disebut dengan "pasal karet" sebagai undang-undang yang berbahaya. 

Terlebih lagi jika diterapkan oleh pihak-pihak yang tak paham soal dunia maya. Selain itu, pasal tersebut juga bisa digunakan dengan mudah untuk menjerat orang-orang demi membungkam kritik.

Pasal 27 ayat 3 UU ITE sendri berisi tentang larangan pada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. 

Menurut pendapat pribadi saya, sebenarnya pasal ini dapat mencegah tindakan-tindakan adu domba antar anak bangsa yang dipicu oleh berita-berita hoax. 

Bisa dibayangkan jika pasal tersebut tidak ada, semua orang dengan bebas membuat berita hoax yang dapat menimbulkan rasa kekhawatiran dan perpecahan di masyarakat. Revisi mungkin adalah salah satu solusi agar tidak lagi ada korban akibat salah penerapan pasal tersebut. 

Kembali ke pertanyaan awal,  status yang seperti apa yang dapat membuat kita mendekam dibalik jeruji besi? Saya juga termasuk orang yang rajin mengunggah setatus di media sosial (facebook, twitter, instagram, whatsapp story) pribadi saya. 

Sejauh ini belum ada laporan ke pihak berwajib terkait dengan apa yang pernah saya unggah di media sosial, kenapa? karena saya lebih suka mengunggah sesuatu yang bersifat humor dan pencapaian hidup yang mungkin bisa menginspirasi orang lain ataupun membuat orang lain menjadi iri dengki karena dianggap pamer hehehe

Prinsip saya, jangan sampe mengunggah suatu status di sosial media yang dapat membuat orang lain tersinggung. Harus kita ketahui bahwa tidak semua orang memiliki pendapat yang sama dengan kita. 

Milyaran orang di dunia, mereka memiliki milyaran pemikiran yang berbeda-beda jua. Bahasa gaulnya, guyonan tongkrongan jangan sampe keluar dari tongkrongan kita karena tongkrongan oranglain mungkin tidak bisa menerima guyonan kita.

Ketika saya lihat status-status media sosial orang-orang yang berakhir di jeruji besi, saya dapat memahami kenapa dapat berakhir seperti itu. Banyak yang berpendapat bahwa itu kriminalisasi, banyak pula yang berpendapat penjara adalah tempat yang pantas atas unggahan yang telah di lakukan. 

Lantas siapa yang salah? Ya betul, yang salah adalah kita sebagai pengguna sosial media. Ketika kita ingin mengutarakan pendapat terhadap suatu kejadian sensitif yang sedang terjadi, kita harus tau dulu apakah pendapat yang kita ingin sampaikan dapat diterima oleh semua pihak, jika tidak maka sebaiknya sampaikanlah pendapat itu kepada orang-orang yang satu frekuensi dan pemikiran dengan kita. 

Janganlah kita mengunggah pendapat tersebut di sosial media yang di dalamnya dapat berisi orang-orang yang berselisih paham dengan kita. Dengan begitu kita dapat berpendapat tanpa menyinggung perasaan orang lain.

Last but not least, bijaklah dalam menggunakan sosial media. Jangan menggunakan diksi kebebasan pendapat egoismu tanpa mau mendengar pendapat orang lain, saling menghargai adalah kunci NKRI masih berdiri selama 74 tahun ini. Semoga setelah ini tidak ada lagi status-status yang menebar kebencian terhadap sesama anak bangsa. Jayalah selalu, Indonesia-ku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun