Beberapa bulan yang lalu, ada seorang pekerja senior mendumel seharian di kantor. Pasalnya, para junior terlampau santai dan enggan berkreasi untuk memajukan perusahaan.
"Masih muda, pendidikan tinggi, tapi minim kontribusi,"Â begitu kira-kira kata sang senior.
Memang benar, mungkin karena terlewat nyaman dengan gaji yang sekarang, sehingga mereka loyo-loyo di kantor. Datang siang, kerjaannya makan, ngopi dan ngobrol di ruangan. Kadang ke kanting sebelah sekadar menghabiskan uang jajan.
Problematika generasi Z sekarang seperti itu. Punya usia matang untuk terus tumbuh dan berkembang, tetapi rasa malas dan puas diri terus mengekang.
Akhirnya berdampak pada kualitas pekerjaan. Perusahaan berharap pada SDM yang punya keterampilan baik, selalu berinovasi, dan punya karakter yang khas. Diberikan kepada pekerja itu gaji yang cukup, lingkungan kerja yang nyaman, serta fasilitas yang memadai.Â
Memang generasinya saja yang tidak bersyukur, adanya kerja yang nyaman dibuat terlalu nyaman. Kerjaan mudah, dianggap lebih mudah, akhirnya timbul rasa meremehkan.Â
Kalau rasa remeh sudah ada, timbul penurunan kinerja. Datang sering terlambat, kerja malas-malasan, sampai memuncak pada tuntutan gaji yang ingin dinaikkan.Â
Walhasil, semua zonk, perusahaan tidak ingin rugi, tentu akan mengambil sikap. Teguran, peringatan, hingga sanksi pemecatan akan segera digulirkan.Â
Lebih baik mundur saja, jika memamg sudah malas kerja. Kalau mau duduk-duduk sambil ngemil dan ngopi terus dapat uang, resign saja, dan jadi juru parkir kafe.Â
Kalau mau kipas-kipas dan dapat uang, resign saja, dan jadi pedagang sate.Â