Kerawanan dan sensitifitas budaya ini menjadikan kita harus memiliki landasan yang kokoh dan kuat. Boleh saja hidup dengan kebudayaan.Â
Toh, budayalah yang membuat hidup ini lebih bermakna. Tetapi manusia harus sadar, budaya terkungkung dan terbatas oleh ruang, waktu dan keadaan. Karena budaya merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia.
Manusia diciptakan tiada kekal, apalagi sesuatu yang diciptakan oleh makhluk fana ini. Pasti ciptaan manusia terbatas dan sempit dibanding penciptaan manusia itu sendiri.
Tetapi bilamana Tuhan yang berkendak, melalui kebenaran yang dititipkan kepada utusan-Nya, maka kebenaran itu universal dan masif, tiada dibatasi oleh ruang, waktu dan keadaan. Jika menolong orang adalah kebenaran menurut masyarakat Kalimantan, maka hal tersebut juga benar menurut masyarakat manapun.Â
Jadi yang harus dipegang teguh itu adalah kebenaran. Budaya kita harus memiliki filterisasi kebenaran. Harus ada keberanian untuk mengkritisi kebudayaan yang melenceng dari nilai-nilai kebenaran. Karena hal tersebut, dimasa depan, kebudayaan manusia nantinya adalah kebenaran yang dibiasakan.
Sementara kebenaran itu hanya satu. Tidak mungkin ada dua kebenaran atau lebih dalam satu wujud ini. Yang ada adalah proses menerima cahaya kebenaran pada setiap individu. Sehingga cara memahami kebenaran yang diturunkan oleh Tuhan akan berbeda disetiap manusia.
Mari kritisi diri sendiri, apa saja kebenaran yang sudah dibudayakan, serta budaya apa saja yang melenceng dari nilai kebenaran. Budaya bukan hanya apa yang berlaku dimasyarakat, tetapi lebih rinci pada apa yang kita pikirkan, hayati, renungi, hingga setiap lontaran kata yang keluar dari lidah tak bertulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H