Mohon tunggu...
Ega Wahyu P
Ega Wahyu P Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Seorang pengelana dari negeri Khatulistiwa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia: Kebudayaan dan Kebenaran

13 Juli 2022   08:00 Diperbarui: 13 Juli 2022   12:03 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap kebudayaan itu belum tentu benar, tetapi kebenaran wajib dibudayakan. Sehingga di masa depan, tidak ada lagi budaya yang diragukan kebenarannya, sebab manusia telah membudayakan kebenaran.

Sebagai makhluk sosial, tentu saja manusia menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Warisan terbesar bagi dunia bukanlah harta benda, melainkan tingginya budaya dan nilai yang terkandung didalamnya.

Di Indonesia sendiri, sungguh sangat banyak macam budaya. Mulai yang berkaitan dengan suku bangsa, adat istiadat daerah, hingga sentimen agama. Semua yang dilakukan oleh manusia dapat dianggap sebagai budaya. Budaya ada karena kebiasaan manusia yang dilakukan terus menerus.

Misalnya, disuatu desa, masyarakatnya melakukan jalan kaki menuju sekolah atau tempat bekerja. Karena rutin, maka jalan kaki menjadi budaya masyarakat setempat.

Tapi apakah kejelekan juga dapat menjadi budaya?

Misalnya, disuatu tempat telah menjadi tongkrongan perjudian. Para pemabuk dan penjudi berkumpul disana dan melakukan aktivitasnya. Hal tersebut berlangsung terus menerus hingga lahir dan turun ke generasi selanjutnya. Apakah hal tersebut budaya?

Tentu saja itu sebuah budaya. Bahkan di Tiongkok, hal tersebut sudah biasa. Budaya seperti ini dianggap sebuah kebenaran dan dilegitimasi menjadi kebiasaan baik. Walaupun menurut kebanyakan orang Indonesia, hal tersebut akan berdampak buruk, entah itu bagi kesehatan pribadi atau kehidupan sosial secara umum.

Kebudayaan berakar dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diwujudkan dalam kehidupan. Baik dan buruk suatu budaya itu sangat relatif. Suatu kebudayaan dianggap buruk oleh sekelompok orang, tetapi belum tentu buruk menurut kelompok lain. 

Sebagaimana halnya perjudian dan minum-minuman, yang dianggap tabu dan suatu hal yang bersifat negatif, tetapi hal itu menjadi kebiasaan dan lumrah dilakukan bagi kaum barat.

Sehingga ketika manusia menitikberatkan kehidupan pada aspek budaya, sama saja berpijak pada pelampung ditengah laut. Ombak akan datang silih berganti. 

Gelombang akan menerpa disemua sisi. Mungkin satu atau dua kali seseorang aman diatasnya. Tetapi waktu apes itu akan datang juga, pelampung akan terbalik, orang diatasnya akan tenggelam. Begitulah jika manusia hanya berpijak pada kebudayaan semata.

Baca juga: Film Kehidupan

Kerawanan dan sensitifitas budaya ini menjadikan kita harus memiliki landasan yang kokoh dan kuat. Boleh saja hidup dengan kebudayaan. 

Toh, budayalah yang membuat hidup ini lebih bermakna. Tetapi manusia harus sadar, budaya terkungkung dan terbatas oleh ruang, waktu dan keadaan. Karena budaya merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia.

Manusia diciptakan tiada kekal, apalagi sesuatu yang diciptakan oleh makhluk fana ini. Pasti ciptaan manusia terbatas dan sempit dibanding penciptaan manusia itu sendiri.

Tetapi bilamana Tuhan yang berkendak, melalui kebenaran yang dititipkan kepada utusan-Nya, maka kebenaran itu universal dan masif, tiada dibatasi oleh ruang, waktu dan keadaan. Jika menolong orang adalah kebenaran menurut masyarakat Kalimantan, maka hal tersebut juga benar menurut masyarakat manapun. 

Jadi yang harus dipegang teguh itu adalah kebenaran. Budaya kita harus memiliki filterisasi kebenaran. Harus ada keberanian untuk mengkritisi kebudayaan yang melenceng dari nilai-nilai kebenaran. Karena hal tersebut, dimasa depan, kebudayaan manusia nantinya adalah kebenaran yang dibiasakan.

Sementara kebenaran itu hanya satu. Tidak mungkin ada dua kebenaran atau lebih dalam satu wujud ini. Yang ada adalah proses menerima cahaya kebenaran pada setiap individu. Sehingga cara memahami kebenaran yang diturunkan oleh Tuhan akan berbeda disetiap manusia.

Mari kritisi diri sendiri, apa saja kebenaran yang sudah dibudayakan, serta budaya apa saja yang melenceng dari nilai kebenaran. Budaya bukan hanya apa yang berlaku dimasyarakat, tetapi lebih rinci pada apa yang kita pikirkan, hayati, renungi, hingga setiap lontaran kata yang keluar dari lidah tak bertulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun