JHT apakah JaHaT?
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, salah satunya pencairan JHT di usia 56Â tahun.Â
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua menuai beragam respons dari berbagai pihak.
Banyak yang pro dan tidak sedikit pula yang kontra atas terbitnya Peraturan Menteri tersebut.
Hal yang menjadi polemik adalah syarat umur pencairan JHT ini yaitu pada usia 56 tahun. Yang tidak setuju umumnya mengatakan jikalau syarat ini tidak benar karena sangat tidak mungkin menunggu sampai usia tersebut untuk mendapatkan dana JHT, dana tersebut bisa digunakan untuk modal usaha dimasa sulit seperti masa pandemi ini dimana banyak yang sudah tidak bekerja lagi.
Tetapi jika dilihat dari manfaat JHT ini maka syarat tersebut sudah benar. Jaminan untuk hari tua memang seharusnya diperuntukkan untuk kebutuhan di hari tua.Â
Bahkan di UU Nomor 13 tahun 1998 Penduduk Lanjut Usia adalah mereka yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. jadi usia 56 tahun adalah masa pra lansia.
Pada data Sensus BPS tahun 2020 memproyeksikan pada 100 tahun Indonesia nanti jumlah penduduk Lansia ada di hampir 20% dari jumlah penduduk Indonesia atau ada 1 dari 5 orang adalah penduduk lansia.
Berdasarkan data tersebut benarlah tujuan JHT tersebut yaitu untuk menjamin adanya uang tunai di hari tua, maka klaim JHT sudah sepatutnya tidak dilakukan jikalau belum tiba pada masa hari tua mengingat tingginya persentase jumlah lansia tahun 2045.
Coba kita bayangkan pada tahun 2045 nanti penduduk Indonesia yang Lansia tidak memiliki dana segar karena tidak memiliki dana jaminan untuk hari tuanya atau dana JHTnya sudah dipergunakan bahkan habis ketika dia masih muda. Betapa repotnya negara dan anak-anak muda kelak untuk membiayai kaum lansia.
Jadi sudah benarlah Permenaker 2/2022 itu memastikan pekerja yang memasuki usia pensiun memiliki tabungan, sehingga tidak jatuh ke jurang kemiskinan di masa tua.
Lalu banyak timbul pertanyaan, bagaimana jikalau pekerja sudah meninggal dunia atau tidak bekerja lagi sebelum usia 56 tahun? apakah tidak bisa diklaim?
Jikalau dibaca lebih detail lagi maka Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 menjelaskan selain memasuki usia pensiun, klaim manfaat JHT juga dapat dilakukan bila peserta meninggal dunia dan mengalami cacat total tetap. Nantinya untuk yang meninggal dunia bisa diajukan oleh ahli waris. Dan juga Kemenaker melalui BPJS Ketenagakerjaan menawarkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diklaim sudah memberikan manfaat pada Januari ketika para pekerja sudah tidak bekerja lagi / dipecat.
Permenaker ini juga sudah sesuai dengan pasal 35 UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Negara) yang terdiri dari 2 ayat yaitu: JHT diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib.
Selain dari pertanyaan tersebut, tidak sedikit pula yang meragukan dana iuran JHT ini akan raib dan tidak dikelola dengan baik oleh pemerintah.Â
Untuk hal ini memang diperlukan penjelasan kepada publik dan transparansi pengelolaan uang buruh ini akan ditujukan dalam bentuk investasi apa dan dimana sehingga kepercayaan publik/masyarakat meninggkat dan tidak akan khawatir uangnya dalam bentuk iuran itu hilang tidak bisa dicairkan karena sesuai UU BPJS uang buruh dijamin APBN.
Dan akhirnya semoga Permenaker ini bisa tepat guna dan tepat sasaran ditilik dari tujuan dan manfaat dari dibuatnya peraturan ini.
note: dikutip dari berbagai sumber & data
#OpiniPribadi
#BegitulahKuraKura
14/02/2022
WMAS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H