Mohon tunggu...
Wahyu Fajar Lestari
Wahyu Fajar Lestari Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer - Mahasiswa

Menyukai pendidikan, menulis, dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Feminisme dalam Puisi yang Berjudul "Isteri" karya Darmanto Jatman

10 Agustus 2024   22:05 Diperbarui: 10 Agustus 2024   22:11 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

- Towikromo

Puisi berjudul "Isteri" karya Darmanto Jatman di atas bercerita tentang seorang petani yang berasal dari Bantul yang memberikan pengakuan betapa pentingnya istri bagi suami. Pada dasarnya, puisi ini bermakna penghormatan dan penghargaan terhadap peran isteri, juga berisi refleksi agar seorang suami senantiasa menghargai isteri mereka. 

Pada bait-bait tertentu disampaikan secara tersurat bahwa isteri memegang peran penting dalam hidup, sebab dialah yang akan mengurus segala keperluan rumah tangga, seperti memasak, mencuci, menyapu, dan lain sebagainya. Ia dengan kodratnya juga akan melahirkan anak-anak kemudian memelihara dan merawatnya dengan baik. Dalam puisi ini, isteri bahkan diberi perumpamaan yang sejajar dengan jantung, lidah, serta tokoh-tokoh mitologi seperti Bima, Subadra, atau Arimbi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran isteri, bahkan bisa dikatakan bahwa isteri adalah salah satu sumber kekuatan bagi keluarganya. 

Selain itu, puisi ini juga berisi kritik yang ingin disampaikan pengarang mengenai praktik sosial budaya patriarki dari sudut pandang masyarakat Jawa.  Hal ini dapat kita lihat dari bait puisi yang berbunyi "kalau kita menjual palawija ia teman belakang kita". Teman belakang merujuk pada pandangan hidup Jawa yang menempatkan perempuan di dalam peran domestik sekaligus segregasi ruang. Kata "teman belakang" seringkali dikaitkan dengan peran istri yang hanya di dapur untuk urusan memasak. Akan tetapi, lebih dari itu istilah ini dalam masyarakat Jawa dijabarkan terkait dengan memasak, berdandan, melahirkan anak, setia menunggu kepulangan suami dan patuh pada perintah suami. Sebanyak apapun peran isteri, ia hanya dianggap teman tetimbangan saja dibelakang keputusan suami dan harus patuh.

Kemudian, pada baris selanjutnya yang berbunyi "Ah, Lihatlah. Ia menjadi penting dengan kerbau, luku, sawah, dan pohon kelapa". Istri seakan-akan dijadikan objek penguasaan suami sebagaimana benda nonmanusia (kerbau,luku, sawah, dan pohon kelapa). Perempuan dianggap sebagai "hamba sahaya" yang dapat dimanfaatkan tenaganya kapan saja dan dimana saja. Hal ini berkaitan dengan bait selanjutnya yaitu " Ia kita cangkul malam hari dan tak pernah mengeluh walau capek". Bait ini jelas-jelas hanya menganggap isteri sebagai budak seksual yang hanya dibutuhkan untuk memuaskan nafsu saja. Bahkan ketika isteri sudah lelah seharian mengurus rumah tangga, ia masih harus melaksanakannya.

Terkait dengan hal tersebut, pengarang kemudian memberikan kritik dan peringatan pada bait "Jadi, waspadalah!". Bait tersebut ditujukan pada laki-laki, meskipun mempunyai hak-hak istimewa sebagaimana kerangka berpikir patriarki, laki-laki tidak boleh sewenang-wenang dan selalu waspada sehingga tidak kehilangan kesaktian dan keperkasaannya. Selalu "gemati, nastiti, dan ngati-ati" sehingga dapat terhindar dari segala malapetaka.

Kerangka berpikir di dalam sistem patriarkis yang menempatkan laki-laki sebagai makhluk yang aktif menaklukkan dan rasional dibandingkan dengan stereotip perempuan yang pasif ditaklukkan terefleksi di dalam bait enam seperti juga terefleksi pada bait tiga sajak. Suami yang "mandiri, perkasa, dan pintar ngatur hidup" di bait enam dengan istri yang "tak pernah mengeluh" dan "tahu terima kasih". Setelah memberikan beberapa kritikan dan peringatan, pengarang juga menyampaikan pesan moral untuk para lelaki agar senantiasa menghormati istri-istrinya seperti mereka menghormati Dewi Sri sebagai sumber hidupnya.

Sumber Referensi:

https://www.sepenuhnya.com/2019/11/puisi-isteri.html

https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/kandai/article/view/1758/1177

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun