Pacitan, kota kecil yang berada di bagian selatan barat daya Provinsi Jawa Timur ini adalah salah satu kota yang terkenal dengan tujuan wisatanya. Namun, tidak hanya kaya akan keindahan wisata, Pacitan juga kaya akan warisan seni dan budaya. Salah satunya adalah Seni Tari Kethek Ogleng.
Tari Kethek Ogleng merupakan seni budaya asli Pacitan sekaligus menjadi salah satu ikon budaya Kota 1001 Gua ini. Diciptakan oleh Sutiman pada tahun 1962, tarian ini terinspirasi dari perilaku kethek (kera) yang ada di hutan sekitar rumahnya.
Sutiman sendiri adalah seorang seniman asal Dusun Sompok, Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Pacitan. Beliau tutup usia pada umur 76 tahun. Karya emas Sutiman tersebut telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional oleh Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019.
Kini Pacitan mempunyai dua budaya yang telah masuk kategori WBTB yaitu Tari Kethek Ogleng dan wayang beber. Dalam hal ini, wayang beber telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai Warisan Budaya Tak Benda pada tahun 2015.
Dilansir dari balaibahasajatim.kemendikbud.go.id, Tarian Kethek Ogleng ini dipercaya berasal dari sebuah cerita Kerajaan Jenggala dan Kediri, yang disebut juga dengan istilah cerita panji.
Raja Jenggala mempunyai seorang putri bernama Dewi Sekartaji dan Kerajaan Kediri mempunyai seorang putra bernama Panji Asmorobangun.
Dikisahkan bahwa kedua insan ini saling mencintai sehingga tidak dapat dipisahkan. Namun, Raja Jenggala, ayah Dewi Sekartaji, justru mempunyai keinginan untuk menikahkan putrinya dengan pria pilihannya. Mengetahui hal itu, Dewi Sekartaji memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Jenggala secara diam-diam, dia tidak ingin dinikahkan dengan lelaki yang tidak ia cintai. Bersama dayangnya, ia pergi menuju ke arah barat.
Di Kerajaan Kediri, Panji Asmorobangun yang mendengar berita hilangnya Dewi Sekartaji memutuskan untuk mencari kekasihnya tersebut. Dalam perjalanan, ia singgah di rumah seorang pendeta. Di sana ia diberi petuah agar pergi ke arah barat dan dia harus menyamar menjadi seekor kera (kethek).
Di sisi lain, Dewi Sekartaji telah menyamar menjadi Endang Rara Tompe. Setelah berkelana, akhirnya rombongan Endang Rara Tompe ini beristirahat di suatu daerah dan memutuskan untuk menetap di sana.
Ternyata kethek penjelmaan Panji Asmorobangun juga tinggal tidak jauh dari pondok Endang Rara Tompe. Maka bersahabatlah mereka berdua. Meski pada awalnya mereka tidak mengetahui siapa sebenarnya sosok kethek dan Endang Rara Tompe itu, namun setelah persahabatan mereka terjalin begitu kuat, mereka berdua memutuskan untuk membuka rahasianya masing-masing.
Endang Rara Tompe merubah bentuk menjadi Dewi Sekartaji, begitu juga dengan kethek yang merubah wujudnya menjadi Raden Panji Asmarabangun. Perjumpaan keduanya diliputi rasa haru dan bahagia. Akhirnya, mereka sepakat kembali ke kerajaan dan melangsungkan pernikahan.
Dalam tarian ini, Panji Asmarabangun diwujudkan dengan sosok kera putih yang lincah dan kemudian menjadi tokoh utama dalam kesenian Kethek Ogleng ini.
Lebih lanjut, dikutip dari website Warisan Budaya Takbenda Indonesia, nama Kethek Ogleng sendiri merujuk pada dua istilah, yaitu kethek dan ogleng.
Pertama, gerakan yang ditiru adalah gerakan kera (kethek) sehingga penggunaan istilah kethek sebagai nama seni ini secara historis dan semantis sangat sesuai. Kedua, istilah ogleng didasarkan pada bunyi gamelan yang mengiringinya. Gamelan tersebut didominasi bunyi "gleng...glong...gleng...glong". Pada akhirnya, bersatulah kedua istilah tersebut menjadi Kethek Ogleng, yangmana kemudian menjadi nama resmi kesenian ini.
Seiring berkembangnya zaman, tarian ini semakin dikenal oleh masyarakat. Penghargaan demi penghargaan pun diterima oleh Bopo Sutiman selaku pencipta Tari Kethek Ogleng termasuk para generasi penerus yang bersedia melestarikan kesenian ini.
Dikutip dari magetankita.com (20/11/2022), beberapa hari yang lalu, Alm. Bopo Sutiman kembali didapuk sebagai penerima Anugerah Soerjo 2022 kategori Pencipta Tari Kethek Ogleng Pacitan.
Anugerah Soerjo 2022 ini diberikan dalam Festival Soerja yang diselenggarakan di Magetan pada Sabtu (19/11/2022) malam.
Festival Soerjo sejatinya memberikan penghargaan kepada para pelaku kebudayaan yang telah membumikan dan melestarikan kebudayaan di Jawa Timur.
Anugerah diberikan langsung oleh Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, didampingi sejumlah anggota DPRD Jatim, Bupati Magetan, Wakil Bupati, dan Ketua DPRD Magetan. Lebih lanjut, terdapat sepuluh pelaku seni dan budaya yang mendapatkan Anugerah Soerjo 2022 ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H