Mohon tunggu...
Wahyu Kurniawan
Wahyu Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Teman belajar dan aktivis komunitas kreatif dan literasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cinta Berkata: Aku Ada

31 Desember 2022   02:05 Diperbarui: 31 Desember 2022   02:43 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku ragu akan diriku, namun cinta berkata: Aku ada."

- Sir Allamah Muhammad Iqbal, Filsuf Islam

Saat itu, 14 Maret 2020 di kota tempat tinggal saya, Tangerang Selatan (Tangsel), masih belum banyak orang yang terjangkit COVID-19. Di saat itu juga, anggota grup Whatsapp saya ramai membagikan tangkapan layar (screenshot) surat-surat edaran dari pemerintah daerah maupun dinas pendidikan daerah yang berisi info bahwa sekolah diliburkan dan mengganti kegiatan belajar mengajar yang terlewat dengan menggunakan via daring atau dalam jaringan (online). Seperti contohnya Pemerintah Kota Depok yang sudah meliburkan sekolah-sekolah. Karena pada waktu itu, Depok adalah kota pertama yang warganya terjangkit Virus Corona. Saya dan teman guru yang lain harap-harap cemas menunggu keputusan dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan.

Kami sebenarnya tidak ingin sekolah diliburkan, karena itu akan mengurangi efektivitas kegiatan belajar mengajar. Tidak lama setelah itu, sekitar pukul 19.00, tibalah surat edaran yang dalam bentuk digital itu dibagikan oleh Ibu Kepala Sekolah.  Beliau meneruskan surat edaran itu yang dari grup Whatsapp Kepala Sekolah se-Ciputat. Dalam surat edaran itu ada poin yang menjelaskan bahwa guru tetap masuk. Memang pada saat itu, guru-guru harus masuk untuk merekap nilai hasil PTS (Penilaian Akhir Semester) dan juga mempersiapkan Tryout Tingkat Kota untuk kelas 6. Ibu Kepala Sekolah juga memberi info bahwa guru-guru akan mendapat bimbingan teknis dari Pengawas Guru SD mengenai cara mengajar via daring. Mungkin anda yang sedang membaca ini akan berpikir, mengajar daring kok ada bimbingan teknisnya? Saya rasa hampir di semua SD negeri, mayoritas gurunya adalah Generasi X di mana mereka belum terlalu menguasai gawai. Di sekolah tempat saya mengajar saja, yang berusia 25 sampai 35 tahun hanya ada 10 guru dari total 30 guru. Selain itu, bimbingan teknis ini juga sangat diperlukan untuk menyamakan sistem pemberian tugas dan penilaian tugas.

Saya dan teman-teman guru yang lain sudah datang di sekolah tepat pukul 07.00 pagi. Sambil saya menunggu bapak Pengawas SD, saya membuka laptop dan memeriksa ulang tugas yang sudah saya buat tadi malam untuk diberikan ke siswa-siswi saya siang ini. Saya berinisiatif memakai fitur Google Form yang ada di dalam aplikasi Google Docs. Pada awalnya saya ingin memakai Google Classroom, tetapi bagi saya sistem pemberian soal dan penilaiannya terlalu rumit. Tak lama kemudian, bapak Pengawas SD datang dan dimulailah bimbingan teknis mengajar lewat daring. Semua teman guru saya---khususnya yang rata-rata berusia 40 sampai 50 tahun---sangat antusias sekali. Berbeda dengan saya dan teman guru yang berusia lebih muda yang sudah terbiasa, mereka baru kali ini akan memberi tugas via daring. Mereka sangat fokus ke gawainya masing-masing sambil mendengarkan instruksi bapak Pengawas SD. Walaupun tidak secara lisan diucapkan, saya rasa, saya dan teman-teman guru yang lain sepakat untuk tetap menunaikan tugas sebagai guru dan agar murid-murid tetap mendapatkan pendidikan. Mungkin itu bisa disebut sebagai cinta seorang guru.

Kami selesai bimbingan teknis tepat pada pukul 12.00 di mana saat itu Ibu Kepala Sekolah ternyata sudah selesai memasak makan siang untuk guru-guru dan bapak Pengawas SD. Ibu Kepala Sekolah saya memang suka sekali memasak. Di sekolah, hampir setiap hari dia memasak makan siang untuk para guru, kecuali hari Senin dan Kamis. Ya, para guru di sekolah saya sangat rajin puasa sunnah.

Keesokan harinya kami mendapat surat edaran terbaru dari Dinas Pendidikan Kota Tangsel yang menginfokan bahwa guru boleh mengajar via daring dari rumah. Dan hingga sampai saat ini ---tulisan ini dibuat---, saya dan teman guru yang lain tetap memberi tugas daring dari hari Senin sampai Sabtu dan terus menerus hingga berakhirnya masa Social Distancing nanti ataupun hingga Tahun Pelajaran 2019 -- 2020 selesai. Selama proses kegiatan belajar mengajar lewat daring ini, saya dan teman guru yang lain bercerita tentang respons-respons dari wali murid ataupun muridnya di grup Whatsapp. Ada wali murid yang senang karena anaknya menjadi rajin menggunakan gawai untuk belajar dibanding menonton video-video Youtube. Ada juga wali murid yang mengeluh karena biasanya menggunakan gawai untuk Whatsapp saja, kali ini digunakan untuk membuka Google Classroom atau Google Form. Ada juga yang sampai membuat pantun. Ini pantunnya:

Dari Murid yang Lagi Belajar Di Rumah

Beli celana di Pasar Baru
Terkena paku di segala penjuru
Wahai Corona cepatlah berlalu
Sebab mamaku tak cocok jadi guru

Sudah pasti bukan kanguru
Karena bulunya berwarna merah
Mamaku tak cocok tuk jadi guru
Sebab ngajarnya selalu marah-marah

Ikan tuna dan ikan lohan
Bila beradu Si Tuna kalah
Wahai Corona pulanglah ke Wuhan
Kami rindu ibu bapak guru di sekolah

Ikan tuna masak di panci
Kalau ditutup matang merata
Wahai Corona cepatlah pergi
Mama dah tak sanggup beli kuota.

Lucu dan kreatif sekali bukan?

***

Saya rasa kita selalu sepakat dengan pepatah "Everything happen for a reason". Di kondisi yang tidak kondusif seperti saat ini, banyak hikmah yang bisa kita ambil. Contohnya, meningkatnya kepedulian terhadap kebersihan ataupun orang tua yang bisa menghargai waktu bersama anaknya. Selain itu, dari pengalaman saya di atas, hikmah yang saya rasakan adalah kita semua mau tidak mau harus mengikuti mengikuti perkembangan zaman. Kita semua dituntut untuk lebih mahir dan bijaksana dalam menggunakan gawai. Sir Allama Muhammad Iqbal, dalam pemikiran eksistensialismenya, menerangkan tujuan ego yaitu menjadi sesuatu yang berubah terus menerus (berkembang). Setelah tujuan itu tercapai, maka kita baru bisa disebut sebagai manusia yang eksis (ada). Manusia yang tidak lenyap oleh zaman. Untuk menjadi sesuatu yang berkembang, haruslah punya alasan yang kuat agar kita konsisten. Pada akhirnya, hanya ada satu hal yang paling mendasar yang bisa kita jadikan motivasi untuk terus berkembang. Hal itu adalah "Cinta".

Punyailah cinta, berkembanglah, lalu menjadi ada.

(tulisan ini sudah dipublikasikan pada buku antologi #DiRumahAja yang diterbitkan oleh instagram @nulisyuk)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun