Unconditional Love
Film ini sejatinya bertutur tentang gambaran cinta yang tak lekang oleh waktu. Jika dibilang cinta tanpa syarat, mungkin juga ada benarnya.
Sunderland adalah kota yang pernah jaya di tahun 40-50 an, kala itu Ia menjadi kota terbesar penghasil Kapal di pesisir Inggris. Hampir semua keluarga yang ada di Sunderland memiliki anggota keluarga yang bekerja di Galangan Kapal.
Sayangnya setelah tahun 1960an kejayaan tersebut perlahan meninggalkan Sunderland. Kota yang dahulu kaya berubah menjadi kota yang berjuang untuk hidup.Â
Satu-satunya yang memberi mereka semangat untuk hidup adalah klub bola mereka. Sunderland pernah Jaya, pernah juga terpuruk.
Fans mereka rata-rata sudah menjadikannya bagian tak terpisahkan dari hidup mereka. Tentu saja mereka berteriak, marah, jengkel, kesal, saat timnya kalah dan menunjukkan permainan yang buruk. Namun mereka tetap datang ke pertandingan selanjutnya berharap mereka akan menang.
Walau akhirnya lebih banyak kecewanya, mereka tetap setia, jargon 'Sunderland 'Til I Die' bukan hanya omong kosong bagi mereka.
Musim 2017-2018 yang dijalani Sunderland menjadi salah satu ujian berat untuk Fans. Bertubi-tubi kekalahan yang didera diperparah dengan masalah diluar lapangan dan di dalam lapangan yang membuat sebagian dari mereka berfikir bahwa hubungan antara fans dan klub di masa-masa itu seperti hubungan dengan pasangan yang buruk.
Mereka tahu mereka akan sakit hati, tapi mereka tetap setia. Mereka tetap hadir, mendukung timnya di setiap pertandingan.
Harapan Baru
Di pertengahan musim, karena performa tak kunjung membaik, Tim memutuskan untuk mengganti pelatih. Pelatih yang baru, digadang-gadang dapat membawa Tim menuju arah yang lebih baik.
Chris Coleman, mantan pelatih timnas Wales memiliki track record yang luar biasa kala membawa Timnya naik dari peringkat 100an dunia menjadi 10 besar dunia. From zero to hero, pas seperti yang diharapkan Sunderland.Â