Mohon tunggu...
Wahyudi Nugroho
Wahyudi Nugroho Mohon Tunggu... Freelancer - Mantan MC Jawa. Cita-cita ingin jadi penulis

Saya suka menulis, dengarkan gending Jawa, sambil ngopi.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Dari Sebuah Ketinggian

9 Oktober 2024   17:01 Diperbarui: 10 Oktober 2024   13:33 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokpri

Raja ini punya kepribadian unik. Semula ia tampil dimata rakyat dengan sempurna, polos- lugu- sederhana, mampu menghipnotis mata dan pikiran rakyat untuk menjadikannya idola. Melahirkan harapan, kerongkongan rakyat terbasahi air kesejahteraan setelah kering kerontang hidupnya.  

Individu-individu pengagumnya kian banyak, dan bergumpal-gumpal menjadi kelompok-kelompok. Tiap kelompok membangun identitas dengan atribut yang khas. Nama, bendera, ikat kepala dan kaos, jadi penanda mereka pro dengan sang raja.

"Raja adalah kita." Jargon-jargon baru terbangun.

Tak heran jika ia dikerubungi banyak orang yang berebut berkah darinya. Rela mengorbankan harkat dan martabat kemanusiaannya untuk sekedar menjadi cawiker atau ceboker atas segala keganjilan-keganjilan kebijakannya.

Barangkali karena telah mengenyam betapa manisnya madu kekuasaan, raja negeri Konoha ini ingin memperpanjang jatah waktu kuasanya. Dengan sembunyi-sembunyi ia kas-kus (kasak-kusuk) kesana kemari mencari dukungan. 

Para buzzer pendukungnya giat penuh semangat menggaungkan suara di pelbagai media, bahwa sang idola layak untuk memperpanjang jatah waktu kuasa itu. Agar negeri Konoha cepat maju, menjadi salah satu mercusuar di Asia, rakyat pasti akan makmur sejahtera dan bahagia.

Namun segala jerih payah tak menuai hasil. Konstitusi negeri Konoha telah tegas membatasi waktu berkuasa raja. Kepala-kepala suku dan cerdik pandai penjaga konstitusi ini, masih waras otaknya. Mereka menggelengkan kepala menolak keinginan ganjil sang raja. Kepala suku merah khususnya, meski wanita dengan berani mengangkat tangan menyetop nafsu menggebu sang raja.

"Cukup !!! Jangan melampaui batas !!!!" Katanya.

Sang rajapun diam, tak berani berkata-kata. Di depan kalayak ia membantah menginginkan perpanjangan masa jabatan. Itu suara orang-orang yang ingin membeset mukanya, kilahnya.  Para pencari muka agar ia beri hadiah jabatan karena telah bersusah payah membantu memperjuangkan keinginan raja.

Meski telah ia tutup rapat semua celah agar orang tak bisa mengintip warna hatinya dengan kata-kata, tapi insting publik mulai ragu dengan segala gerak-gerik raja. Terlebih apa yang dikatakanya kini sering berbeda jauh dengan yang diucapkan esok dan lusa. 

Jika ia berkata 'ya' rakyat menafsirkan artinya 'tidak'. Jika 'tidak' bermakna sebaliknya 'ya'. Sang raja kehilangan kepercayaan sebagian rakyat terhadap esensi moral yang wajib dilakoninya, satunya kata dan perbuatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun