Emban abdi dalem pataya segera undur diri. Ia segera keluar dari istana dalam menuju tempatnya semula, duduk di antara para emban keputrian istana Giriwana.
Sebentar kemudian pangeran Erlangga nampak berjalan menuju kursi yang telah disediakan untuk beliau. Ia menoleh dan menatap kedua isterinya sebentar, nampak Galuh Sekar menganggukkan kepala. Barulah Pangeran Erlangga menatap putrinya yang telah siap melaksanakan ujian akhir latihannya dengan menari di depan ayahandanya.
Dewi Kilisuci menganggukkan kepala, saat kedua matanya bertemu pandang dengan tatapan mata ayahandanya. Pangeran Erlangga tersenyum dan menganggukkan kepala, kemudian beliau bertepuk tangan sebagai pertanda para niyaga segera mengganti irama gamelan sesuai gending pengiring tari bondan.
Gending pengiring segera mengalun dengan merdunya. Dengan luwes dan gemulai Dewi Kilisuci memasuki arena pagelaran. Tangan kanannya menenteng kendi, tangan kiri membawa payung yang telah terbuka di atas pundaknya. Ia menggendong sebuah boneka kayu dengan selendang sutra yang tersulam gambar-gambar bunga yang indah.
Semua yang menonton keluwesannya menari tersenyum, mata berbinar memancarkan rasa kagum, betapa dewi Kilisuci sangat gemulai menari. Tak ubahnya seorang ibu yang penuh kasih sayang terhadap bayinya, memperlakukan sang anak dengan lemah lembut penuh cinta. Gusti Putri Galuh Sekar meneteskan air mata, ia sangat terharu dengan keprigelan putrinya. Pangeran Erlangga juga terpesona dengan kemampuan anak sulungnya yang secara total menjiwai setiap gerak tarinya.
Ketika Dewi Kilisuci harus menaikkan kedua kakinya dipundak kendi, semua penonton ikut menahan nafas. Adegan itu tak mudah dilakukan jika tidak mampu mengendalikan keseimbangan tubuhnya. Namun ternyata gadis kecil itu ternyata mampu, iapun kemudian melenggak-lenggokkan tubuhnya dan menggerakkan tangan mengikuti irama gamelan.
Penontonpun bersorak ramai sekali. Pangeran Erlangga dan Gusti Putri Galuh Sekar ikut bertepuk tangan memberikan semangat kepada putri mereka.
Pagelaran tari Bondan itu berakhir menjelang matahari tenggelam diufuk barat. Gadis itu turun dari kendi dan membawa benda itu kembali dengan langkah yang gemulai. Teriring sorak gembira seluruh keluarga istana bersama para abdi dan emban-embannya.
Selang sebentar kemudian para jajar istana Giriwana mulai sibuk menyalakan obor penerang. Malampun turun perlahan, cahaya mentari tergantikan sinar obor yang bergerak-gerak tertiup semilirnya angin kemarau yang sejuk.
****
Setelah menerima laporan para telik sandi, Senopati Manggala bergegas menuju wisma yang ditinggali Senopati Narotama. Lelaki tangan kanan pangeran Erlangga yang masih membujang itu tengah duduk di balai tamu. Beberapa abdinya yang mengerubunginya tengah mengalunkan tembang.