"Tapi dalam pertempuran itu, menurut tanggapanku iapun sungguh-sungguh. Â Memang ia bergerak seperti orang yang tak paham ilmu kanuragan, tongkatnya dipeganginya dengan kedua tangan dan digerakkan secara sembarangan menyerang lawan=lawannya. Â Banyak anak buah Gagakijo yang meloncat mundur setelah tergebuk tongkatnya. Â Ada yang punggungnya kena pukulan, dada dan perut kena sabetan, dan seorang kakinya pincang terserampang tongkat bambu itu. Â Beberapa pedang lepas dari tangan anak buah Gagakijo setelah berbenturan dengan tongkatnya."
Ki Demang manggut-manggut mendengarkan cerita tambahan dari Sembaya. Â Ia tidak mendengar cerita semacam itu dari mulut Handaka anaknya.
"Bagaimana gerak-gerik anak itu di dusun Majalegi ? Â Apakah ada yang mencurigakan ?"
"Tidak Ki Demang. Â Pemuda itu amatlah rajin dan perilakunya sangat sopan. Â Sejak ia hidup bersama janda miskin bernama Mbok Darmi itu, kehidupan wanita itu segera berubah. Â Halaman rumahnya nampak bersih terawat. Â Tidak lagi ditumbuhi tanaman-tanaman liar tak berguna. Â Namun telah berganti dengan sayur mayur dan ketela yang bisa diambil mamfaatnya. " Â Jawab Ki Bekel.
"Banyak emak-emak yang bertandang ke rumah Mbok Darmi.  Mereka memuji pemuda yang tampan itu, kecuali  sopan dan rajin.  Bahkan ada yang bilang jika punya anak perempuan ingin sekali mengambil sebagai menantunya."  Lanjut Ki Bekel Majalegi.
Ki Demang Sentika mendengarnya dengan penuh perhatian.
"Pekerjaannya kalau pagi mencari kayu untuk persediaan kayu bakar di rumah. Â Konon juga dijual ke tetangga-tetangganya. Kalau siang mencari ikan dengan jala di sungai. Â Hasilnya jadi barang dagangan simboknya di pasar." Â Imbuh Sambaya.
Ki Demang semakin tertarik dengan pemuda itu.
"Jadi kesimpulan kalian pemuda itu tidak berbahaya bagi keselamatan kademangan kita ?"
Kedua orang tamunya bersamaan menganggukkan kepalanya.
"Belum kami temukan tanda-tanda yang mencemaskan Ki Demang." Â Jawab Ki Bekel.