Sembada diam meredakan getaran hawa saktinya. Â Dan menariknya kembali masuk jantungnya. Â Kemudian ia mengamati batu hitam yang telah hancur itu. Â Ia menarik nafas dalam. Â Ia mengucap syukur kepada Hyang Agung telah dikaruniai ilmu yang dahsyat itu.
Sembada mencium tangkai cambuknya yang berbau wangi karena sering diolesinya dengan minyak melati.
Sembada duduk sebentar di atas sebuah batu. Â Ia pandangi air yang mengalir pelan di bawahnya. Â Ketika ayam telah berkokok berulang kali ia segera melompat ke tebing sungai. Â Sebentar lagi matahari akan segera memancarkan sinarnya ke bumi.
Sampai di rumah ia langsung ke pakiwan. Â Dengan timba dari bambu petung ia mengisi bak mandi sampai penuh. Â Sebentar lagi simboknya tentu akan bangun, untuk pergi ke pasar menjual ikan hasil tangkapannya.
Pemuda itu mengambil sapu lidi dari tangkai daun aren yang didapatnya dihutan saat mencari kayu. Â Ia bersihkan halaman rumah bagian depan, sisi kanan dan kiri rumah serta belakang. Â Baru ia baringkan tubuhnya di amben bambu depan rumah.
Ketika Simboknya keluar rumah hendak pergi ke pasar, Sembada tertidur dengan nyenyaknya. Â Wanita itu tidak mau mengganggunya, ia biarkan anaknya yang mungkin tidak tidur semalam, karena harus ikut menjaga dusun Majalegi di gardu perondan.
Wanita itu berjalan meninggalkan rumah, sambil mendendangkan tembang pucung dengan lirih. Â Suaranya merdu membelah kabut pagi.
Ngelmu iku, kalakone kanthi laku
Lekase klawan khas
Tegese khas nyantosani
Setya budya pangekese dur angkara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H