Sembada bergegas mengayunkan langkahnya menuju ke sebuah pasar. Â Di sana banyak tempat untuk sekedar berteduh. Siang hari para pedagang tentu sudah pergi, pulang ke rumah masing-masing setelah esok bekerja keras.
Namun pemuda itu terpana melihat kondisi pasar. Â Banyak bangunan yang juga rusak dan roboh. Â Jika dulu di depan pasar itu berderet pedagang membuka toko, sekarang tinggal beberapa gelintir yang bertahan. Â Jumlah dagangan mereka juga tidak lagi penuh, hanya seperempat atau separo dari masa lalu.
Ia masuk pasar untuk melihat keadaan di sana. Â Suasananya sepi sekali, seperti kuburan. Â Hanya ada seorang pedagang makanan yang masih menjajakan dagangannya.
Sembada menghampiri kedai makanan itu. Â Ia lantas duduk di atas tikar yang digelar dekat meja tempat berdagang.
"Mau makan apa Nakmas ? Â Nasi pecel, tumpang, apa nasi rames. Â Ramesnya pakai telur bebek, besar-besar. " Â Simbok bakul itu menawarkan dagangannya.
"Nasi pecel saja Mbok. Â Ada rempeyek Mbok ?"
"Ada Nakmas. Â Rempeyek ikan wader kali. Â Gurih."
"Baik Mbok. Â Beri lauknya yang banyak. Â Wadahi pincuk sendiri Mbok rempeyeknya."
"Minumnya apa Nakmas ?"
"Wedang sere kalau ada."
"Ada Nakmas. Â Wedang jeruk dan kopi juga ada."