Mohon tunggu...
Wahyudin Tamrin
Wahyudin Tamrin Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Negeri Makassar

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Berharap Secara Berlebihan Itu Menyakitkan

6 September 2023   21:41 Diperbarui: 6 September 2023   21:47 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY terlalu berharap jadi pendamping Anies Baswedan di Pilpres 2024. Tapi, realita berkata lain. Anies malah memilih Muhaimin Iskandar.

Padahal, harapan AHY sudah sangat besar. Beberapa kesempatan, ia sudah setia mendampingi Anies Baswedan.

Saat Anies berangkat dan pulang haji, AHY meluangkan waktu khusus untuk menjemput mantan Gubernur DKI Jakarta itu di bandara. 

Bahkan, AHY sudah merilis lagu untuk koalisi perubahan dan perbaikan pada pertengahan Agustus.

"Sudah saat dan waktunya. Kita raih kembali kemenangan. Dan kini tiba lah kita. Memperjuangkan perubahan dan perbaikan. Untuk Indonesia." demikianlah sepenggal lirik lagu yang dipersembahkan AHY untuk koalisinya.

Lagi-lagi harapan AHY terlalu tinggi. Sehingga, saat Anies memilih Cak Imin, AHY bersama kadernya benar-benar kecewa dan sakit hati.

Kekecewaan itu disampaikan AHY melalui konferensi pers pada 1 September lalu. 

"Saya bisa memahami dan merasakan apa yang ada di hati dan pikiran kader demokrat. Berkecamuk. Juga beraduk antara marah, kecewa, juga sedih," kata AHY.

"Ada yg memilih diam, tapi tidak sedikit yang mengekspresikannya di ruang publik," AHY menambahkan.

Tapi apa boleh buat. Nasi sudah jadi bubur. Waktu tidak bisa diputar kembali. Apalagi Anies dan Muhaimin sudah mendeklarasikan diri sebagai capres dan cawapres.

AHY, SBY, juga kader Partai Demokrat merasa dikhianati. Anies Baswedan dianggap tidak berkomitmen terhadap kesepakatan yang telah dibangun bersama Partai Demokrat, Nasdem, dan PKS.

"Yang kita rasakan sekarang ini, mereka tidak sidiq, tidak jujur, tidak amanah, berarti tidak bisa dipercaya, dan mengingkari hal-hal yang telah disepakati. Tidak memegang komitmen dan janji-janjinya," kata SBY.

Wajar SBY menyatakan seperti itu. Merasa dikhianati. Toh dia juga manusia yang punya perasaan.

Bukankah selama ini politik di Indonesia memang seperti itu?

Soal khianat mengkhianati adalah hal biasa dilakukan oleh para politisi kita. Kawan bisa jadi lawan. Begitupun sebaliknya. Tidak ada musuh abadi dalam politik. Yang ada hitung-hitungan untung rugi.

Persoalan ini sempat disindir oleh seorang politisi melalui status di Facebook.

"Bicara khianat dalam politik, ibarat bicara dalil di depan orang lapar," kata politisi itu yang juga ingin menjadi wakil rakyat.

Kita tunggu bagaimana drama politik selanjutnya. Apakah Partai Demokrat akan merawat ke koalisi PDIP atau ke koalisi Partai Gerindra?

Mungkinkah AHY yang selama ini gencar menyuarakan perubahan dan perbaikan, merapat ke koalisi yang tidak ingin perubahan tetapi melanjutkan program Jokowi?

Kita lihat dinamikanya kedepan seperti apa. Yang jelas, jika tidak ingin kecewa, jangan terlalu berharap. Apalagi sama politisi yang selalu mengumbar janji.

Berharaplah kepada sang pencipta yang selalu menepati janjinya.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun