Indikatornya adalah penangkapan beberapa aktivis pendukung salah satu kontestan di pihak yang lainnya sebelum perhelatan akbar itu, cukup menguatkan memori masyarakat yang antipati kepada kepolisian.
Begitu juga dengan aksi dan reaksi dua kelompok kepentingan yang mendukung dan menolak Irjen Pol. Firli dan kawan-kawan selaku pimpinan komisioner KPK yang baru.
Kisruh tersebut harus menjadi penyemangat dan motivasi kepolisian di bawah kepemimpinan Jenderal Idham Azis untuk memacu jajarannya terutama di bidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dari tingkat pusat yaitu Mabes Polri sampai tingkat yang terbawah.
Jika fungsi Tipikor dapat didayagunakan dan dimaksimalkan peran dan fungsinya, maka KPK sebagai lembaga adhoc dan lembaga trigger dari Kepolisian dan Kejaksan dalam upaya pemberantasan korupsi akan dengan sendirinya bisa teratasi.
Diskursus publik dan aksi serta reaksi atas terpilihnya Irjend Pol. Firli dan komisioner lainnya serta pengesahan revisi UU KPK pasca Pilpres 2019 dianggap oleh sebagian kelompok masyarakat bagian dari upaya memperlemah KPK dan ketidakberpihakan Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Di pihak yang lainnya menganggap bahwa keterpilihan komisioner KPK yang baru terutama dengan terpilihnya Irjend. Pol Firli dari unsur kepolisian sebagai ketua, merupakan energi untuk lebih mensinergikan upaya pemberantasan korupsi bagi Polri dan juga KPK.
Dengan begitu. tugas-tugas pencegahan, penindakan, supervisi, dan koordinasi antarlembaga pemberantasan korupsi akan berjalan dengan semestinya sesuai yang dikehendaki oleh konstitusi dan perundangan yang ada.
Begitupun dengan revisi UU KPK yang baru. Di satu pihak, Pemerintah (Presiden) dan DPR serta sebagian kelompok sipil masyarakat berharap, UU tersebut dapat menjadi acuan bagi KPK agar pemberantasan korupsi tidak serampangan, mengikuti kaidah hukum positif Indonesia dan pola pemberantasan korupsi internasional.
Hal tersebut guna pemberantasan korupsi yang benar-benar adil, humanis, dan berorientasi kemanusiaan, bukan sekadar penghukuman.
Namun di pihak lainnya, para komisioner yang sedang menjabat dengan dukungan kelompok sipil masyarakat, media, dan beberapa penggiat anti korupsi memandang revisi UU KPK yang baru dianggap sebagai upaya memperlemah KPK, tidak pro-pemberantasan korupsi dan upaya melindungi para pejabat koruptor.
Polemik inilah yang perlu menjadi atensi khusus bagi para pembantu presiden yang baru. Terutama lembaga bidang penegakan hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) untuk memberikan bukti kepada masyarakat dan bangsa Indonesia, bahwa pemerintah benar-benar punya visi dan misi besar dalam pemberantasan korupsi menuju Indonesia Maju.