Sedangkan dipihak lain, sebahagian kecil kelompok masyarakat sipil menganggap poligami  merupakan bentuk penindasan terhadap kaum perempuan, menyandera hak-hak perempuan dan bentuk perlakuan tidak adil bagi perempuan.
Untuk itulah kepada para tokoh dan penggiat hak-hak sipil agar dapat berhati-hati menggunakan narasi-narasi kegamaan di ruang publik. Sebagai yurispundensi, kasus Ahok yang banyak menyita perhatian publik menjelang Pilgub Jakarta salah satu contohnya. Akibat Ahok (bukan Muslim) membangun narasi agama ( QS. Al Maidah 51) membuat banyak orang marah.Â
Narasi agama biarlah menjadi domainnya penganut-penganut agama dimaksud, jangan menyeberang. Akhirnya kita menjadi repot. Begitu juga ketika Grace Nathalie membangun kampanye Tolak Poligami untuk kemenangan partainya membuat jagad tanah air ribut.
Ya, karena Grace Nathalie telah "off side", karena seorang Grace Nathalie yang cantik dan cerdas itu dan Seorang tokoh politik nasional yang bukan muslim, namun berbicara narasi-narasi kegamaan (Islam) seperti poligami. Ya, Ribetlah kita.
Sesungguhnya diruang publik tidak perlu ribet jika kita tahu diri tentang masing-masing maqam (tempat) kita berada. Karena poligami adalah hak, serahkanlah kepada pemilik hak. Apakan syarat & rukun pernikahan (poligami) itu  telah ternunaikan, jika tidak terpenuhi jangan berpoligami.Â
Namun jika persyaratan atas poligami telah ternunaikan dan anda ingin menggunakan itu, ambillah hak itu, tanpa harus memaksa atau dipaksakan orang lain. Seperti hak nya masyarakat sipil Indonesia.Â
Mereka berhak untuk dipilih dan memilih sebagai calon wakil rakyat. Jika anda mememerlukan atau mempunyai kepentingan untuk memilih, ya gunakan hak pilih anda. Tetapi bagi sebahagian orang yang merasa tidak mempunyai kepentingan dan keuntungan dalam memilih, mereka tidak menggunakan hak pilihnya. Ya itulah hak. Boleh iya, boleh tidak. Boleh digunakan, boleh tidak digunakan.
Sama halnya dengan saya, sedikitpun tidak terbersit dialam pikiran saya untuk memperistri lebih dari satu atau dua orang dalam ikatan pernikahan saya. Tetapi saya tidak akan pernah  menolak konsep poligami. Begitupun kepada saudara-saudara saya terutama kaum Hawa.Â
Jika anda tidak mau dipoligami, jangan tantang poligaminya atau jangan anda anggap poligami itu terlarang, Â tetapi tantanglah pasangan anda ( suami) Â untuk tidak me " madu" anda atau mempoligami anda. Karena agama membolehkannya. Sederhana bukan. Kan tidak ribet.
Sekali lagi poligami ini soal hak (Ibahah/Mubah), bukan soal perintah ( Wujub/Wajib), atau larangan ( Tahrim/Haram) atau juga bukan anjuran (Mandhub/Sunnah). Jadi ini soal pilihan orang.Â
Maka jangan dilarang orang untuk berpoligami, atau menganjurkan orang lain untuk menolak dan melarang poligami. Yang perlu didorong adalah  pemenuhan hak-hak pasangan poligaminya, jika ia merasa mampu untuk memenuhi persyaratan yang disyari'atkan oleh agama.