Mohon tunggu...
Muhammad Wahyudi Azzukhruf
Muhammad Wahyudi Azzukhruf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Menggeluti Musabaqah Fahmil Qur'an (MFQ)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Musabaqah Fahmil Qur'an: Memahami atau Sekadar Menghafal? Tinjauan Taksonomi Bloom

27 Oktober 2024   09:09 Diperbarui: 27 Oktober 2024   15:00 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bank Soal MFQ (Dokpri)

Musabaqah Fahmil Qur'an (MFQ) atau yang lebih dikenal sebagai Cerdas Cermat Qur'an (CCQ) adalah sebuah kompetisi yang memposisikan Al-Qur'an sebagai inti materi. Dalam format cerdas cermat ini, setiap tim peserta diuji kemampuannya untuk menjawab serangkaian soal terkait Al-Qur'an, dari hafalan ayat hingga materi pengetahuan keislaman lainnya. Tapi, mari kita bertanya: sejauh mana peserta MFQ benar-benar memahami materi yang dipelajari? Atau, apakah mereka hanya menghafal tanpa memahami lebih dalam?

Sebagai seorang yang sudah cukup sering menjadi peserta MFQ, saya merasa tertarik untuk menelaah lebih dalam, sebenarnya sejauh mana tingkat kesulitan dan pemahaman soal-soal yang diajukan di dalamnya. Mungkin Anda juga pernah melihat peserta yang menjawab cepat dan tampak begitu menguasai materi. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah--apakah mereka sekadar mengingat jawaban atau benar-benar memahami makna dan konteks dari jawaban itu? Sebagai mahasiswa fakultas pendidikan, saya akan menggunakan sudut pandang pendidikan untuk membahas ini.

Taksonomi Bloom

Dalam dunia pendidikan, kita mengenal tiga ranah utama: pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pada ajang MFQ, aspek yang paling dominan adalah pengetahuan, dengan sebagian kecil keterampilan, misalnya pada soal menghitung waris atau mempraktikkan irama nagham.

Ketika membahas ranah pengetahuan, kita mengenal teori masyhur yang disebut "Taksonomi Bloom." Teori ini membagi tingkatan pengetahuan menjadi enam level: menghafal (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Dalam praktiknya, MFQ idealnya tidak hanya berhenti pada hafalan (C1) tetapi juga mencakup tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, mengingat nama lombanya adalah "Fahm al-Qur'an", memahami Al-Qur'an.

https://uptdsmpn3bangkalan.sch.id/blog/apa-itu-taksonomi-bloom/ 
https://uptdsmpn3bangkalan.sch.id/blog/apa-itu-taksonomi-bloom/ 

Tingkatan Soal dalam MFQ: Sekadar Menghafal atau Memahami?

Berdasarkan pengamatan saya terhadap beberapa bank soal MFQ, terlihat bahwa soal-soal yang diberikan mencakup beragam tingkatan, dari menghafal (C1) hingga menganalisis (C4). Sebagai contoh, berikut adalah beberapa contoh soal sesuai dengan tingkatan Taksonomi Bloom:

  • Menghafal (C1): "Apa nama lain dari surah Al-Isra'?" Mudah bukan? Ini hanya butuh hafalan.
  • Memahami (C2): "Berkenaan dengan siapa ayat berikut ini dan apa kisah yang terkandung di dalamnya?" Di sini, pemahaman lebih dibutuhkan.
  • Menerapkan (C3): "Pak Ahmad mempunyai seorang isteri, seorang anak perempuan, dan dua orang anak laki-laki. Berapakah zakat fitrah yang harus dikeluarkan Pak Ahmad?" Coba pikirkan cara menghitungnya.
  • Menganalisis (C4): "Sebutkan hukum tajwid yang terdapat pada ayat berikut...!" Bagian ini membutuhkan penguasaan teori dan kemampuan analisis.

Sekilas, soal-soal ini tampak menguji lebih dari sekadar hafalan. Tetapi, bagaimana praktiknya di lapangan?

Praktik yang Terjadi: Fenomena "Copy-Paste" Soal dan Efeknya

Meskipun soal-soal MFQ dirancang dengan variasi tingkatan, sayangnya dalam praktiknya, tingkatan-tingkatan ini sering kali tidak memberikan dampak yang berarti. Mengapa? Sebagian besar event MFQ menggunakan soal yang mengacu pada Bank Soal MTQN (Musabaqah Tilawatil Qur'an Nasional). Namun, sering kali, soal-soal tersebut diambil mentah-mentah atau di-copy-paste langsung dari bank soal itu, dan para peserta pun hanya menghafalnya secara rutin tanpa harus memahaminya.

Sekarang, coba bayangkan Anda sebagai peserta yang sudah menghafal soal dan jawaban yang ada. Ketika soal yang sama persis keluar di kompetisi, apakah Anda perlu berpikir panjang? Tentu saja tidak. Dampak dari hal ini adalah terjadinya apa yang dijuluki sebagai "Musabaqah Hifzhis Su'al" atau "kompetisi menghafal soal." Walaupun soal terlihat kompleks dan seolah membutuhkan pemahaman mendalam, sebenarnya semua itu hanya hafalan.

Anda mungkin pernah melihat, di babak lontaran atau adu cepat, soal baru dibacakan dua atau tiga kata, tetapi peserta sudah memencet bel dan menjawab dengan benar. Padahal, soal itu masih buram dan arah jawabannya belum jelas. Namun, jawaban mereka selalu tepat, karena sudah dihafalkan dari Bank Soal yang tersedia.

Misalnya, soal baru dibacakan dengan "Warga negara Indonesia...", bel sudah berbunyi, dan peserta menjawab dengan melafalkan QS. An-Nisa' ayat 58. Terkesan tidak nyambung bukan? Namun, itulah jawaban yang benar. Padahal soal utuhnya terdiri dari tiga kalimat panjang, tetapi hanya dengan mendengar beberapa kata awal, jawaban sudah diketahui.

Seorang profesor saya pernah berkata, "Soal hanya mencapai tingkat hafalan jika pertanyaannya sama persis dengan yang sudah dipelajari." Dengan kata lain, meskipun soal di atas kertas tampak membutuhkan penalaran, jika pertanyaannya sama persis dengan yang sudah dihafal, maka ia hanya berada di tingkat hafalan (C1).

Mengembalikan Makna MFQ

Fenomena menghafal soal memang sudah menjadi hal lumrah di MFQ, bahkan sampai muncul candaan bahwa seharusnya nama lomba Musabaqah Fahmil Qur'an diubah menjadi Musabaqah Hifzhis Su'al. Namun, harapannya tentu pelaksanaan MFQ dapat lebih dari itu---sebuah ajang yang bukan hanya menguji hafalan, tetapi juga pemahaman, penerapan, dan kemampuan analisis materi Al-Qur'an.

Sejalan dengan hal ini, MTQN sendiri memberikan contoh praktik yang lebih ideal. Pada ajang tersebut, peserta diberikan silabus dengan kisi-kisi materi dan referensi tanpa menampilkan soal spesifik. Dengan cara ini, peserta diharapkan memahami konsep dan materi secara mendalam, bukan sekadar menghafal soal. Model MFQ seperti inilah yang membuat MTQN menjadi event paling berkesan bagi saya.

Bentuk Silabus MFQ pada MTQN 2022
Bentuk Silabus MFQ pada MTQN 2022

Sebagai catatan penutup, penulis berharap di masa mendatang, MFQ bisa kembali pada esensinya, menjadi ajang yang benar-benar menguji pemahaman Qur'ani secara menyeluruh, dan tidak hanya berfokus pada hafalan. Keresahan ini tampaknya juga dirasakan oleh banyak pihak lain yang menginginkan MFQ menjadi lebih dari sekadar kompetisi hafalan. Pembaruan dalam cara penyusunan soal sangat dibutuhkan agar tujuan utama MFQ sebagai ajang memahami dan menghidupkan nilai-nilai Al-Qur'an benar-benar tercapai.

Sekian, Terima kasih...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun