Perpustakaan adalah Jantung Sekolah! Jargon ini sudah menjadi sesuatu yang terlalu generik, karena seringnya dikutip. Tetapi, seperti kebanyakan hal di negara ini, kata-kata tersebut masih berupa pemanis saja. Bagus sebagai sebuah jargon, namun banyak sekolah yang tidak belum mampu mengaplikasikannya.Â
Pengalaman saya ketika berkunjung ke beberapa sekolah negeri di daerah, banyak perpustakaan sekolah yang "sekedar ada". Buku yang dikoleksi juga kebanyakan buku-buku pelajaran, sedikit sekali menyisakan ruang untuk buku-buku fiksi terbaru.
Ada banyak penyebab mengapa sekolah kesulitan membangun perpustakaan dengan baik. Salah satunya adalah sarjana di bidang ilmu perpustakaan masih sedikit.Â
Kalaupun ada, jarang sekali sarjana perpustakaan yang ingin terjun ke perpustakaan sekolah karena tidak menjanjikan gaji yang cukup. Sekolah nasional plus dan sekolah internasional adalah sebuah pengecualian di sini karena mereka memiliki dana yang cukup kuat. Pelatihan di bidang perpustakaan juga jarang sekali di adakan.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk membahas teknis manajemen perpustakaan, karena sudah banyak yang membahas dan saya tidak cukup percaya diri untuk membahasnya di sini.Â
Saya berupaya untuk berbagi ide dengan rekan-rekan guru dan pengelola perpustakaan sekolah berdasarkan pengalaman penulis menjadi pustakawan sekolah.
Ubah Sudut Pandang
Pengelola perpustakaan sekolah (pengelola di sini bukan hanya pustakawan, tetapi juga kepala sekolah) perlu memposisikan perpustakaan sekolah selayaknya sebuah kios yang posisinya berada di tengah sebuah pasar.Â
Siswa dan guru diibaratkan sebagai pembeli yang menuju pasar. Karena posisi kios berada di dalam, pengelola kios harus melakukan berbagai cara agar pembelinya mengetahui keberadaannya dan membeli produk yang dijual. Kuncinya adalah pada promosi, promosi, dan promosi. Begitu juga dengan perpustakaan sekolah.Â
Pengelola perpustakaan perlu kreatif melakukan berbagai kegiatan rutin yang bertujuan agar banyak dikunjungi dan sirkulasi peminjaman buku menjadi tinggi.
Agar sebuah kios produknya laku terjual, pengelola kios perlu menjual sesuatu yang sedang tren. Perpustakaan sekolah juga perlu melakukan hal yang sama. Koleksi perlu di update, atau dipromosikan dengan cara kekinian.Â
Pengelola kios juga perlu memastikan barang yang dijual memiliki kualitas yang bagus, karena pembeli hanya membeli produk yang baik sesuai kebutuhan mereka. Jadi, untuk menjamin kualitas koleksi, perpustakaan perlu memiliki tim seleksi yang baik agar koleksinya berkualitas dan tingkat keterpakaiannya tinggi. Menurut Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional, perbandingan buku non-fiksi dan fiksi di tingkat sekolah dasar adalah 60% dan 40%.Â
Saya lebih setuju jika itu dibalik: 60% buku fiksi : 40% buku non-fiksi, karena bagi banyak pembaca, cerita yang dihadirkan pada buku fiksi menjadi lebih menarik sebagai bacaan dibandingkan buku non-fiksi. Perbandingan 60% buku fiksi dan 40% buku non-fiksi juga direkomendasikan oleh South Carolina Department of Education dalam panduannya yang terbit pada tahun 2012.
Jika ingin pembeli betah berlama-lama di sebuah kios, kios tersebut harus menarik, memiliki pencahayaan dan sirkulasi udara baik, serta musik yang nyaman di dengar. Perpustakaan sekolah juga perlu melakukan itu. Pengaturan perabot, cat dan dekorasi ruangan mesti memberikan jaminan kenyamanan bagi penggunanya.
Buatlah koran sekolah
Pengelola perpustakaan sekolah perlu berpikir lebih jauh, bahwa perpustakaan sekolah tidak hanya menyediakan sumber bacaan saja, tetapi juga mewadahi siswa dan guru yang ingin berkarya.Â
Koran sekolah menjadi etalase karya guru dan siswa berupa cerpen, reportase kegiatan sekolah, gambar siswa, aktivitas di kelas, ulasan buku cerita, dan lain sebagainya.Â
Pustakawan juga bisa memanfaatkan koran sekolah untuk mempromosikan koleksi terbaru. Sebagaimana pengalaman saya mengelola koran sekolah dulu, setiap siswa atau guru bangga sekali jika karyanya ditampilkan di koran sekolah.
Jadwal Kunjungan Rutin
Sekolah perlu memastikan adanya jam kunjungan rutin untuk setiap kelas ke perpustakaan setiap minggunya. Jam rutin ini bisa menggunakan jam pelajaran bahasa, atau lainnya yang disepakati oleh sekolah.Â
Pada jam kunjungan rutin ini, guru tidak hanya mendampingi siswa untuk melakukan peminjaman atau pengembalian buku, tetapi bisa juga diisi dengan melakukan kegiatan mendongeng. Guru juga perlu sesekali membuat rencana pembelajaran yang meminta siswa untuk melakukan penelusuran literatur di perpustakaan.
Adakan Kuis
Tempelkan sebuah pertanyaan sederhana yang jawabannya ada di dalam salah satu buku yang dikoleksi perpustakaan sekolah. Pertanyaan dibuat dengan tingkat kesulitan yang berbeda, sesuai dengan tingkat kelas siswa yang membacanya. Sediakan satu boks tepat di samping pintu masuk perpustakaan sekolah agar siswa mudah memasukkan jawaban mereka.Â
Dalam periode tertentu (misal 1 minggu atau dua minggu sekali) boks tersebut dibuka dan diundi. Nama pemenang diumumkan di hadapan seluruh siswa (misal di tengah upacara bendera atau kegiatan pramuka). Pemenang akan mendapatkan hadiah yang sudah disiapkan oleh pengelola perpustakaan.
Sudut Promosi
Sudut promosi dapat berupa meja atau rak untuk memajang buku-buku tertentu. Buku-buku yang dipajang tidak harus buku-buku yang baru dikoleksi oleh perpustakaan, tetapi bisa saja buku lama yang menampilkan tema tertentu.Â
Pengelola perpustakaan perlu merencanakan dalam periode tertentu, tema apa saja yang akan diangkat untuk sudut promosi. Untuk memudahkan tema yang diangkat, agar aktual pengelola perpustakaan perlu melihat hari-hari yang diperingati pada bulan tertentu.Â
Misalnya untuk memperingati hari bumi di bulan april, buku-buku fiksi dan non-fiksi bertema lingkungan hidup bisa dipajang di sudut promosi. Sudut promosi juga tidak terbatas hanya di perpustakaan saja, tetapi bisa dibuat di koridor sekolah, atau tempat lain yang cukup strategis.
Pengelola perpustakaan perlu mengadakan acara tahunan yang menjadi puncak kegiatan literasi sekolah. Acara tahunan dapat memanfaatkan momentum bulan bahasa, hari pendidikan, atau hari buku anak sedunia. Agar menarik, acara tahunan ini perlu dilakukan secara meriah dalam bentuk festival.Â
Pengalaman saya di sekolah yang lama mungkin bisa dicontek. Pada festival literasi itu, ada banyak kegiatan dalam satu minggu. Sekolah mengundang pendongeng untuk bercerita di depan seluruh siswa dan di waktu yang berbeda mengadakan pelatihan mendongeng untuk  orang tua murid. Sekolah juga mengadakan lomba menghias pintu kelas seperti sampul buku.Â
Setiap kelas boleh memilih sampul buku yang ada di perpustakaan, lalu pintu kelas dihias semirip mungkin seperti sampul buku yang mereka pilih. Semarak sekali, karena sepanjang koridor, ada begitu banyak sampul buku raksasa. Selain itu, pada acara festival tersebut, siswa memiliki jurnal membaca masing-masing.Â
Dalam jurnal tersebut, siswa menuliskan judul buku, pengarang, isi cerita, dst. yang menjadi laporan kegiatan membaca mereka untuk guru dan orangtua. Memang perlu dana yang tidak sedikit untuk penyelenggaraan festival ini, namun dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah seharusnya hal ini tidak menjadi kendala berarti.
Pasti ada banyak ide kreatif lain dari rekan-rekan pustakawan sekolah di Indonesia. Semoga jargon perpustakaan adalah jantung sekolah tidak hanya sekedar penghias dinding perpustakaan sekolah, tetapi menjadi sesuatu yang terlaksana. Salam literasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H