Mohon tunggu...
Wahyudi Iswar
Wahyudi Iswar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN Pemprov Sulbar

Silaturahim

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dinamika dan Tindakan Kolaborasi Penanganan 4+1 di Sulbar

6 November 2023   23:33 Diperbarui: 6 November 2023   23:40 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kata kolaboratif sangat familiar bagi ASN. Menjadi satu dari tujuh nilai dasar ASN dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa. Kata ini sering mengemuka di ruang diskusi non formal maupun pertemuan formal di Pemprov Sulbar. Yang cukup unik, kerap kali masih saja ada menyembul amatan personal dengan suara pelan ataupun lantang yang menyerukan : "Kolaborasi itu gampang diucapkan namun nyatanya sulit dilaksanakan". Adakah keliru dari ujaran ini ?

Kolaborasi kembali mengemuka pada apel virtual koordinasi Pemprov Sulbar Senin, 23 Oktober 2023. Sekretaris Provinsi Sulbar, DR. Muh. Idris saat menyampaikan amanah tentang "Keluar dari Stigma Kabupaten ke Tujuh: Terapkan Continues Improvement". Sekprov mengurai bagaimana continues improvement sebagai pendekatan post modern administrasi publik menjadi jembatan untuk keluar dari masalah itu. Sekprov juga menyebutkan bahwa stigma itu muncul dipermukaan salah satunya oleh masih lemahnya kolaborasi.

Konsep yang juga terkait dengan kolaborasi adalah collaborative governance yang mengemuka pasca paradigma governance. Governance (Government, Private Sector, Civil Society) dirancang dan digunakan oleh negara-negara maju sekitar tahun 1980-an seiring dengan wacana dan praktek demokratisasi yang semakin maju serta respon atas efek  globalisasi.

Selanjutnya, konsep governance terbagi menjadi beberapa varian. Selain collaborative yang menonjolkan karakteristik proses kerjasama di antara actor, ada pula : good governance dengan penekanan pada prinsip-prinsip governance yang baik, network governance yang menunjukkan jejaring yang harus dijalin untuk mewujudkan governance, partnership governance  dengan keharusan kemitraan jangka panjang, New Public Governance yang memberikan penekanan  kritik New Public Management (NPM), dan sound governance  yang mengkritik bahkan membantah konsep good governance.

Munculnya collaborative governance dilatari kesadaran bahwa pemerintah atau satu badan publik tidak dapat mengandalkan hanya dengan kapasitas internal yang dimiliki. Ada keterbatasan, baik anggaran, sumber daya maupun kapasitas manajemen serta yang lainnya. Sementara, kolaborasi sendiri berasal dari kata co'labour yang berarti bekerja bersama. Muncul lebih dulu ketimbang istilah governance. Tepatnya sudah digunakan di abad ke 19 ketika industrialisasi berkembang yang menyebabkan meningkatnya pembagian kerja dan struktur organisasi. Dari sini, upaya yang dilakukan sejumlah aktor (individu atau organisasi) untuk mencapai tujuan bersama disebut dengan kolaborasi.

Proses kolaboratif dapat dilihat dengan sejauh bagaimana komponen kolaborasi bekerja. Yakni penggerakan prinsip bersama atau prinsip prinsip keterlibatan (Principled engagement), motivasi bersama (shared motivation) dan kapasitas untuk melakukan tindakan bersama (capacity for joint action). Tiga hal ini sering disebut sebagai komponen dinamika kolaborasi. Dua komponen lainnya: tindakan-tindakan kolaborasi dan komponen dampak sementara serta adaptasi sementara dari proses kolaborasi.


Prinsip bersama dalam organisasi kepemerintahan mungkin sudah dapat diperoleh dari panduan perilaku kolaboratif sebagaimana yang ada dalam nilai nilai BerAKHLAK.  Panduan Perilaku itu yakni:  Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi; Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah; Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama. Panduan perilaku ini secara substantif dapat dijadikan panduan perilaku organisasi untuk melaksanakan kerja kerja kolaboratif lintas OPD dan unit kerja.

Upaya kolaborasi dapat dipahami sebagai implementasi paradigma New Publik Servis (NPS) dalam administrasi publik. Sebuah paradigma yang sedikit agak berbeda dengan penerapan konsep yang lebih dulu ada, New Publik Manajemen (NPM). Salah satu perbedaaan itu, NPM bersemangat pada penerapan manajemen sektor privat (bisnis) ke pemerintahan maka penerapannya lebih berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Sementara NPS lebih pada orientasi kualitas pelayanan publik.

Berbeda?, iya. Tapi pada dasarnya kepuasaan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan dan kualitas layanan dilakukakan untuk memenuhi kepuasan pengguna layanan.  Dalam sistem kerja birokrasi, kolaborasi menjadi lebih semakin potensial oleh adanya penyederhanan birokrasi. Penyederhanaan struktur, penyederhanaan jabatan dan penyesuaian sistem kerja menjadi jembatan menuju kerja kolaborasi yang lebih baik.

AKSI KOLABORATIF PENANGANAN 4+1

Proses kolabaratif juga ditentukan dengan isu yang akan ditangani. Semakin general suatu isu masalah semakin banyak pihak yang berpotensi dapat terlibat. Proses kolaborasi pada penangan 4+1 sangat didukung oleh karakter isu yang mana bersifat general, nyata dan sangat mendasar karena terkait pembangunan manusia .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun