Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kecintaan dan Dedikasi Andi Januar Jaury kepada Laut

20 Januari 2024   14:41 Diperbarui: 20 Januari 2024   18:17 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DERMAGA Pulau Barrang Lompo, Makassar, siang itu sangat ramai. Ada kapal-kapal angkutan yang baru datang, dan beberapa kapal lainnya sedang bersiap-siap berangkat. Andi Januar Jaury Dharwis, yang sedang menunggu kapal speedboat terlihat akrab menyapa warga dan anak-anak muda yang berkerumun menyalami. Ia sepertinya tak asing bagi warga di pulau yang berjarak tempuh sekitar 30 menit dari daratan Makassar itu.

"Saya sering berkunjung ke pulau-pulau di waktu senggang, ataupun kalau lagi ada agenda menyelam, ini seperti bekerja bagi saya," katanya, setelah kami tiba di sebuah kafe di Makassar, pertengahan Desember 2023 silam.

Januar memang telah lama berkecimpung di dunia laut, tepatnya dunia bawah laut, mengingat aktivitasnya sebagai penyelam (diver). Namun Januar bukan diver biasa. Ia saat ini menjabat sebagai ketua Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) Sulawesi Selatan, yang telah dijabatnya selama 4 periode.

Ia juga menjabat Ketua DPD Gabungan Usaha Wisata Bahari dan Tirta (Gahawisri) Sulsel dari 2010 hingga sekarang, dan pendiri NGO Mitra Bahari. Ditambah jabatannya sebagai salah satu anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, di mana masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai salah satu konstituennya, yang telah diembannya selama 2 periode.

"Biasa kalau sehabis menyelam, jalan-jalan bertemu warga diskusi tentang kondisi di bawah laut, tentang kerusakan-kerusakan yang ada, dan bagaimana solusinya," ungkap legislator Partai Demokrat kelahiran 5 Januari 1973 ini.

Januar selama ini memang banyak mengamati kondisi kerusakan terumbu karang di sekitar perairan Spermonde, yang menurutnya telah mengalami kerusakan yang cukup parah, yang sebagian disebabkan oleh aktivitas bom dan bius.

Salah satu upaya yang dia lakukan kemudian adalah mendukung komunitas-komunitas anak muda yang aktif di bidang konservasi laut, serta membantu memulihkan terumbu karang melalui upaya  transplantasi.

Januar mengakui kecintaannya terhadap laut dimulai sejak ia masih SMA. Uniknya karena daerah asalnya justru daerah pegunungan yang jauh dari laut yaitu di Kabupaten Enrekang. Ia mengaku mendapat informasi tentang laut dari televisi, yang kemudian memberinya sebuah obsesi terhadap laut.

"Saya juga cukup penasaran dengan apa sebenarnya yang ada di bawah karena sesungguhnya yang ada di bawah itu akhirnya mempengaruhi sosiologis yang ada di pesisir dan pulau-pulau," ujarnya.

Ketika kuliah di salah satu kampus swasta di Makassar, ia mulai mewujudkan mimpi-mimpinya akan laut dengan ikut organisasi selam, baik sebagai hobi maupun olahraga.

"Sekitar tahun 1998-1999, dimulai dari olahraga, rekreasi hingga kemudian menekuni sebagai penyelam. Seiring dengan waktu akhirnya saya merekam semua perubahan alam, proses degradasi, sehingga kira-kira setelah 10 tahun menyelam cukup menjadi memori bagi saya bahwa telah terjadi perubahan yang signifikan akibat dari cara-cara kita berinteraksi dengan laut," katanya.

Sejak saat itulah ia kemudian banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang melindungi terumbu karang, lingkup pesisir dan pulau-pulau kecil, termasuk mendalami aspek sosial, budaya, tradisi, sejarah dan lainnya.

Menurutnya, dari segi kesejarahan, eksploitasi laut sudah sejak ratusan tahun yang lalu, termasuk berbagai peperangan yang terjadi di wilayah laut yang banyak menyebabkan kerusakan terumbu karang. Lalu ditambah di masa-masa selanjutnya di mana terjadi eksploitasi berlebih atas sumber daya laut.

"Dari beberapa kajian dikatakan kerusakan terumbu karang di Spermonde ini yang rusak itu kan sekitar 70 persen, sementara yang masih baik sekitar 5-6 persen. Dan baik sekali ya, sehat sekali dan sehat saja dan baik saja itu sekitar 23 persen atau 24 persen. Sehingga kemudian menyebabkan daya produksi laut kita semakin menurun yang berimbas pada perekonomian nelayan."

Nelayan pun kemudian semakin jauh dalam menangkap ikan dengan risiko dan biaya yang lebih besar.

"Itulah kemudian kenapa nilai tukar nelayan kita tidak pernah naik. Karena ongkos operasional saja untuk bisa mengambil sumber daya alam laut ini sudah sangat besar dan berisiko.

Januar mengumpamakan kondisi pulau-pulau kecil ibarat sebuah piring yang diisi dengan beras dan berasnya terjatuh.

"Nasinya jatuh-jatuh dari piring karena ruang sudah terbatas sekali, tidak ada lagi. Sehingga pohon pun tidak mampu bersaing dengan laju kebutuhan ruang di sebuah pulau. Nah itu yang membuat kemudian kebutuhan ruang itu mengeksploitasi sekali lagi terumbu karang untuk dibuatkan daratan baru di beberapa pulau-pulau."

Di sisi lain, aktivitas bom, bius, penambangan terumbu karang, bahkan penggunaan pukat harimau yang jaringnya kecil-kecil atau cantrang masih terus terjadi hingga sekarang yang dipicu oleh kebutuhan nelayan untuk bertahan hidup.

Menurut Januar, dalam kedudukannya sebagai anggota legislatif, ia berupaya memaksimalkan posisinya tersebut untuk mendorong berbagai kebijakan terkait lingkungan, ekosistem laut, pesisir dan pulau-pulau kecil.

Antara lain terlibat dalam perumusan perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), perda perikanan, dan perda terkait perlindungan mangrove yang disahkan tahun ini. Terakhir ia ikut mendorong perda perlindungan karang yang telah masuk dalam pembahasan dewan.

"Nah sebagai negara konstitusi, setidaknya sudah ada pijakan-pijakan bagi pemerintah daerah, aktivis dan masyarakat. Hanya kemudian kalau itu tidak didorong, tidak ada komitmen dari unsur penyelenggara pemerintah daerah itu sendiri, ya sia-sia juga. Percuma ada kebijakan, regulasi, tetapi tidak ada komitmen untuk itu yang nggak bisa."

Menghadapi banyaknya aktivitas destruktif di laut salah satu tantangannya adalah terbatasnya pengawasan, apalagi sejak hadirnya UU No.23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang kemudian memindahkan kewenangan laut dari kabupaten/kota ke provinsi, sementara personil provinsi yang sangat terbatas dengan jangkauan laut yang sangat luas, dengan hamparan garis pantai sepanjang 1.972 km serta 350-an pulau besar dan kecil.

"DKP Provinsi Sulawesi Selatan dengan hanya tujuh cabang dinasnya Itu tidak mampu melakukan pengawasan. Belum lagi kan tidak cukup bahwa hadir unit-unitnya di tujuh cabang. Sehingga dukungan operasional untuk bisa melakukan patroli dan pengawasan itu lemah sekali."

Di saat yang sama, anggaran pemerintah provinsi untuk mengurusi laut, digabung dari berbagai dinas hanya 10 miliar dari nilai APBD Sulsel sebesar 10 triliun, atau 0,01 persen, jauh dari angka ideal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun