Syamsul Mansyur atau biasa dipanggil Daeng Nawing (46) menebar pellet ke kolam ikan yang berada di halaman rumahnya. Air kolam yang tadinya tenang berubah beriak, ikan-ikan nila berlompatan rakus melahap setiap butir pellet yang diberikan padanya.
Ada sekitar 3000 ekor ikan nila yang ditebar di kolam yang hanya berukuran 2x3 meter itu setinggi 80 cm itu. Begitu padatnya sehingga tak ada ruang yang cukup bagi ikan untuk berenang bebas.
Kepadatan itu adalah sebuah kesengajaan. Sebuah teknik pembiakan ikan yang disebut Bioflok, teknik pembiakan ikan dengan cara menumbuhkan bakteri di dalam air.
“Bio artinya hidup. Plok itu gumpalan. Jadi Bioflok itu adalah gumpalan hidup. Jadi bakteri-bakteri itu tumbuh menjadi gumpalan yang akhirnya tumbuh menjadi makanan ikan,” jelas Syamsul.
Dengan metode ini, sisa-sisa pakan atau kotoran ikan akan diolah oleh bakteri tersebut lalu jadi makanan lagi. Hanya memang tetap diberi pakan. Keuntungan sistem ini dibanding metode konvensional adalah penggunaan air yang sedikit karena kepadatan ikan di kolam tersebut memiliki aturan tersendiri.
“Di sini ikannya sekitar 3000-an. Karena ikannya masih kecil-kecil. Ketika ikan sudah cukup besar maka ikan-ikan ini harus dipisah sehingga tersisa hanya sekitar 800-an. Kalau yang ada di kolam ini umurnya sudah 3 bulan, sebentar lagi kami pisah.”
Syamsul adalah Ketua Kelompok Abbulo Sibatang, salah satu kelompok usaha budidaya ikan yang mendapat dukungan dari Coastal Community Development Program International Fund for Agricultural Development (CCDP - IFAD) di Kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar.
Kelompok yang dalam Bahasa Makassar berarti satu kesatuan, atau kerja sama yang erat ini dibentuk sejak 2013. Awalnya dibentuk untuk usaha peternakan dan perikanan, belakangan berubah hanya fokus untuk budidaya ikan saja.
Usaha budidaya dengan metode Bioflok ini hanya merupakan usaha pribadi dari Syamsul saja, menindaklanjuti hasil pelatihan dari Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan (DKP3) Makassar. Belakangan Syamsul bersama teman-teman seprofesi sepakat membentuk kelompok budidaya tersebut.
“Usaha budidaya ini masih sangat baru, sekitar 4 tahun lalu. Awalnya tidak begitu berkembang. Usaha teman-teman pun sempat mandek.”
Kelebihan budidaya dengan metode Bioflok ini adalah biaya pakan yang lebih rendah dan penggunaan lahan yang tak begitu luas, bisa memanfaatkan pekarangan rumah. Pada bulan pertama dan kedua biaya pembelian pakan hanya sekitar Rp 750 ribu sebulan. Sementara pada bulan ketiga dan bulan berikutnya semakin bertambah hingga Rp 1 juta lebih.