Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Janji Nawacita Jokowi untuk Masyarakat Adat Belum Penuhi Harapan

19 Maret 2018   03:45 Diperbarui: 19 Maret 2018   03:48 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Rukka Sombolinggi

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, menyatakan apresiasi atas capaian janji Nawacita Presiden Joko Widodo, meskipun realisasi janji tersebut untuk masyarakat adat dianggap belum memenuhi harapan.

"Sejak awal kita menegaskan dukungan penuh terhadap pencapaian Nawacita. Meskipun kita meninjau, bahwa cita-cita Masyarakat Adat yang diintegrasikan dalam Nawacita, masih belum memenuhi harapan," ungkap Rukka pada sambutannya dalam peringatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMN) ke-19, yang dirangkaikan dengan Rapat Kerja Nasional V, di di Benteng Moraya, Tondano, Sulawesi Utara, Sabtu, 17 Maret 2018.

Menurut Rukka, AMAN memberikan apresiasi yang tinggi kepada Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk capaian yang telah ada sejauh ini, termasuk upaya merealisasikan pengakuan hutan adat.

"Kita baru saja mendapat informasi bahwa Presiden telah mengeluarkan Supres menunjuk Kemendagri sebagai Koordinator pembahasan RUU Masyarakat Adat bersama DPR. Kementerian LHK menjadi salah satu anggota, dan kita patut menyambut baik perkembangan ini," tambahnya.

Rukka selanjutnya menyatakan penghargaannya kepada semua struktur pemerintahan desa, Kabupaten/Kota, provinsi dan pusat (eksekutif, legislatif dan yudikatif) yang secara nyata sedang dan akan memperjuangkan hak-hak Masyarakat Adat melalui pembentukan peraturan-peraturan dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat dan merancang program yang bermanfaat untuk kesejahteraan, keadilan dan kemajuan masyarakat adat.

"Kita juga mengapresiasi Mahkamah Konstitusi yang beberapa tahun terakhir, secara konsisten membela hak-hak Masyarakat Adat yang tercantum dalam konstitusi Indonesia," tambahnya.

AMAN mencatat bahwa hingga saat ini baru sekitar 20 ribu hektar hutan adat telah kembali berada di tangan masyarakat adat. Angka ini sangat kecil jika dibandingkan dengan 9,3 juta hektar peta wilayah adat yang sudah diterima secara resmi oleh pemerintah. Namun angka tersebut adalah hasil dari perjuangan yang sangat panjang dan melelahkan.

"Ini adalah tonggak sejarah hubungan masyarakat adat dan negara! Ingatlah bahwa angka ini tidak akan berkurang tetapi akan bertambah terus!"

Ditambahkan Rukka bahwa pengakuan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak masyarakat adat tidak dilakukan secara parsial dan sporadis. Tetapi bersifat menyeluruh, terpadu dan lebih pasti menyangkut Masyarakat Adat, wilayah adat, hutan adat, budaya, hukum adat, kelembagaan adat, dan segala sesuatu yang menyangkut identitas Masyarakat Adat.

"Kita menyadari bahwa cita-cita Masyarakat Adat yang berdaulat, mandiri dan bermartabat masih penuh tantangan maha berat. Bahkan dalam kurun waktu satu tahun terakhir perjuangan Masyarakat Adat untuk menggapai cita-cita itu, AMAN mencatat, bahwa kekerasan dan perampasan wilayah adat masih terus terjadi di berbagai pelosok Nusantara."

Menurutnya, penyebab utama masih munculnya kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat akibat absennya negara dalam memberikan pengakuan dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat adat.

Rukka selanjutnya merinci sejumlah kasus kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat setahun terakhir.

Pertama, ketiadaan pengakuan hukum hak-hak masyarakat adat oleh pemerintah menjadi menjadi alasan utama Trisno dikriminalisasi. Trisno dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena mengelola wilayah adatnya yang diklaim secara sepihak oleh pemerintah sebagai kawasan hutan negara. 

Padahal wilayah tersebut merupakan wilayah adat yang dimiliki oleh masyarakat adat meratus secara turun temurun.

Kedua, perampasan wilayah adat atas nama pembangunan. Pembangunan waduk Gelo Lebo di Nusa tenggara timur tanpa melalui proses FPIC menyebabkan masyarakat ada kehilangan tanah yang merupakan mata pencaharian dan sumber kehidupan masyarakat

Ketiga, negara gagal menegakkan hukum yang telah dibuatnya. Amisandi dipenjara karena membela tanah leluhurnya ditenggelamkan oleh PLTA. Amisandi memang telah keluar dari penjara namun saat ini intimidasi dan pemaksaan pembangunan PLTA masih berlangsung di Seko. 

Padahal keberadaan masyarakat adat telah diakui oleh pemerintah daerah melalui Surat Keputusan Bupati Kabupaten Luwu Utara Nomor: 300 tahun 2004 tentang Pengakuan Masyarakat Masyarakat Adat Seko.

Pada kesempatan ini, Rukka juga menyampaikan solidaritas atas kriminalisasi terhadap aktivis masyarakat adat di Filipina, yang dituduh sebagai teroris oleh Pemerintah Filipina. Salah satu di antara mereka adalah Vicky Tauli-Corpuz yang merupakan Pelapor Khusus PBB untuk Masyarakat Adat.

Di bagian akhir, Rukka menyatakan bahwa perjuangan masyarakat adat masih panjang, dan masih jauh dari cita-cita bersama.

"Namun kita tidak menyerah. Semangat kita berasal dari 2.361 komunitas anggota kita yang setia dalam perjuangan, komitmen dari 21 Pengurus Wilayah, 116 Pengurus Daerah, semangat dari Organisasi Sayap AMAN, yakni semua Perempuan Adat yang menyatukan diri dalam Persekutuan Perempuan Adat AMAN, para pemuda dalam Barisan Pemuda Adat Nusantara, pembelaan dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara, serta inspirasi dari 2 Badan Otonom dan 3 Badan Usaha yang terus memberikan motivasi bahwa kita bisa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun