Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tiga Petani di Soppeng "Korban" Baru UU P3H

15 Maret 2018   03:33 Diperbarui: 15 Maret 2018   03:36 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Edi Kurniawan/LBH Makassar

Sehingga Forbes menilai bahwa pihak kehutanan dalam hal ini Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan Wilayah Sulawesi telah menyalahgunakan peruntukan UU P3H.

"Sehingga hal ini berdampak pada Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang keliru," katanya dalam rilis yang disampaikan ke media.

Forbes selanjutnya memaparkan keterangan Ahmad Sofian, dalam keterangannya sebagai ahli, pada persidangan 7 Maret 2018 di PN Watansoppeng, yang menyatakan bahwa menjerat petani kecil-tradisional menggunakan UU No. 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (selanjutnya disebut UU P3H), bak memukul lalat menggunakan Bulldozer.

Sebabnya, dalam konsideran UU P3H menimbang bahwa perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan hidup masyarakat.

"Sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektifitas penegakan hukum."

Dikatakan Forbes bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sampai saat ini (UU No.41/1999 tentang Kehutanan) tidak memadai dan belum mampu menangani pemberantasan secara efektif terhadap perusakan hutan secara terorganisasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dibentuklah UU P3H.

Selanjutnya, terdapat Ketentuan Umum/General Principal atau asas -- asas umum yang memayungi seluruh ketentuan pasal dalam UU P3H sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 1 UU P3H. Seperti Pasal 1 angka 21, jelas dinyatakan bahwa "Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan secara terorganisir".

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6, menyatakan bahwa:

"Terorganisir adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, dan bertindak secara bersama-sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan sendiri, bukan untuk keperluan komersil," jelasnya.

Langgar Putusan MK

Edi, sebagaimana dikutip dari Mongabay, menilai penangkapan terhadap para petani tersebut telah melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XII/2014 tertanggal 10 Desember 2015, yang pada pokoknya menyatakan bahwa 'Ketentuan Pidana Kehutanan dikecualikan terhadap masyarakat yang secara turun-temurun hidup di dalam kawasan hutan dan tidak ditujukan untuk kepentingan komersil'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun