Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keripik Pisang Ijo: Cita Rasa Kuliner Khas Makassar dalam Kemasan

18 Agustus 2016   15:05 Diperbarui: 18 Agustus 2016   15:13 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wahyuni memperkenalkan kuliner khas Makassar berupa Pisang ijo dalam bentuk kripik pisang. Rasanya tak kalah dengan Pisang Ijo original (Foto: Wahyu Chandra)

Kriuk..kriuk..Rasanya gurih, manis, lengket dan berasa lama di lidah. Rasanya mengingatkan pada salah satu kuliner khas Makassar: Pisang Hijau.

Itulah kripik pisang hijau buatan Wahyuni (25) yang diberi merek Kripik Pisang Ijo. Seperti halnya makanan pisang hijau pada umumnya, bahan pembuatannya sebagian besar sama. Terdiri dari pisang, terigu, dan sirup DHT. Sirup DHT sendiri memang salah satu sirup khas Makassar, yang sudah tenar sejak dulu. Bedanya hanya pada cara pembuatan dan jenis pisang yang digunakan.

“Namanya kripik maka pisang yang digunakan yang masih mengkal, dipotong kecil-kecil lalu digoreng dengan minyak nabati,” ujar sarjana alumni STIMIK Handayani Makassar ini.

Produk ini termasuk unik. Jika makanan pisang hijau pada umumnya disajikan di dalam piring, berupa pisang yang dibalut adonan hijau dan dilumeri dengan cairan manis yang kental dan sirup DHT, maka pisang hijau kripik disajikan dalam kemasan. Bentuknya pun dipotong kecil-kecil, tidak utuh.

Tak seperti pada kripik pada umumnya, kripik buatan Wahyuni ini tidak dalam bentuk kering. Terasa basah dan lengket karena campuran sirup DHT yang telah diencerkan namun lengket.

“Meski disajikan dalam kemasan, namun tidak menghilangkan rasa khas pisang hijau seperti yang biasa kita makan,” tambah Wahyuni.

Menurut Wahyuni, ide pembuatan kripik pisang hijau ini berawal dari keinginannya untuk mengangkat kuliner khas Makassar. Di awal, ia mengira belum ada makanan pisang hijau yang dijual dalam bentuk kripik kemasan, namun kemudian ia menemukan jenis usaha ini sudah pernah diusahakan orang lain.

“Saya searching di internet ternyata pernah ada satu dua orang yang mengusahakan, namun produk yang saya buat ini berbeda dalam bahan dan cara pembuatan. Itu ternyata juga diusahakan di daerah lain,” katanya.

Kondisi ini membuat Wahyuni merasa khawatir, ketika pisang hijau justru diklaim sebagai makanan khas daerah lain, padahal sebenarnya asli dari Makassar.

“Saya pernah dengar kalau pisang hijau ini diklaim orang Bandung sebagai makanan khas sana. Padahal ini khas Makassar. Tak rela rasanya milik kita diklaim oleh orang lain.”

Meski belum diproduksi dalam skala besar, produk buatan Wahyuni ini sudah mulai dijual di beberapa toko makanan dan sekolah-sekolah.

“Sekali produksi rata-rata 20 bungkus per hari. Tapi kadang juga bisa 50 atau bahkan 70 bungkus kalau ada permintaan khusus.”

Sebungkus kripik ini seukuran 80 gram dijual dengan harga Rp 10.000,-. Untuk anak-anak sekolah ada kemasan yang lebh kecil dengan harga Rp 5.000/bungkus.

Usaha rumahan kripik Pisang Ijo ini masih dikelola sendiri Wahyuni. Atas dukungan dari program Bintang Muda Care Indonesia Wahyuni berharap bisa mengembangkan usahanya lebih besar lagi (Foto: Wahyu Chandra)
Usaha rumahan kripik Pisang Ijo ini masih dikelola sendiri Wahyuni. Atas dukungan dari program Bintang Muda Care Indonesia Wahyuni berharap bisa mengembangkan usahanya lebih besar lagi (Foto: Wahyu Chandra)
Diakuinya, saat ini ia memang belum fokus pada produksi dalam skala besar. Ia masih mencari formula yang tepat, kemasan dan pasar.

“Saya masih terus mencari formula yang tepat, campur sana campur sini. Kemasannya juga dipercantik agar bisa memberi daya tarik tersendiri.”

Wahyuni sendiri memulai usaha kripik pisang  hijau ini berawal dari keikutsertaannya dalam proyek Bintang Muda CARE Indonesia. Sebelum terlibat di proyek ini, ia pernah memiliki usaha lain, yaitu usaha biro perjalanan di dalam dan luar negeri. Hanya saja usaha ini dinilainya kurang bisa berkembang.

“Setelah mengikuti beberapa kali pelatihan saya mulai mencari ide-ide usaha yang kira-kira bagus dan terpikir pisang hijau ini karena saat itu sepertinya belum ada yang mengusahakan dalam bentuk kripik.”

Hal yang paling penting diperoleh dari pelatihan itu tidak hanya motivasi untuk usaha tapi juga pada pentingnya pemasaran.

“Kita diajarkan bahwa sebelum memulai usaha harus sudah dipetakan pasar produk yang akan kita buat. Dijual kemana. Untuk apa membuat produk jika toh tak ada yang akan membeli.”

Hal penting lainnya yang diperoleh dalam pelatihan-pelatihan tersebut adalah strategi bertahan dalam situasi krisis atau bencana.

Keseriusan Wahyuni juga terlihat dari upayanya mematenkan merk usahanya serta perjuangannya memperoleh izin usaha yang disebut Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan.

“Saya sudah patenkan mereknya meski hanya untuk skala Makassar. Begitupun PIRT sudah diurus karena kebetulan sedang ada proyek untuk itu, jadi prosesnya lebih mudah.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun