Simak isi salah satu komentar BP di awal-awal diskusi:
"Aku gak sukanya dengan dia karenal, dendamnya terhadap LEKRA dan upayanya mengerahkan Kelompok Salah Paham untuk menyerang penulis muda macam Ayu Utami yang dicemoohnya sebagai 'sastra selangkangan' ... Diskusi soal Bumi Tarung yang dihadiri Om Hardi kemarin di HB Jassin, juga dia upayakan gagal, karena sirik.
Pada komentar sebelumnya ia menulis:
"Dia jiplak jadi berjudul "Kerendahan Hati" dan jiplakan ini merupakan salah satu "karya" terbaiknya. Biasa, seniman jahat yang suka menekan-nekan seniman lain yang lebih kreatif, umumnya nggembol tai."
Pernyataan dari awal BP terhadap sosok TI sudah menunjukkan bahwa telah ada penilaian tersendiri BP terhadap TI yang bersifat negatif, sehingga apapun berita miring tentang TI adalah informasi yang sangat berarti dan membenarkan penilaian atau keyakinannya. Dalam kondisi ini biasanya kita cenderung abai dan curiga pada kemungkinan-kemungkinan bukti-bukti lain yang berseberangan dengan apa yang kita yakini. Kita menjadi irasional justru di saat kita merasa bertindak rasional. Kecurigaan terhadap kebohongan TI dikuatkan dengan isi pemberitaan Harian Merdeka yang berjudul "Belum Mau Komentar, Taufik Ismail Minta Waktu Pelajari Karya Douglas Malloch," dimana dalam berita itu dijelaskan bahwa TI tidak secara tegas membantah adanya tuduhan tersebut. TI dikutip menjawab:
"Saya tidak mengikuti (polemik ini di dunia maya). Saya belum akan memberikan komentar. Dan saya harus mempelajari betul," ujar Taufik Ismail saat dihubungi Rakyat Merdeka Online, Kamis malam (31/3).
Ketidaktegasaan TI ini dimaknai sebagai sebuah bentuk kepanikan atau malah upaya untuk menghindar. TI dinilai seharusnya memberi klarifikasi secara tegas atau sejak dulu telah mengklarifikasi bahwa puisi 'kerendahan hati' tersebut. Bukan hanya BP yang menilai demikian namun sejumlah komentator lainnya juga.
Apa yang terjadi kemudian? Bisa dibayangkan bahwa komentar-komentar yang kemudian bermunculan secara serempak 'mengamini' apa yang dikatakan BP dalam statusnya. Setitik informasi itu tiba-tiba menjadi sebuah kebenaran mutlak dan semakin mengokohkan keyakinan para penentang TI bahwa TI tidak lebih seorang plagiator yang jahat namun sok suci. Bahkan komentar-komentar pun secara berurutan sudah berbunyi penghujatan dibanding sebuah kritik. Coba simak sejumlah tanggapan komentator berikut:
Seorang komentator berinisial OL menulis:
Hahahaha sdh kuduga...! Kalo baca puisi bergaya sok nangis2 (sok penjiwaan).........hahahah lucu juga tuh..
Ada juga berinisial HG menulis: terjemahan nih...!!! Payah plagiator gini kok bisa ngetop?
Senada sebelumnya, NP menulis: