Mohon tunggu...
Wahyu Chandra
Wahyu Chandra Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis dan blogger

Jurnalis dan blogger, tinggal di Makassar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jika Tak Mampu Melihat Dunia Maka Dunialah yang Akan Melihatmu

27 Januari 2010   01:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:14 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maksud kakak, kak Gery yang bilang. Hah, nggak salah tuh. Mana tahu dia tempat ini?"

Kris tertawa, "Memang kamu nggak pernah cerita sama Gery tentang tempat ini?"

"All the day..tetapi dia kan nggak mungkin tahu sampai sedetil ini. Meski aku sering cerita tapi ia biasanya nggak begitu tertarik. Paling hanya mencemooh atau ngacir setiap aku cerita. Katanya lebih baik nonton sinetron daripada mendengar cerita-ceritaku...."

Kris kembali tertawa, "Kakakmu memang seperti itu. Mencemooh atau terlihat nggak perduli tetapi sebaliknya ia sangat care. Ia itu ngiri sama kamu sebagaimana dulu ia iri sama aku karena apa yang kamu atau kita lakukan. Dalam hati ia ingin melakukan hal yang sama tetapi egonya yang besar membuatnya nggak mampu beranjak untuk melakukan apa pun yang dikatakan kata hatinya. Ia bilang pernah ke sini sekali."

"Hah, kapan? Koq nggak bilang sih. Awas ntar. Ia pasti memata-matai. Pasti disuruh mama."

Kris hanya tersenyum tipis lalu kemudian menggeleng. "Ia bilang semua itu ia lakukan karena dalam hati kecilnya ia pun ingin melakukan hal yang dengan apa yang kamu lakukan. Tapi semakin dekat dengan tempat ini semakin kecut hatinya. Ia malu berterus terang padamu karena katanya kamu bakalan menertawainya sampai kiamat jika tahu kalau dia pun ingin seperti kamu, karena hobinya mengolok-olokmu dan juga egonya yang sangat besar itu."

Reina hampir tertawa lebar mendengarnya jika saja tidak ingat dengan siapa ia sedang bersama. Ia tidak ingin terlihat terlalu liar dan serampangan di depan Kris. Di depan Kris ia ingin terlihat sebagai gadis manis yang paling manis atau gadis pingitan yang paling dipingit.

"Tadi ngasih sumbangan ke sekolah ngakunya sebagai siapa?" selidik Reina curiga.

"Aku cuma bilang kalau aku salah seorang teman kamu yang perduli dengan sekolah ini, karena aku pun dulunya seorang bocah miskin dan hidup namun punya semangat besar untuk maju."

Reina hampir saja tertawa, tetapi melihat keseriusan di wajah Kris ia mengurungkannya. Ia mencoba mencari kebenaran dari kata-kata itu dan yang didapatinya hanya senyum khas seorang Kris yang sesaat membuat jantungnya berdegup keras.

Mereka lalu becerita tentang banyak hal tentang sekolah itu, termasuk tentang Pak Saleh, guru tunanetra namun bersemangat baja. Kris tampaknya tertarik dengan sosok Pak Saleh ini dan bahkan ingin dikenalkan padanya. Setengah jam kemudian Reina pamit untuk melanjutkan aktivitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun