"Makanya kamu harus ke sana untuk memahaminya."
"Jalan-jalan maksud kamu. Kamu mau kita liburan ke sana?" Devy mencoba mencari tahu makna dari segala perkataan Kris.
"Kamu kan dari dulu senang dengan yang berbau modeling. Aku lihat kamu punya talent di dunia ini. Aku udah lihat semua koleksi-koleksimu. Paris adalah tempat yang cocok untuk mengasah talent mu itu, Dev."
"Kamu serius menyuruhku ke sana sendiri meninggalkanmu dan semua rencana kita?"
"Bukan meninggalkan Dev, tapi 'menunda'. Ini adalah kesempatan buat kamu, di saat kamu punya segalanya, masa muda, kesempatan dan juga talent itu sendiri."
"Tapi kita akan terpisahkan cukup lama, tidak sebulan dua bulan, mungkin bertahun-tahun..."
"Setahun tepatnya. Aku punya relasi yang pernah sekolah di sebuah sekolah desain di sana dan hasilnya sangat bagus. Ia kini menjadi salah satu desainer terkemuka di Indonesia. Kamu pasti akan kaget jika melihat orang itu, kamu pasti sudah mengenalnya."
"Kamu yakin meminta aku melakukan ini, Kris?"
"Apapun yang terbaik bagi kamu adalah juga terbaik untukku. Aku nggak ingin hanya menjadi pacarmu, yang menemanimu makan di restoran ini sekali seminggu dan nggak memberi apa-apa yang bermakna bagi kehidupanmu. Aku ingin kelak kamu akan mengenangku dengan cara yang berbeda.." tenggorokannya hampir tercekat ketika mengucapkan kata terakhir.
"Maksud kamu? Kamu ingin meninggalkan aku? Itu alasan kamu memintaku pergi?"
Kris menggeleng, "Setiap orang akan mati, Dev. Kamu pasti mengerti apa yang aku maksud."