Mohon tunggu...
Wahyu Amuk
Wahyu Amuk Mohon Tunggu... Jurnalis - Goresan Perantau

Journalist, Traveller, Blogger, Designer, dan penikmat kopi serta hujan dengan secarik kertas di penghujung petang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bahasa Minangkabau Digilas Globalisasi

19 Mei 2016   18:43 Diperbarui: 19 Mei 2016   20:09 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: indonesia-zaman-doeloe.blogspot.com

Semua orang sadar, hilangnya bahasa bukti lenyapnya jati diri bangsa. Namun, tidak semua orang mampu bangkit dari kesadarannya.

Sejatinya, bahasa dianggap sebagai produk budaya yang mencerminkan identitas bangsa, salah satunya bahasa daerah. Negeri yang kaya ini, memiliki berbagai jenis, ragam, atau variasi bahasa daerah sesuai kelompok penuturnya. Sayangnya, bahasa daerah kini mulai terasa asing diperdengarkan. Era globalisasi dan modernisasi telah 'menendangnya' dari kehidupan. Life style menjadi ajang untuk menunjukkan identitas diri. Bahasa daerah jadi korban yang diacuhkan, termasuk Bahasa Minangkabau. Betapa tidak, bangsa Indonesia memiliki sekitar 700 lebih bahasa daerah, tetapi yang tercatat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sekitar 450 saja. Sisanya, sebagian sudah punah dan sekarang beberapa bahasa juga sedang terancam punah.

Tampaknya, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah mengubah jalan hidup banyak orang, baik pola pikir, maupun cara berkomunikasi. Penuturan bahasa daerah semakin menipis, dan dicampakkan karena cenderung dianggap kuno, ndeso, terbelakang, dan bahkan 'kampungan'. Setidaknya itulah fenomena yang nyata di kalangan masyarakat modern saat ini. Masyarakat yang 'katanya' maju dan beradab itu lebih bangga melisankan bahasa 'gado-gado'. Misalnya, Bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa asing, Bahasa Minangkabau campuran Bahasa Indonesia, atau Bahasa Minangkabau campuran bahasa asing, menjadi bahasa 'antah-barantah'.

Kalangan generasi muda, baik di perkotaan maupun perdesaan, mereka cenderung menggunakan kosakata modern, 'gaul' dalam berkomunikasi. Padahal, yang mereka gunakan belum tentu lebih baik dari bahasa daerahnya, bahkan tidak lebih daripada pepesan kosong yang tidak bernilai. Bisa dikatakan, bahwa generasi muda, generasi saya saat ini, penerus bangsa saat ini, telah nyata mencabut akar budaya bangsanya sendiri. Mereka rela menjadikan bahasa daerahnya sebagai warisan budaya luhur yang agung itu layu, dan kemudian mati tergilas oleh roda modernitas atau globalisasi.

Padahal sikap itu yang lambat-laun ikut mengasingkan dan menghapus Bahasa Minangkabau di negeri tercinta ini. Mereka mungkin sadar, tapi tidak pernah mau mengerti dengan kesadarannya. Katanya, mereka orang-orang yang maju dan mengikuti zaman. Namun perlu diingat, 'ketika menemukan mesin yang baru, tidak berarti harus membakar mesin yang lama.' Kadang, mesin yang lama lebih kuat dan tahan lama daya tariknya. Sebaliknya, begitu pula dengan bahasa. Bahasa Minangkabau asli lebih terasa 'maknyus' daripada bahasa Minangkabau 'gado-gado' itu.

Kosakata yang Hilang

Pengaruh globalisasi telah menyentuh semua aspek kehidupan. Bahasa daerah salah satu korban kebringasannya. Betul, semua bahasa umumnya dari masa ke masa terus mengalami perubahan. Tetap saja menimbulkan kekhawatiran bagi penulis, suatu saat nanti Bahasa Minangkabau juga terdaftar sebagai bahasa yang mengalami kepunahan. Tentu saja ini bukan hanya sekadar asumsi kosong, tetapi berdasarkan pantauan dan pengamatan dalam pergaulan dan komunikasi sehari-hari, bahwa Bahasa Minangkabau sudah terkontaminasi.

Kita tahu, Bahasa Minangkabau sebagai salah satu bahasa daerah yang banyak memberikan sumbangan terhadap kosakata Bahasa Indonesia. Sekarang terbalik, adanya Bahasa Indonesia malah mempengaruhi penggunaan Bahasa Minangkabau. Saling mempengaruhi ini mengakibatkan munculnya Bahasa Minangkabau versi 'gaul'. Para penutur Bahasa Minangkabau sering mencampuradukkannya ketika berkomunikasi. Misalnya, kita sering mendengar, “Kama kamu tadi?” “Dak nio aku dow”,Baa lo lu ko, maleh gue samo lu mah”, “Nan jaleh aku nio shooping lu”, “Maleh gue minjaman mah, beko lu hilang lo pensil gue liak”. Aneh terdengar, tapi itulah kenyataannya.

Selain itu, kini globalisasi tampaknya semakin merajalela merasuki pemikiran baru bagi penutur Bahasa Minangkabau. Fenomenanya, tanpa disadari banyak kosakata Minangkabau yang terasa asing, jarang didengar, jarang dituturkan, atau mungkin sudah hilang dari penutur aslinya. Misalnya; anggau, ansik, caba, cacuah, cabuah, cuciang, ciluah, dampuah, esoh, gadayak, gagik, galemeang, gaham, galiang, gureteh, ikik, kapere, kumayah, kacapuang, kalencong, kalibuik, ladah, lenjang, lindang,lingau, ngaek, paringgo, pituluik, poak, redek, sasau, solang, sepah,sipi, sipongang, ojok, nereh, bahkan masih banyak lagi.

Bisa dipastikan, tidak semua orang Minangkabau tahu maksud dari kosakata itu. Padahal, kosakata itu hanya sebagian kecil dari kosakata yang sudah jarang kita dengar,atau sudah mulai hilang dari peredaran. Jika dibiarkan terus-menerus, tentu mengakibatkan semakin banyaknya kosakata Bahasa Minangkabau yang akan hilang, dan tentu orang Minangkabau tidak mengerti bahasanya sendiri.

Penyebab dan Butuh Tanggung Jawab
Secara sosiologis, penyebab lunturnya bahasa dan kosakata Minangkabau tidak lepas dari determinasi faktor internal yang berasal dari masyarakat penuturnya sendiri. Pertama, melemahnya sosialisasi dalam keluarga. Kebanyakan orang tua saat ini cenderung menggunakan Bahasa Indonesia saat berkomunikasi dalam keluarganya. Kurangnya sosialisasi orang tua mengakibatkan anak-anak tidak lagi menjadikan bahasa daerahnya sebagai sense of belonging. Seharusnya, orang tua sebagai agen utama dalam menjembatani anak terhadap etnis, budaya, serta bahasa daerah Minangkabau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun