Mohon tunggu...
Wahyu Aji Saputra
Wahyu Aji Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Editor

Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fenomena OnlyFans Berkedok Pornografi Yang Semakin Marak Diperjualbelikan Di Media Sosial!

27 Maret 2022   22:30 Diperbarui: 27 Maret 2022   23:06 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aplikasi Onlyfans (mashable)  

Baru-baru ini Warganet dihebohkan dengan berita viral dimana banyak bermunculan kasus-kasus pornografi di media sosial salah satunya yaitu di Platform OnlyFans . Banyak dari kalangan artis dan selebgram yang mulai terungkap. Salah satunya selebgram perempuan dengan nama Gusti Ayu Dewanti atau Dea yang kini tengah menjadi sorotan, usai dikabarkan ditangkap terkait dengan kasus pornografi. Apa sih sebenarnya OnlyFans itu, mengapa bisa digunakan sebagai media yang berisi konten Pornografi? Mari kita simak ulasan berikut ini.

Mengenal istilah OnlyFans

OnlyFans sendiri merupakan platform media sosial yang berbasis situs web dengan layanan konten berlangganan yang bisa dibuat oleh pengguna. Pengguna ini bisa membuat konten seperti gambar, rekaman video, pesan, serta siaran langsung di platform OnlyFans tersebut.

OnlyFans dirilis sejak tahun 2016 oleh pengusaha asal Inggris yang bernama Timothy Stokely. Dengan tujuan utamanya untuk membantu pembuat konten atau artis bisa mendapatkan uang dari monetisasi konten atau karya yang telah dibuatnya.

Pada dasarnya platform ini dibuat untuk memungkinkan pengguna bisa mengunggah konten, yang mana penontonnya harus mengeluarkan biaya berlangganan agar bisa menonton atau mengakses konten tersebut. Artinya OnlyFans tidak selalu menjadi platform untuk menjual konten tidak senonoh. Sebab, tema di OnlyFans sendiri sangat beragam. Mulai dari musik, traveling, memasak, dan lainnya.

Di Amerika sendiri banyak selebritis yang memanfaatkan OnlyFans sebagai tempat untuk berinteraksi langsung secara intim dengan para fans/penggemar mereka. Para seleb itu bisa membagikan konten yang tidak diunggah di media sosial atau menyapa langsung penggemarnya. Namun sebagian besar kreator justru memanfaatkannya untuk menjual konten syur. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan Onlyfans yang memang mengizinkan para kreatornya mengunggah konten-konten dewasa seperti foto, video, hingga chat seks.

Dalam kasus ini di aplikasi OnlyFans tersebut, Dea kerap memamerkan video vulgarnya dengan cara mengunggah konten pornografinya tersebut untuk mendapatkan uang. Bahkan video syurnya juga banyak beredar di media sosial Twitter. Yang mana tentunya hal ini melanggar aturan dari Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.

Diantaranya yaitu terdapat pada Pasal 4 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat antara lain: persenggamaan (termasuk yang menyimpang), kekerasan seksual, masturbasi (onani), ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin, atau pornografi anak.

Bukan hanya kasus ini saja yang ramai jadi perbincangan publik, tetapi masih banyak kasus-kasus pornografi yang kian marak di berbagai media dan situs indonesia, Mengapa hal ini bisa terjadi?

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, terdapat hal yang belum paten dalam penerapan aturan soal pornografi di Indonesia. Tidak seperti kasus terorisme, narkotika, maupun peredaran obat, aturan mengenai pornografi belum mempunyai badan khusus untuk melakukan penanganan. Beliau mengatakan bahwa yang berkaitan dengan asusila atau pornografi tidak ada lembaga khusus yang menangani.

Tentunya hal ini sangat disayangkan, karena kinerja dari Polisi saja tentu belum cukup untuk meringkus dan memberantas situs-situs dan media yang berkaitan dengan pornografi. Harus ada kerja sama dari masyarakat dan juga diharapkan kedepannya bisa muncul lembaga-lembaga baru yang dapat fokus dalam menangani kasus yang berkaitan dengan pornografi ini.

Dari pembahasan ini. Mengingatkan kita bahwa kita harus tetap berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Kita harus bisa menciptakan ruang digital yang sehat. Sebagai masyarakat yang bijak kita tidak boleh ikut menyebarluaskan konten yang bersifat negatif yang mengandung unsur pornografi maupun asusila. Karena tentunya banyak dampak yang terjadi jika konten bermuatan negatif atau penyebaran video pornografi tersebut disebar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Diantaranya dari aspek hukum, dan aspek sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun