Konflik selalu ada dimana saja bahkan dalam suatu keluarga pasti terjadi konflik internal apalagi dalam suatu partai besar seperti Partai Demokrat. Hal ini juga pernah dialami oleh partai-partai besar lainnya selalu ada konflik internal, disinilah ujian yang harus dilalui oleh seorang pemimpin demi kesinambungan dan kejayaan suatu organisasi. Kualitas pemimpin akan menunjukkan apakah konflik internal menyebabkan kehancuran atau justru menjadi penyemangat baru bagi kedewasaan dan kematangan jiwanya.
Dahulu Partai Demorasi Indonesia (PDI) pernah didera berbagai konflik baik internal maupun eksternal dan banyak kalangan menilai ada intervensi oleh pemerintahan orde baru.
Banyak konflik bermunculan di tubuh partai berlambang kepala banteng ini, bahkan  melahirkan banyak partai sempalan seperti partai Marheinisme, PDI-P, PDI, PNI dan lain-lain, tapi kualitas Megawati membuktikan hanya dibawah kepemimpinannya partai yang tetap eksis yaitu PDI Perjuangan. Aksi diam dan kesabaran Megawati waktu itu justru menuai berkah juga menambah rasa cinta dari para simpatisan partai bahkan simpatik dari sebagian besar warga negara Indonesia terutama dari kalangan arus bawah.
Golkar juga banyak mengalami konflik hingga terpecah-pecah, tapi mereka hebat dan canggih, seluruh pecahannya ikut menjadi partai besar dan eksis di Indonesia ini hingga saat ini, seperti Gerindra, Nasdem, Hanura dan Berkarya.
Konflik internal merupakan cambuk bagi para kader terutama pemimpin agar senantiasa tetap tegak berdiri dan bisa berjalan bahkan berlari dengan baik. Ibarat hukum besi pada sebuah partai politik, cepat atau lambat konflik internal akan senantiasa ada dan ini merupakan parameter uji kemampuan terhadap kader dan calon pemimpinnya dalam menghadapi berbagai rintangan dan hambatan, yang membedakannya adalah jenis konfliknya apakah berat atau ringan.
Seperti saat ini Partai Demokrat tengah dirundung masalah, bermula dari konflik internal hingga pemecatan tujuh elite dan senior partai berujung terselenggaranya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang berlangsung di The Hill Hotel Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat 5 Maret 2021 lalu.
Hal lainnya yang membuat meledaknya konfilk tersebut adalah persoalan Partai Demokrat yang dituding menjadi partai keluarga atau partai dinasti. Partai Demokrat saat ini sudah tidak lagi menjadi partai terbuka. Partai yang mestinya memuat semua orang dari berbagai unsur dan bisa bergabung berada di dalamnya.
Menurut beberapa kader pendiri Partai Demokrat partai ini telah berubah arah, tidak lagi seperti yang dulu mereka perjuangkan. Partai yang modern, partai untuk semua lapisan masyarakat, partai ini sekarang seolah-olah milik keluarga Cikeas, partai dinasti.
Adanya konflik yang tidak bisa diselesaikan dengan baik akan menuai permasalahan baru dan mereka yang merasa dirugikan akan membuat kubu perlawanan baru yang menuntut reformasi dan tatanan baru sesuai dengan awal berdirinya suatu organisasi.
Reformasi merupakan suatu perubahan secara drastis untuk perbaikan terhadap suatu sistem yang sudah ada pada suatu masa, dan reformasi itu sendiri tujuannya mengembalikan pada tata atau aturan semula yang sudah baku.
Sudah selayaknya para pendiri dan kader senior partai serta organisasi sayap Partai Demokrat menyelenggarakan KLB karena ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi, dimana tujuan utama dari reformasi adalah pemulihan demokrasi  sesuai cita-cita awal berdirinya partai ini untuk mengembalikan perjalanan kepada tatanan awal seperti yang tercantum dalam peraturan AD/ART sesuai dengan visi misi dan tujuan awal organisasi.
Menurut mereka KLB yang mereka gelar adalah sah dan konstitusional sesuai dengan AD/ART tahun 2005 sebagai landasan Partai Demokrat yang sebenarnya, karena AD/ART yang dibuat pada tahun 2020 sarat dengan manipulasi, mereka juga  mengungkapkan bahwa Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) bukanlah pendiri partai dan puteranya AHY hanya mendapat warisan dari SBY dan dinilai sama sekali tidak keluar keringat dalam membangun Partai Demokrat.
Bila konflik internal tidak bisa diselesaikan dengan baik tentu wajar bila para tokoh dan kader pendiri partai ini mengajak tokoh atau pihak luar yang selama ini punya masa dan pengaruh kuat sebagai kandidat pemimpin baru mereka.
Jendral Purnawirawan Moeldoko sendiri menilai dirinya hanya ingin menyelamatkan partai yang akhir-akhir ini tidak mengispirasi semua kader Partai berlambang mercy tersebut. Dia juga bersedia menjadi Ketua Umum Partai Demokrat asal untuk kepentingan luas yaitu demi Negara kesatuan Repiublik Indonesia, hal ini wajar karena beliau seorang prajurit yang menjunjung tinggi sapta marga dan cinta tanah air serta kedaulatan negara.
Mantan Panglima TNI ini juga menegaskan kembali bahwa dirinya tidak tahu apapun soal situasi di Partai Demokrat, beluau berharap agar tak ada yang menekannya. Aksi diam Moeldoko ini juga bisa menjadi kekuatan terpendam karena selama ini publik menilai seolah-olah dia menjadi biang keributan Partai Demokrat, padahal dia hanya menerima berbagai aspirasi dari banyak kader dan simpatisan Partai Demokrat yang merasa terzolimi oleh oleh partainya, Â dan mereka datang ke rumahnya hanya sekedar ngopi bareng yang isinya ngobrolin tentang Indonesia.
Kita semua tahu di media massa hampir tiap hari banyak nada miring berupa hujatan dan celaan yang ditujukan ke arah Mantan Panglima TNI ini baik dari SBY yang dulu adalah seniornya maupun AHY yang  sang Mayor yang tiba-tiba datang dari Australia  minta pensiun dini untuk mencalonkan diri menjadi Cagub DKI dan tiba-tiba masuk di jajaran elit Partai Demokrat hanya karena ayahnya ketua umumnya.
Semoga konflik internal di tubuh partai politik ini bisa diselesaikan dengan baik dan masing-masing kubu baik yang pro dan kontra KLB Partai Demokrat di Sibolangit yang berseturu bisa saling berdamai dan berjabat tangan.
Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dan tidak selamanya partai akan abadi, tidak ada musuh maupun teman yang abadi adanya hanya kepentingan yang abadi. Suatu saat kemungkinan akan muncul sempalan partai ini, Â ada partai demokrat A dan ada partai demokrat B semuanya bisa berdiri sejajar tergantung siapa pemimpinnya dan siapa yang dipimpinnya.
SALAM DEMOKRASI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI