Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ecobodyisme: Sebuah Konsep Keutuhan Tanpa Penyatuan

4 Desember 2024   18:04 Diperbarui: 4 Desember 2024   18:49 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Lula09 / Pinterest

Kita adalah manusia, mari menyepakati ini tanpa ada ragu sedikitpun. Namun, ketika kita bertanya soal lain lagi, yang tendensi ke dalam makna filosofis, apakah manusia itu ada?. Pertanyaan ini akan memancing isi kepala kita semua untuk mendobrak ruang riak berfikir kita. Mulai melihat sekeliling dan mengidentifikasi kita adalah manusia dan diluar kita bukan lah manusia. 

Melempar jauh selain manusia membuat kita ada, namun secara tak langsung menunjukkan betapa egois nya kita semua. Kita berani membuat satu klasifikasi dengan ruang opsi demarkasi bahwa kitalah yang sesungguhnya ada dengan melempar makna objek lain atas diri kita. Kita sebagai manusia dengan mengandalkan rasio dan empiris berusaha menunjukkan kita hadir di sini karena kemampuan untuk ditangkap inderawi serta kemampuan rasio. Melempar sejauh mungkin ini lah yang menciptakan kita layaknya hadir. 

Lalu kemudian, semakin kita mengandalkan rasional dan empiris kita. Menjauh dan menunjukkan kita adalah yang paling unggul, yang lain tidak. Namun sebutan kita ini seperti apa dalam tanda tanya, dimana sebutan kita yang maha Tahu ini atas eksistensi diri?. Jawabannya adalah ruang kolektif, kita berani mengatakan kebenaran eksistensi karena kita adalah ruang kesepakatan koletif. Lalu kemudian membuat konfirmasi sejak awal keterpisahan kita sebagai subjek mandiri dan objek sebagai pengetahuan. Teori fungsionalisme struktural membawa arus pelengkap untuk menyebut manusia mahkluk sosial, bahwa kita satu sama lain ada dalam ruang kerangka struktur dengan peran Masing-masing. Setiap saat subjek seperti kita lah yang mengkonstruksi kehidupan, memilih pilah alam dan kita, bahkan membuat demarkasi atau pemisah yang jauh. Kita dengan kemampuan dalam konsep teori fungsionalisme struktural adalah satu dalam relasi yang sama karena kemampuan kolektif saling konstruktif, dan juga menunjukkan evolusi sosial sebagai Kesepemahaman lanjutan atas diri kita yang eksis. Dua teori seperti teori fungsionalisme struktural dan teori evolusi sosial inilah yang mendorong manusia hidup dalam perkara konstruktif, dengan menunjukkan kita semua adalah ruang yang saling merelasikan diri, dan sadar untuk ikut berperan dengan menjaga dunia ini. Objek utama yang secara keseluruhan dalam dua teori tersebut terkait dengan relasi antar manusia, relasi manusia dengan hewan dan relasi manusia dengan alam. Seringkali relasi itu di bangun atas dasar kesadaran kolektif yang membuat dinamisasi kehidupan pada jenjang kehidupan keharmonisan. 

Manusia memahami Dua teori itu sebagai panduan untuk hidup bersama, bahwa kita semua mempersamai kehidupan ini dengan struktur relasi dalam peran masing-masing dalam kehidupan ini dalam jangka waktu yang tidak singkat. Untuk melengkapi dan mengkritik Dua teori ini, tentu muncul satu konsep yang tidak bisa menjauh dari dua teori tersebut, bahwa kita semua adalah bagian dari alam, yang sering masuk dalam kajian ekologi, serta dalam disiplin ilmu sosial berkait dengan kehidupan relasi dan peran bukan hanya persoalan kolektif untuk subjek yang sadar, melainkan subjek sendiri mampu sadar tanpa harus dirangsang oleh kolektif tersebut. Sebagaimana bahwa subjek menyadari diri nya hadir bukan perkara empiris yang jauh, tetapi dirinya memiliki tubuh. Dalam arti kata, subjek haruslah hadir, bukan sebagai ilusi semata. Sehingga subjek dalam tubuh bukan kita persatukan, melainkan disadari, bukan karena kita membuatnya bersatu, sama halnya bukan kita bersatu dengan alam, melainkan kitalah yang sejak awal dan sejak baru hidup di bumi sudah menyatu dengan alam dan tubuh kita sendiri, konsep inilah yang dikenal sebagai ecobodyisme. 

APA ITU ECOBODYISME? 

Secara sederhana, ecobodyisme adalah konsep dasar untuk kita semua secara subjek yang sadar akan diri, tubuh, dan alam hadir sebagai tempat yang tak pernah sama sekali terpisah. Kita yang utuh bersama tubuh dan alam tidak sedetikpun bisa untuk menjauh, sehingga tidak patut mengatakan kita harus kembali ke alam atau menjaga tubuh. Tidak ada istilah kita harus mengatakan kita menjaga alam supaya kita bisa menyatu dan saling menciptakan keharmonisan, padahal setiap kali manusia lahir atau baru adanya kehidupan, mereka sudah bagian dari alam. Tubuh kitapun seperti itu, kita tidak mungkin menciptakan imajinasi tentang aku berfikir, maka aku ada (cogito ergo sum) sebelum kita menampar diri kita, bahwa kita memiliki tubuh sejak awal sama halnya kita menyadari bahwa kita hidup menyatu dengak alam. Konsep ecobodyisme menjelaskan dunia yang kita kenali hari ini meliputi tiga variable penting yakni tubuh kita sendiri, alam tempat kita bertempat, serta kita Sebagai subjek yang hadir sebagai sintetis tubuh dan alam. Point subjek yang hadir inilah yang menunjukkan kekhasan dalam konsep ecobodyisme, bahwa ketika manusia sudah menyadari diri mereka sebagai subjek yang hadir, maka mereka tidak lagi mengusahakan diri menyatu dengan berbagai makna kolektif, tetapi mereka secara individu sudah sadar betul menyatu dengan alam dan tubuhnya tanpa melakukan Penyatuan. 

Konsep ecobodyisme menerangkan bahwa manusia tidak pernah membuang diri mereka, sebab manusia sebagai subjek yang hadir memiliki tubuh dan wadah mereka adalah alam ini sendiri, mau tidak mau, suka tidak suka, dan ingin tidak ingin. Kita tetap tertanam disini dalam keutuhan tanpa Penyatuan, kehadiran tanpa dihadirkan, dan kita adalah satu tanpa pernah menyadari menyatukan diri. 

Lebih lanjut, ecobodyisme adalah konsep kesadaran untuk memandang diri bahwa semua hal, apapun itu berada di dalam kebersamaan. Terlepas peran mereka seperti apa dan relasi seperti apa, semua itu berada pada intensitas tertentu, lalu melihat ruang kebersamaan yang mau tidak mau, dan sadar tidak sadar secara alamiah semua telah hadir dan sekaligus menyatu. Tegasnya konsep ecobodyisme ini menawarkan paradigma penegas bahwa kita sebagai manusia haruslah memahami dengan kesadaran individu bahwa kita semua menyatu dari diri dengan tubuh kita yang sama halnya kita menyadari hidup di alam ini dalam kesatuan tanpa kita secara sadar kehendaki. 

KATA KUNCI ECOBODYISME

Konsep ecobodyisme menunjukkan bahwa ketika ada yang lebih unggul dan merasa jauh lebih subjek itu hadir diperlihatkan dalam intensitas diri, sebut saja intensitas diri ini dalam sinonim kesadaran. Sehingga kunci utama dalam ecobodyisme adalah dua hal penting, yakni kesadaran diri sebagai cara Individu memaknai diri tentang tubuh dan alam dalam kesatuan yang tak bisa dirinya pernah lakukan Penyatuan, dan kunci kedua adalah dikotomi keutuhan yakni soal kita semua adalah kelanjutan atas kesadaran diri terhadap keutuhan dan kesatuan yang tak bisa dihindari, namun kita memiliki ruang intensitas untuk maju dalam kemampuan kesadaran tersebut dalam pemaknaannya. Dikotomi mengartikan sejauh kesadaran individu itu ditangkap bahwa merka bisa membuat ruang dikotomi sejauh intensitas yang dilakukan, seperti bagaimana kita belajar untuk menjadi pintar, menunjukkan dikotomi bahwa pintar, bodoh maupun belajar, bodoh merupakan variabel yang berbeda dengan relasi yang saling menguatkan, padahal manusia tahu betul tidak ada totalitas belajar menjadi pintar dan tidak belajar menjadi bodoh, probabilitas hasil adalah bentuk dikotomi keutuhan yang pada akhirnya manusia menyadari mereka menciptakan intensitas untuk menuju sesuatu harapan, keinginan, namun keinginan ini adalah keutuhan yang mutlak tidak pernah kita ketahui akhirnya seperti apa. 

Kesadaran diri dan dikotomi keutuhan dalam ecobodyisme dalam diberi contoh seperti ketika manusia menjaga alam dengan menanam pohon, maka harapan besarnya adalah alam akan berbuat baik ke kita semua. Kesadaran diri dalam konsep ecobodyisme ini menunjukkan rasa keutuhan dan kepedulian terhadap alam, dan dikotomi keutuhan menunjukkan meski kita tidak pernah memahami alam, namun kita merasa kita bersama mereka. Namun suatu saat ketika terjadi alam menghendaki diri mereka longsor, menandakan usaha manusia atas harapan balasan terhadap alam sirna. Padahal secara fakta kepedulian kita terhadap alam adalah sama halnya kepedulian kita terhadap orang lain, kepedulian kita terhadap tubuh kita sendiri, dan kepedulian terhadap hewan yang sama menandakan kita sadar untuk peduli secara subjektif yang hadir, dan menunjukkan ada ruang dikotomi pada kita sebagai subjek dan lainnya adalah objek meskipun titik sentralnya bahwa semua kita adalah hidup dalam keutuhan yang tak pernah bisa dipisahkan dari tubuh sendiri-sendiri dan alam tempat kita semua tinggal. 

Ecobodyisme menunjukkan kita haruslah berangkat dari rasa kehadiran pertanggungjawaban diri atas kesadaran alamiah ini, bukan persoalan kita harus menyatu dengan tubuh kita, dengan pemahaman sosial dan kognitif kita, maupun bukan juga Penyatuan atas alam ini. Namun, yang harus di dilakukan paling urgensi adalah menyadari kita memang menyatu sejak awal, kita hidup bersama-sama sejak awal, kita dan semua ini adalah hidup bersama sejak awal. Kita tidak pernah sekalipun terpisah, sehingga tindakan yang kita lakukan bukan untuk sebuah hasil, melainkan kesadaran diri atas subjek yang hadir untuk memahami perbedaan dan segala-galanya adalah hadir tanpa kita sendiri yang menghadirkan nya. Ketika ada yang lebih unggul dari yang lain, konsep ecobodyisme menjelaskan bahwa kesadaran dan tindakan individu adalah bagian ukuran intensitas dengan kesungguhan mereka sendiri. Kesadaran diri dan dikotomi keutuhan membawa manusia berani untuk diri sendiri mengantisipasi kehidupan ini. Bukan memilih menjauh, melainkan menyadari kesatuan ini adalah sesuatu yang tak bisa kita atur, sehingga hidup lah di dunia dengan penuh kehadiran dan keutuhan yang kita sendiri memahami sejauh apa yang kita tafsirkan sebagai sebuah fenomena. Namun dalam konsep yang dibangun ecobodyisme mengikuti faham konsep transendentalis, bahwa sulit untuk meletakkan pemahaman kepada yang ada dalam dirinya (noumena) meskipun secara universal manusia tahu bahwa semua ini adalah utuh dan manusia tidak bisa memisahkan diri dari keutuhan alam, tubuh dan diri sendiri. 

KONKLUSI

Sehingga untuk menutup pemahaman kita tentang ecobodyisme ini, maka kita akan mengatakan sesederhana mungkin bahwa ecobodyisme merupakan konsep kesatuan dari banyak disiplin ilmu, seperti ilmu ekologi, ilmu sosiologi yang secara khusus soal teori fungsionalisme struktural dan evolusi sosial, kemudian ilmu filsafat dalam kajian transendentalis, kemudian dalam kajian ilmu sosial politik dan bahkan kajian keperempunan. Dimana titik singgung dari konsep ecobodyisme menawarkan subjek yang hadi yang disebut orang-orang yang memiliki kesadaran untuk memahami dengan kesadaran diri bahwa keutuhan atas diri, tubuh dan alam bukan dilakukan atau di konstruksi, melainkan di sadari bahwa sejak awal semua dari diri, tubuh dan alam telah menyatu tanpa kita yang melakukan Penyatuan nya. Meski kita di tunjjukan terhadap dikotomi keutuhan, tetaplah pada hakikatnya semua mereka bersatu, hadir, dan utuh tanpa individu atau subjek yang menyatukan, tanpa dihadirkan dan tanpa kita sadari semua tentang kita di alam semesta ini adalah utuh. 

Kita semua adalah keutuhan tanpa Penyatuan. Ecobodyisme memberitahu kepada kita semua bahwa persoalan perbedaan adalah intensitas yang kita sendiri buat atas kesadaran diri yang memiliki tubuh dengan ruang koneksi ruang kehidupan di alam ini. Oleh karena itu, konsep ecobodyisme sangat cocok untuk semua orang yang berani untuk menyadari, dan tidak sok-sokan membuat Penyatuan, penghadiran terhadap sesuatu yang memang sejak awal sudah ada. Kita tidak bisa menjauh dari tubuh kita sebagai subjek dan objek, ini berlaku juga ke pada alam dan sosial kehidupan. Sehingga kita tidak pernah utuh mengenal sesuatu yang menjadi ruang dikotomi nya, namun kita benar-benar sadar bahwa semua ini dalam keutuhan nya sendiri tanpa kita bisa mengetahui semua kebenarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun