Kesadaran diri dan dikotomi keutuhan dalam ecobodyisme dalam diberi contoh seperti ketika manusia menjaga alam dengan menanam pohon, maka harapan besarnya adalah alam akan berbuat baik ke kita semua. Kesadaran diri dalam konsep ecobodyisme ini menunjukkan rasa keutuhan dan kepedulian terhadap alam, dan dikotomi keutuhan menunjukkan meski kita tidak pernah memahami alam, namun kita merasa kita bersama mereka. Namun suatu saat ketika terjadi alam menghendaki diri mereka longsor, menandakan usaha manusia atas harapan balasan terhadap alam sirna. Padahal secara fakta kepedulian kita terhadap alam adalah sama halnya kepedulian kita terhadap orang lain, kepedulian kita terhadap tubuh kita sendiri, dan kepedulian terhadap hewan yang sama menandakan kita sadar untuk peduli secara subjektif yang hadir, dan menunjukkan ada ruang dikotomi pada kita sebagai subjek dan lainnya adalah objek meskipun titik sentralnya bahwa semua kita adalah hidup dalam keutuhan yang tak pernah bisa dipisahkan dari tubuh sendiri-sendiri dan alam tempat kita semua tinggal.Â
Ecobodyisme menunjukkan kita haruslah berangkat dari rasa kehadiran pertanggungjawaban diri atas kesadaran alamiah ini, bukan persoalan kita harus menyatu dengan tubuh kita, dengan pemahaman sosial dan kognitif kita, maupun bukan juga Penyatuan atas alam ini. Namun, yang harus di dilakukan paling urgensi adalah menyadari kita memang menyatu sejak awal, kita hidup bersama-sama sejak awal, kita dan semua ini adalah hidup bersama sejak awal. Kita tidak pernah sekalipun terpisah, sehingga tindakan yang kita lakukan bukan untuk sebuah hasil, melainkan kesadaran diri atas subjek yang hadir untuk memahami perbedaan dan segala-galanya adalah hadir tanpa kita sendiri yang menghadirkan nya. Ketika ada yang lebih unggul dari yang lain, konsep ecobodyisme menjelaskan bahwa kesadaran dan tindakan individu adalah bagian ukuran intensitas dengan kesungguhan mereka sendiri. Kesadaran diri dan dikotomi keutuhan membawa manusia berani untuk diri sendiri mengantisipasi kehidupan ini. Bukan memilih menjauh, melainkan menyadari kesatuan ini adalah sesuatu yang tak bisa kita atur, sehingga hidup lah di dunia dengan penuh kehadiran dan keutuhan yang kita sendiri memahami sejauh apa yang kita tafsirkan sebagai sebuah fenomena. Namun dalam konsep yang dibangun ecobodyisme mengikuti faham konsep transendentalis, bahwa sulit untuk meletakkan pemahaman kepada yang ada dalam dirinya (noumena) meskipun secara universal manusia tahu bahwa semua ini adalah utuh dan manusia tidak bisa memisahkan diri dari keutuhan alam, tubuh dan diri sendiri.Â
KONKLUSI
Sehingga untuk menutup pemahaman kita tentang ecobodyisme ini, maka kita akan mengatakan sesederhana mungkin bahwa ecobodyisme merupakan konsep kesatuan dari banyak disiplin ilmu, seperti ilmu ekologi, ilmu sosiologi yang secara khusus soal teori fungsionalisme struktural dan evolusi sosial, kemudian ilmu filsafat dalam kajian transendentalis, kemudian dalam kajian ilmu sosial politik dan bahkan kajian keperempunan. Dimana titik singgung dari konsep ecobodyisme menawarkan subjek yang hadi yang disebut orang-orang yang memiliki kesadaran untuk memahami dengan kesadaran diri bahwa keutuhan atas diri, tubuh dan alam bukan dilakukan atau di konstruksi, melainkan di sadari bahwa sejak awal semua dari diri, tubuh dan alam telah menyatu tanpa kita yang melakukan Penyatuan nya. Meski kita di tunjjukan terhadap dikotomi keutuhan, tetaplah pada hakikatnya semua mereka bersatu, hadir, dan utuh tanpa individu atau subjek yang menyatukan, tanpa dihadirkan dan tanpa kita sadari semua tentang kita di alam semesta ini adalah utuh.Â
Kita semua adalah keutuhan tanpa Penyatuan. Ecobodyisme memberitahu kepada kita semua bahwa persoalan perbedaan adalah intensitas yang kita sendiri buat atas kesadaran diri yang memiliki tubuh dengan ruang koneksi ruang kehidupan di alam ini. Oleh karena itu, konsep ecobodyisme sangat cocok untuk semua orang yang berani untuk menyadari, dan tidak sok-sokan membuat Penyatuan, penghadiran terhadap sesuatu yang memang sejak awal sudah ada. Kita tidak bisa menjauh dari tubuh kita sebagai subjek dan objek, ini berlaku juga ke pada alam dan sosial kehidupan. Sehingga kita tidak pernah utuh mengenal sesuatu yang menjadi ruang dikotomi nya, namun kita benar-benar sadar bahwa semua ini dalam keutuhan nya sendiri tanpa kita bisa mengetahui semua kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H