Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kita adalah Alam itu Sendiri

3 November 2024   23:48 Diperbarui: 4 November 2024   00:12 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia, hidup berdampingan dengan alam yang bagi manusia memahami alam sebagai ketidakpastian, padahal jelas kita semua adalah ketidakpastian itu sendiri. Ketika ruang ketidakpastian terhadap alam kita persilahkan, itu bukan menandakan hal kebenaran. Melainkan itulah kebenaran sejauh yang di ketahui dan dikenali oleh manusia memahami alam, secara tak langsung pun, ketika manusia mencoba berdamai dengan alam, sekaligus menganggap ketidakpastian terhadap alam, maka itu sama halnya menjelaskan persoalan alam pada keterbatasan mengenai alam yang tidak pasti. 

Jelas, menyatu dengan alam, atau memahami alam artinya kita memahami ketidakpastian kemudian jalani semua ketidakpastian itu dalam keberanian, tidak pernah takut sama sekali untuk mendobrak pengetahuan yang lebih luas. Manusia akan terus mendapatkan ketidakpastian, itu menandakan manusia yang terbatas mengetahui sebuah objek. Ketidakpastian adalah wujud nyata dari keterbatasan manusia memahami alam, dan kita semua harus sadari betul bahwa itulah kemampuan kita, lalu kemudian menerima dan menghadapi semua seperti bagaimana tujuan kita hidup bersama alam tanpa harus sombong.

KONKLUSI

Jadi sangat jelas, siapa kita semua dan apa yang kita sombongkan sekarang?. Kita menganggap bentuk dikotomi antara manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek. Namun kita tidak pernah menyadari apa kontribusi kita terhadap alam ini. Kita semua hanyalah perusak yang megaku-ngaku menjaga alam, seringkali apa yang kita ciptakan atas nama menjaga alam merupakan langkah lain kita merusak alam itu sendiri. 

Jelas satu fakta yang tak bisa kita bantah adalah, kita sangat-sangat membutuhkan alam untuk hidup, namun alam jelas tidak sama sekali membutuhkan kita untuk tetap eksis. Jadi sangat jelas, siapa yang butuh dalam konteks yang begitu real ini. Dan mari memulai merefleksikan diri dalam keadaan yang lebih tegas dan bijak seperti apa selayaknya kita hidup dalam rumah yang kita kenal sebagai alam ini.

Sumber bacaan;

1. Setio, Robert. "DARI PARADIGMA "MEMANFAATKAN" KE "MERANGKUL" ALAM." Gema Teologi 37.2 (2013).

2. Kartikasari, Yasmin. "Alam, Manusia, Dan Spiritualitas." Jurnal Sosioteknologi 10.24 (2011): 1157-1167.

3. Simanullang, Gonti. "Spiritualitas Ciptaan dan Hidup Ugahari." Logos 2.1 (2003): 26-48.

4. Montefiore, Simon Sebag. Speeches that changed the world: The stories and Transcripts of the moments that made history. ESENSI, 2006.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun