Karena apa yang kita batasi pada alam, sama halnya kita memenjarakan alam pada ruang tertentu yang kita anggap benar. Mari melihat dengan lebih kompehrensif mana yang lebih penting, kita atau alam ini sendiri?. Kita adalah mahkluk dari sekian banyak mahkluk yang tak terpisah dari alam dan membutuhkan alam sebagai tempat tinggal dan hidup. Namun alam tidak sama sekali membutuhkan manusia untuk eksis, bahkan ketika mereka diberikan labelisasi pengetahuan untuk eksis, itu membuat mereka terpenjara, yang akhirnya mereka terjebak pada dirinya sebagai objek.Â
Ini sangat rumit, namun sekaligus menjadi penunjuk fakta nyata, bahwa kita tidak pernah melepaskan diri dari alam. Kita sendirilah bagian dari alam dan alam tidak atau bahkan tidak membutuhkan kita. Alam dimanapun itu, alam jagat raya sampai dengan atom kosmik tidak membutuhkan sama sekali manusia. Alam selalu bekerja dengan mekanisme nya sendiri sehingga alam punya kausalitas, kemudian manusia hadir di dalam alam bisa memberikan dampak dari kausalitas-kausalitas hukum alam. Seperti percepatan terjadinya longsor, banjir, kerusakan alam, kebakaran yang mana itulah perbuatan manusia yang dikenal dengan kerakusan dan keangkuhannya. Namun kejadian-kejadian itu tidak mempengaruhi alam sama sekali. Alam yang menghendaki keputusan apa yang akan terjadi, manusia hanya memperbesar akibat dari mekanisme alam. Kemudian pada konsep lain seperti fenomena tsunami, gempa, dan bahkan meteor jatuh ke bumi bukan bagian dari keterlibatan manusia, namun menunjjukan bagaimana alam punya mekanisme sendiri bertindak.Â
Alam selalu punya caranya sendiri untuk eksis, meskipun manusia tidak diperlukan di sana. Begitu misteri dan penuh rahasia dari alam, manusia seringkali menginterpretasikan sebagai bentuk ketidakpastian kehidupan.Â
Manusia, hidup berdampingan dengan alam yang bagi manusia memahami alam sebagai ketidakpastian, padahal jelas kita semua adalah ketidakpastian itu sendiri. Ketika ruang ketidakpastian terhadap alam kita persilahkan, itu bukan menandakan hal kebenaran. Melainkan itulah kebenaran sejauh yang di ketahui dan dikenali oleh manusia memahami alam, secara tak langsung pun, ketika manusia mencoba berdamai dengan alam, sekaligus menganggap ketidakpastian terhadap alam, maka itu sama halnya menjelaskan persoalan alam pada keterbatasan mengenai alam yang tidak pasti.Â
Jelas, menyatu dengan alam, atau memahami alam artinya kita memahami ketidakpastian kemudian jalani semua ketidakpastian itu dalam keberanian, tidak pernah takut sama sekali untuk mendobrak pengetahuan yang lebih luas. Manusia akan terus mendapatkan ketidakpastian, itu menandakan manusia yang terbatas mengetahui sebuah objek. Ketidakpastian adalah wujud nyata dari keterbatasan manusia memahami alam, dan kita semua harus sadari betul bahwa itulah kemampuan kita, lalu kemudian menerima dan menghadapi semua seperti bagaimana tujuan kita hidup bersama alam tanpa harus sombong.
KONKLUSI
Jadi sangat jelas, siapa kita semua dan apa yang kita sombongkan sekarang?. Kita menganggap bentuk dikotomi antara manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek. Namun kita tidak pernah menyadari apa kontribusi kita terhadap alam ini. Kita semua hanyalah perusak yang megaku-ngaku menjaga alam, seringkali apa yang kita ciptakan atas nama menjaga alam merupakan langkah lain kita merusak alam itu sendiri.Â
Jelas satu fakta yang tak bisa kita bantah adalah, kita sangat-sangat membutuhkan alam untuk hidup, namun alam jelas tidak sama sekali membutuhkan kita untuk tetap eksis. Jadi sangat jelas, siapa yang butuh dalam konteks yang begitu real ini. Dan mari memulai merefleksikan diri dalam keadaan yang lebih tegas dan bijak seperti apa selayaknya kita hidup dalam rumah yang kita kenal sebagai alam ini.
Sumber bacaan;
1. Setio, Robert. "DARI PARADIGMA "MEMANFAATKAN" KE "MERANGKUL" ALAM." Gema Teologi 37.2 (2013).
2. Kartikasari, Yasmin. "Alam, Manusia, Dan Spiritualitas." Jurnal Sosioteknologi 10.24 (2011): 1157-1167.