Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kita adalah Alam itu Sendiri

3 November 2024   23:48 Diperbarui: 4 November 2024   00:12 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita semua adalah bagian dari alam"

Saya memahami secara sadar kalimat ini. Bagi kebanyakan orang mungkin akan memikirkan kita adalah alam. Dimana, alam yang ada dalam fikiran banyak orang adalah persoalan hutan, sungai, langit-langit yang berisikan bulan bintang, matahari, dan bahkan persoalan yang menenangkan seperti gunung-gunung dan bukti yang sering kita naiki. 

Seringkali kita berfikir, bahwa alam dan kita berada pada titik pemisah atau dikotomi, dimana kita adalah manusia sebagai subjek dan alam adalah objek. Kita seringkali melihat alam sebagai pengetahuan dan memperoleh alam sebagai kajian. Melepas alam artinya menjadikan alam sebagai objek pengetahuan. 

Sejauh ini, hal tersebut dianggap normal saja. Banyak orang melekatkan diri pada pemikiran bahwa alam dan manusia terpisah, alam dan kita sebagai manusia berada pada titik perbedaan. Namun nyatanya, kita adalah alam itu sendiri, kita adalah bagian dari alam yang tak pernah menyadari itu semua. 

Alasannya apa?, karena kita hidup dalam ruang alam yang kita berani ubah sebagai tempat tinggal kita. Kemudian membuat satu jarak antara kita dalam pengetahuan kita dan alam. Kita menganggap alam adalah tempat jauh dari ruang tempat kita tinggali, akan tetapi, kita tidak pernah sadari bahwa tempat kita berani mengucapkan jarak dan mendikotomi alam sebagai objek secara tak langsung menunjjukan kita berada di alam itu sendiri. 

Kita tak pernah terlepas dari alam, kapanpun dan di manapun. Apa yang kita ucapkan tentang alam adalah sebuah definisi yang baku dan tak pernah ada pertanggungjawaban. Ketika alam dijadikan objek dan kita sendiri lah objek, maka akan muncul pertanyaan, sejak kapan alam menjadi objek, sedangkan kita sendiri hidup di dalam alam itu sendiri. Oleh karena itu, ada konklusi yang dilahirkan dari premis-premis tersebut bahwa kitalah bagian dari alam yang tak bisa terpisahkan. 

Kita mengenal alam, seperti apa kita mengenal dunia ini. Ketika mendefinisikan alam sedemikian lengkap. Itu artinya, kita membatasi ruang alam pada definisi kemampuan kita yang terbatas. Kita mengetahui, bahwa ketika kita membuat satu definisi, itu artinya kita membuat batasan-batasan pada pengetahuan tersebut, implikasi nya adalah alam yang kita jadikan objek adalah alam versi pengetahuan yang kita cercap melalui pengalaman inderawi serta terkonfirmasi oleh rasionalitas. Namun jika dipertanyakan, apakah Benar-benar pengetahuan kita soal alam adalah kebenaran real dari alam itu sendiri?, jelas jawabannya "tidak" Sama sekali. 

Karena apa yang kita batasi pada alam, sama halnya kita memenjarakan alam pada ruang tertentu yang kita anggap benar. Mari melihat dengan lebih kompehrensif mana yang lebih penting, kita atau alam ini sendiri?. Kita adalah mahkluk dari sekian banyak mahkluk yang tak terpisah dari alam dan membutuhkan alam sebagai tempat tinggal dan hidup. Namun alam tidak sama sekali membutuhkan manusia untuk eksis, bahkan ketika mereka diberikan labelisasi pengetahuan untuk eksis, itu membuat mereka terpenjara, yang akhirnya mereka terjebak pada dirinya sebagai objek. 

Ini sangat rumit, namun sekaligus menjadi penunjuk fakta nyata, bahwa kita tidak pernah melepaskan diri dari alam. Kita sendirilah bagian dari alam dan alam tidak atau bahkan tidak membutuhkan kita. Alam dimanapun itu, alam jagat raya sampai dengan atom kosmik tidak membutuhkan sama sekali manusia. Alam selalu bekerja dengan mekanisme nya sendiri sehingga alam punya kausalitas, kemudian manusia hadir di dalam alam bisa memberikan dampak dari kausalitas-kausalitas hukum alam. Seperti percepatan terjadinya longsor, banjir, kerusakan alam, kebakaran yang mana itulah perbuatan manusia yang dikenal dengan kerakusan dan keangkuhannya. Namun kejadian-kejadian itu tidak mempengaruhi alam sama sekali. Alam yang menghendaki keputusan apa yang akan terjadi, manusia hanya memperbesar akibat dari mekanisme alam. Kemudian pada konsep lain seperti fenomena tsunami, gempa, dan bahkan meteor jatuh ke bumi bukan bagian dari keterlibatan manusia, namun menunjjukan bagaimana alam punya mekanisme sendiri bertindak. 

Alam selalu punya caranya sendiri untuk eksis, meskipun manusia tidak diperlukan di sana. Begitu misteri dan penuh rahasia dari alam, manusia seringkali menginterpretasikan sebagai bentuk ketidakpastian kehidupan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun