Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jangan Begitu, Tuanku

22 Agustus 2024   20:46 Diperbarui: 22 Agustus 2024   21:09 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hei tuanku. 

Kau dulu sepertiku, yang bisa duduk terperungkuk dihadapan tuan-tuan yang lain. Hanya bisa melihat estetika dalam fikiran penyembahan. 

Hai tuanku. 

Kau dulu sama seperti ku, yang hanya bisa lepas landas dari kecurangan hidup. Rasa-rasa takdir tidak pernah sama sekali bertamu. 

Kau dan aku seperti nya sama, tuanku. Mencari kebebasan untuk kebahagiaan, dimulai dari nyenyak tidur sampai dengan menyantap makanan. 

Tetapi, tuanku kenapa hari ini kau sudah tidak seperti dulu?.

Yang mengabdi bukan nama saudara,tetapi sama-sama manusia. Dulu kau begitu baik padaku, dan pada alam semesta. Bahkan dalam fikir sadarku, kau adalah sang penyelamat dari tidak nikmatnya kehidupan.

Tuanku..

Kenapa kau menjadi seperti itu, kau peduli sendiri saja pada egomu. Kau sekarang hanya tahu cara mendapatkan nikmatmu, tak peduli pelit dan sakit nya manusia yang pernah seperti mu dulu. 

Tuanku..

Cobalah melihat kebelakang, kau harus cepat-cepat sadar. Mereka membutuhkan mu yang dulu, cukup saja egoismu hari ini. Kami maafkan, jangan diterus-teruskan, kami cukup terbeban.

Tuanku..

Ayoklah, sapa semua saudaramu, pedulikan mereka. Jangan hanya gila kuasa saja, tentu kau bukan manusia yang dijuluki pendosa bukan?, aku yakin kau adalah manusia penyelamat sejak kau saja yang peduli tentang nasib hidup orang banyak. 

Wahai tuanku...

Sadarlah, sadarlah, bangun, bangunlah. Kami ingin kau jadi sosok terhormat seperti waktu itu, yang rela tidak makan demi membagi sama dengan kami yang lapar dijalanan. Badanmu rela berpanas-panasan untuk mencari tahu nasib saudaramu,kau dulu peduli, kau dulu sungkan, kau dulu sopan, namun tidak dengan dirimu sekarang.

Tuanku..

Kami merindukanmu dengan sikap ramahmu,kami rindukan tatapanmu yang ikhlas, dan merindukan kau menyapa kami meskipun hanya bertanya-tanya kabar saja. 

Tetapi, kami rindu itu. Tuanku, kami rindu itu. Kembalilah ke dirimu, Tuanku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun