Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Tanpa Didikan Perlu Diruqyah atau Dihapus?

22 Agustus 2022   08:09 Diperbarui: 22 Agustus 2022   10:14 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Teropong indonesia

Untuk arti khusus, Sekolah adalah institusi atau lembaga yang didirikan sebagai media untuk para anak bangsa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan secara formal. Pastinya sekolah dalam definisi yang luas sangat banyak, dimanapun kita bisa mendapatkan pendidikan ilmu, maka itulah sekolah. Seperti hal yang sering kita dengarkan sebagai sekolah perjumpaan "angaplah setiap tempat adalah sekolah, dan setiap orang adalah guru" Sebagai bentuk sekolah yang lebih fleksibel dan membebaskan. 

Indonesia merupakan negara yang luar biasa akan keunikannya, termasuk dalam aspek pendidikan. Hal yang luar biasa yang membuat saya kagum adalah bagaimana banyaknya lembaga pendidikan formal yang didirikan, sebagai bentuk pengamalan negara pada Undang-Undang Dasar 1945, yakni sebagai salah satu tujuan negara, mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Sampai disini tulisan cukup membangun dan tidak akan terlalu berlebihan untuk memuji prestasi dari sekolah. Saya pastinya adalah seorang pemuda yang besar dari didikan Sekolah, saya tersadar akan penting nya sekolah untuk memahami realita kehidupan yang secara tersirat digambarkan didalam konstitusi. 

Pertanyaan mendasar ialah apakah pendidikan kita saat ini baik-baik saja??. Saya sendiri akan menjawab pendidikan kita baik-baik saja, terlepas dari bagaimana sistem kurikulum yang cukup rumit untuk guru, sekolah maupun murid sendiri. Saya rasa ini juga perlu untuk di perhatian oleh pemerintah supaya pendidikan kita bukan hanya sekedar memahami kurikulum, melainkan menjalankan dan mengamalkan hasil dari buah kurikulum itu sendiri bagi murid maupun bagi bangsa. 

Pendidikan memang adalah cara manusia lebih bisa berpandangan lebih luas. Jika pendidikan banyak diartikan oleh para ilmuwan, akademis ataupun tokoh yang ahli dibidangnya yang mampu untuk mendeskripsikan arti penting dari Pendidikan. Maka saya sendiri akan memahami pendidikan sebagai jalan menuju kesadaran bagi manusia. Kesadaran yang saya artikan jika kita menjadi orang yang berpendidikan yang mampu mengaktualisasikan pemahaman pada teori, hingga pada implementasi kehidupan nya sendiri. 

Salah satu Cara menjadi orang terdidik adalah sekolah. Yah, sekolah adalah lembaga yang berkonsentrasi pada pendidikan. Dimanapun istilah sekolah akan lekat dengan pendidikan, dan begitupun pendidikan tidak akan terlepas dari sekolah. Walaupun demikian dua hal ini merupakan sesuatu yang berbeda satu sama lain. 

Tetapi saya tidak ingin membahas itu semua. Saya tidak ingin mengangumi sekolah terlalu berlebihan, terlepas saya juga seorang anak yang besar dari dunia sekolah (sekolah yang membentuk saya menjadi sedemikian rupa, sehingga jika saya menjadi demikian, maka itu adalah hasil dari apa yang saya dapatkan di sekolah). Tetapi saya ingin melihat fenomena bagaimana sekolah dijadikan ladang bisnis sekaligus sebagai tempat menciptakan dinasti bagi para murid hingga Para guru. 

Problem seperti ini memang sungguh tidak menarik, karena pastinya banyak kritikan dan ketidaksetujuan akan narasi ini. Tetapi ada hal yang perlu kita tahu, bahwa sekolah mulai berpindah tujuan, dari mencerdaskan bangsa menuju membuat sebuah kepentingan yang menguntungkan diri mereka, entah itu siapa. Tetapi saya yakin pendidikan kita sudah mulai beradaptasi dengan murid, tetapi tidak dengan barang materinya, yakni sekolah yang semakin hari semakin mulai bercanda melakukan tugas-tugasnya sebagai lembaga pendidikan formal. 

Ironi sekali jika sekolah menciptakan ilusi pendidikan yang memajukan dan mencerdaskan, namun dalam sikap dan akhlak dari sekolah masih sering dipertanyakan. Hal ini seperti sekolah terlalu sibuk mengurusi rambut, baju murid hingga buku tulis ( kadang sebagian sekolah memaksakan murid untuk membeli apa yang Sekolah suruh, tetapi sekolah juga lupa bahwa murid bukan 'sebagian'orang kaya yang mampu membeli apa yang sekolah inginkan. Tetapi yang diinginkan hanyalah apa yang sekolah suruh, harus ada) Sekolah tempat orang menimba ilmu, bukan tempat untuk memasuki anak murid kedalam sumur dengan paksaan dalam aturan-aturan yang tidak logis. 

Sekolah sebagai media pendidikan harus bisa mengakomodasi kebutuhan dari muridnya, bukan malahan sekolah menciptakan sekat antara murid satu dengan murid lainnya. Seperti halnya ketika sekolah hanya menerima orang pintar di saat mendaftar. Mungkin saya kekurangan informasi mengenai hal demikian. Tetapi pada dasar dan realita sekolah mengadakan ujian masuk dan menerima murid-murid yang pintar saja, saya mungkin terlalu berlebihan berkata pintar. Saya akan memakai kata sesuai dengan kriteria mereka. 

Sekolah mulai berlomba-lomba menerima murid baru, tetapi sekolah lupa dengan tujuan utamanya ialah mencerdaskan kehidupan banga. Malahan dari penerima murid baru mereka menseleksi murid yang memang sesuai dengan kriteria mereka sendiri. Jangan tanyakan apakah KKN (korupsi,kolusi, nepotisme) masih berlaku di sekolah saat penerimaan siswa baru?. Karena untuk menjawab itu semua kita bisa melihat secara nyata bagaimana sekolah mempermainkan startegi yang dibuat demi kepentingan, bukan murni tujuan yang telah mereka berikan sebagai media mencerdaskan anak bangsa. 

Terlalu banyak hal baik yang bisa diceritakan di sekolah. Seperti halnya sekolah menghormati Guru, murid diajarkan disiplin mengerjakan tugas, diajarkan membaca, menulis ataupun mendapatkan hal yang luar biasa lainnya di sekolah. hal ini tak bisa dipungkiri dan dibantah kebenaran nya. Tetapi kebaikan ini mulai diproklamasikan dimana mana dan kemudian sekolah dengan bangga menerapkan hukum mereka sendiri (sebagian mereka menjual aturan sekolah demi dipatuhi, padahal itu salah satu cara sebagian sekolah menciptakan ilusi demi membentuk kepentingan) . Jika manusia sudah dibanggakan dengan pujian, maka sekolah akan dibanggakan oleh prestasi. 

Begitu lah dalam penerimaan siswa baru yang cenderung menerima orang orang pintar dan mengeliminasi orang yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh Sekolah. Sekolah ingin murid yang diterimanya harus pintar, nurut, patuh akan aturan. Kriteria seperti ini yang dicari oleh sekolah sehingga membuat syarat masuknya murid untuk belajar disana, bukan murni sekolah menerapkan Essensialnya mendidik untuk mencerdaskan anak bangsa, Melainkan menjalankan kepentingan yang dibuat demi dirinya sendiri. 

Dalam hal ini menjadi polemik yang cukup berkepanjangan untuk di tanyakan apa tujuan sekolah menyimpang dari tujuan sebenarnya. 

Dalam aturan dibuat oleh sekolah, pastinya murid harus mentaati itu semua sebagai bentuk mereka berada dalam lembaga yang jelas sudah diatur semua kebijakan dari pemerintah. Tetapi ada pula sekolah yang agresif membuat kebijakan dengan egoisme nya sendiri (entah dengan kepentingan dan tujuan apa). Tetapi bukan berarti murid hanya mengamini tanpa mempertanyakan segala bentuk aturan yang dibuat sekolah tersebut. Seperti halnya memotong rambut siswa, memaksakan murid untuk membayar uang sekolah yang padahal murid kurang mampu, ataupun yang parah lagi menjual nilai hanya dengan sejumlah uang. 

Jika hal demikian, apakah sepantasnya kita menuntut agar sekolah bisa bijaksana lagi untuk bisa kembali ke tujuan murni dalam pendidikan, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Ataukah kita hanya terdiam melihat fenomena yang semakin kesini sekolah menjadi hakim bagi para murid yang memang tidak ada kuasa untuk mengetahui hal yang memang mereka perlu ketahui. 

Mempertanyakan segala peraturan oleh para murid bukan berarti melawan guru, ataupun menjadi seorang yang tidak percaya akan pendidikan. Melainkan pertanyaan yang timbul dalam hal hal yang ganjil dibuat oleh sekolah perlu dipertimbangkan, hingga dipertanyakan Kevaliditasanya sebagai lembaga pendidikan. Apakah sekolah masih murni menjalankan tugasnya atau tidak, apakah sekolah mulai berbisnis dengan murid atau tidak, ataupun apakah guru dan sekolah sudah mulai membentuk alienasi keuntungan mereka sendiri?. Hal ini menjadi pertanyaan yang terus muncul dari bagaimana fenomena sekolah yang mulai berubah haluan dari tujuan murninya sendiri. 

Saya sendiri setuju sekolah harus tetap ada, tetapi saya sendiri ingin kebijakan yang egoisme yang dibuat oleh guru maupun sekolah demi kepentingan tersendiri tersebut dihapuskan. Jangan sampai kebijakan yang dibuat sekolah memberikan beban pada murid, sehingga mereka takut masuk sekolah. Karena ancaman dari guru maupun aturan-aturan sekolah yang dibuat terlalu berlebihan. 

Sekolah hadir bukan hanya mengurusi kecerdasan saja. Melainkan ada bentuk bantuan lain lagi sekolah untuk memberikan fasilitas pada murid-murid yang memang memiliki ekonomi menengah bawah. Jika sekolah memang tidak mampu membantu, setidaknya jangan mencengkik murid dengan paksaan harus membeli sesuatu ataupun menuntut untuk membayar hal hal yang membuat keluarga dari murid menjadi terbebankan. 

Jangan sampai murid menjadi depresi akan tekanan dari sekolah atas perintah membeli hal hal yang memang keluarga dari sik murid tidak mampu beli. Jangan sampai sekolah menciptakan aturan yang membunuh murid nya denganmelepaskan pendidikan (berhenti sekolah). Rasanya jahat sekali jika sekolah sedemikian memaksakan kehendak murid atas aturan yang memang tidak mampu mereka lakukan. Untuk mengulang kalimat yang sama, jika sekolah tidak mampu memberikan bantuan pada muridnya, Setidaknya jangan berikan beban pada murid mengenai hal yang memang tak mampu mereka miliki. 

Saya akan memuji sekolah jika sekolah lebih menyamaratakan semua murid tanpa ada pembentukan kasta dari segi kecerdasan, kaya, miskin hingga dari keluarga bermasalah. Murid berhak mendapatkan pendidikan sama rata, tanpa membedakan dari segi apapun, mereka berhak mendapatkan pendidikan. Kemudian, tugas Sekolah jangan ikut campur untuk menciptakan suasana kelas yang merusak mental murid. Sekolah harus bersifat netral pada setiap murid tanpa harus menciptakan perbedaan didalamnya. Termasuk dalam prolem ini diperlukannya peran guru untuk hadir mengakomodasi kebutuhan dari siswa tanpa  Membeda-bedakan muridnya. Sekolah menjalankan tugasnya sebagai media menerapkan pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. 

KONKLUSI

tidak mungkin ada sekolah jika tidak ada murid, tetapi jika ada murid, maka pastinya ada sekolah yang murid ciptakan. Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan dari pendidikan yang sedang kita ingin tuju. Namun, banyak sekali resistensi menjadi penghalang untuk menjalankan itu semua. Setiap orang berhak untuk mendapatkan Pendidikan, dan setiap orang berhak untuk Sekolah. Hal ini perlu menjadi catatan besar bagi sekolah agar tidak menghilang kan identitas tersebut. Jangan sampai sekolah membunuh murid dengan aturan yang membuat mereka melepaskan labelisasi menjadi siswa/murid. Didiklah mereka dengan cara yang sama, bukan menciptakan bisnis ataupun ilusi kedisiplinan yang membuat murid takut datang ke sekolah. 

Terciptanya sekolah untuk memahami realita kehidupan dan pastinya tidak terlepas dari subtansi mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah adalah media murid untuk mengetahui hal-hal yang luar biasa, bukan malahan menciptakan ilusi kasta dalam aturannya. Sekolah perlu mengakomodasi kebutuhan dari muridnya, dan tidak menciptakan tes-tes yang tidak masuk akal untuk para murid, seperti halnya menghukum murid karena sepatunya jelek, karena bajunya sudah bolong ataupun menghukum murid tanpa menanyakan alasan di saat upacara tak membawa songkok. Hal ini perlu di sadari sekaligus sebagai renungan. Pastinya tidak ada Sekolah yang sempurna tanpa kekurangan. Tetapi setidaknya sekolah jangan sampai merepotkan muridnya dengan hal hal yang murid tidak mampu beli atau lakukan. 

Kita tidak perlu menghapus sekolah, tetapi kita men RUQYAH sekolah yang masuk kedalam kesesatan supaya keluar dari jalan buruk mereka. Seperti menjadikan sekolah ladang bisnis dan tempat menciptakan kekuasaan didalamnya. 

Jangan sampai murid depresi, takut, hingga tidak ingin bersekolah, sebab sekolah telah membunuh mentalitas dari murid. Sekolah harus mendidik murid sesuai dengan kebijakan, begitu pun guru harus bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang pengajar. Jangan sampai ketimpangan terjadi antara guru, sekolah dan murid berkelanjutan hingga tidak ada lagi murid di sekolah. Sebab orang tidak akan percaya lagi pada sekolah, sebab sekolah yang terlalu banyak kritikan, tidak tersadar sama sekali perlu dilakukan rehabilitasi maupun di RUQYAH untuk membuat menyadari sekolah bahwa tugasnya sebagai lembaga pendidikan yang bertugas mendidik anak bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun