Immanuel kant sendiri tidak terlalu tertarik akan Historia dari kontrak sosial. Walaupun demikian ia tak akan terlepas dari pemikiran rosseau didalam hidup nya. Pemikiran Rousseau memberikan Kant semangat didalam prespektif filsafat maupun politik nya. Tetapi politik Kant banyak terpengaruh oleh keadaan sosial jerman saat itu yang penuh gejolak politik.Â
Terlepas dari itu semua. Kant mempunyai etika deontologi yang sangat menarik untuk difahami sebagai bentuk etika yang terlalu kaku, tetapi relevan untuk masyarakat atau penguasa yang memiliki kepentingan politik pribadi.Â
Deontologi kant menjadi sebuah pedang untuk menghakimi pemimpin yang tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik, ataupun pemimpin yang hanya mengutak-atik bahasa sebagai alat rencana, tetapi tidak pernah mau menepati janji yang dibuat oleh dirinya dimasa masih menjadi warga negara biasa.Â
Etika deontologi bisa menjadi pedang untuk berperang melawan pemimpin yang menjajah warganya, dengan memberikan kesadaran akan penting nya janji-janji dan tugas pemimpin yang belum dijalani.Â
Dengan alasan apapun, tidak bisa ditoleransi tindakan melanggar janji, bukan hanya menyedihkan masyarakat, melainkan pemimpin tersebut sudah tak bermoralitas lagi hingga hingga tidak sepantasnya menjadi pemimpin lagi.Â
Deontologi Kant memang secara keseluruhan dijelaskan sebagai ruang filsafat. Tetapi deontologi pula bisa menjadi sebuah bentuk refleksi kesadaran manusia agar bisa menjadi manusia yang lebih bijaksana lagi. Tidak hanya mencari untung rugi dalam kawasan politisasi, melainkan ada kewajiban yang harus dilakukan, tanpa harus diberikan apresiasi ataupun imbalan dari warga negaranya.Â
Politik adalah sebuah cara mencapai kesejahteraan, memang labelisasi seperti ini akan menjadi kontra dan pro ditengah masyarakat. Tetapi jika secara kontekstual, maka pandangan seperti ini bisa dijadikan sebagai postulat untuk berangkat semakin jauh lagi.Â
Bukan hanya sekedar membahas kekuasaan itu sendiri. Tetapi apakah kekuasaan tersebut bisa dimanfaatkan secara moralitas oleh manusia sesuai tupoksi/porsi mereka tersebut. Pastinya semua akan menjadi tanda tanya besar dan tidak akan ada akhir perdebatan jika semua terus terusan dipertanyakan.Â
Manusia membutuhkan pemimpin untuk memberikan panduan yang tepat untuk Rakyat nya. Pemimpin tersebut harus bermoral, Menjalankan hukum moral itu sendiri. Pemimpin tersebut harus tepat janji dan memiliki Tanggungjawab yang sangat besar tanpa harus menerima pujian.Â
Memang tidak ada pemimpin yang idea. Tapi setidaknya dalam etika deontologi memberikan aturan-aturan(maksim) kepada manusia itu sendiri untuk bertindak sesuai dengan kewajiban mereka tanpa harus mengharapkan apapun. Melainkan murni karena kewajiban yang harus dilakukannya.Â
Deontologi membawa kesadaran akan kewajiban. Pastinya semua akan bersepakat jika kalimat awal dengan postulat "jangan berbohong" Sebagai pertanyaan awal. Namun ketika pertanyaan tersebut mendapatkan pengecualian disaat kondisi kondisi tertentu memperbolehkan untuk berbohong. Maka nilai dari berbohong yang awalnya bernilai universal (jangan berbohong) menjadi makna subjektif kondisional (digunakan dalam kawasan maupun agama tertentu).Â