Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Analisis Deontologi: Dari Subjek Politik hingga Imperatif Kategoris

18 Agustus 2022   21:20 Diperbarui: 18 Agustus 2022   21:26 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rangkaian cukup panjang membedah sampai sudut mana politik itu harus dibenarkan tindakannya. Kekuasaan memang subtansi dari politik, bergerak mempengaruhi seseorang, baik secara sukarela maupun memaksa. 

Politik memang cara mendapatkan suatu yang tidak akan lepas dari relasi kuasa antar manusia. Jika labelisasi sosial dilekatkan dalam diri manusia. Maka politik adalah cara mengetahui relasi kuasa tersebut bersemayam. 

Tatkala manusia menginginkan kekuasaan secara nafsu, ada yang memilih untuk berkuasa dengan alasan kaku, seperti halnya kekuasaan membuat seseorang lebih diakui dan didengarkan ocehan nya. Tetapi untuk mengakui bahwa sejatinya ia mampu menjadi pemimpin yang patut dipilih. 

Masih terlintas dalam setiap otak yang ia pimpin. Kekuasaan pastinya setiap manusia menginginkannya, seperti Machiavelli mencoba mengatasi teori berbagai cara untuk mendapat dan mempertahankan kekuasaan hingga teori dari Yunani klasik seperti halnya Aristoteles yang menjelaskan politik ada karena kebutuhan manusia. 

Tetapi semua itu mulai dari sebuah asumsi yang dilekatkan bagai labelisasi yang membudidayakan manusia untuk terus didengarkan dan dipelajari sebagai sesuatu yang benar. Tanpa ada bantahan falsifikasi. 

Kehendak manusia memang merupakan kehendak yang tak bisa diprediksi. Perbuatan terkadang tidak akan mencerminkan apa yang ada di setiap otak manusia tersebut. Satu manusia dengan manusia lain mempunyai otak yang sama. Tetapi potensi penggunaan otak tersebut tidak memiliki barometer objektif untuk mempersamakan presepsi. 

Jika demikian, asumsi yang pertama muncul dalam benak yang berbeda ialah kekuasaan bisa dimiliki setiap orang, manusia merupakan mahkluk yang menciptakan kekuasaan tersebut dari hasil kelola pemikiran tersebut. 

Sehingga menjadi benang merah yang terlihat ialah manusia merupakan mahkluk politik dengan mencerminkan bahwa kekuasaan di dalam dunia perpolitikan itu dihadirkan (eksis) dari segala kebutuhan manusia itu sendiri melalui beberapa perwakilan. Itulah yang manusia sebut sebagai kontrak sosial. 

Pastinya definisi kontrak sosial akan berjejeran didapatkan di berbagai sumber. Baik melalui ketika jemari melalui media gawai, hanya bermodalkan kuota dan gawai.

Manusia bisa menemukan definisi tersebut dengan penjelasan dari berbagai tokoh. Interpretasi dari berbagai kalangan tersebut membuat satu pandang yang memiliki subtansi yang sama saja dalam terminologi kontrak sosial, yakni mencapai kesejahteraan manusia itu sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun