Sudah jadi! Piring berisi mie kopyok diberikan kepada saya.Â
Penjual dengan cekatan kembali menyeduh mie kuning dan kecambah untuk piring kedua.
Saya berjalan menuju kendaraan, memberikan mie kopyok kepada suami.
"Taraaa... ini untuk Bapak."Â
Segera disantapnya dengan lahap, meskipun tadi dari rumah sudah sarapan. Tak berapa lama, piring kedua sudah siap santap. Penyajiannya cepat. Tak butuh waktu lama, saya pun bisa langsung menyantapnya.
Sempat juga penjualnya berseloroh, bahwa ia heran, kenapa banyak yang menyukai mie kopyok. Saya mengernyitkan dahi. Aduh, kan ini memang makanan khas banyak yang nyari, yak. Tiba-tiba saya jadi pengin tepok jidat.
"Iya, bu. Setiap saya lewat rumah yang ada di ujung itu, orangnya pasti beli. Katanya ia suka,"
Saya tersenyum mendengarnya. Mie Kopyok itu kalau Semarang merupakan makanan legendaris. Sudah lama ada. Disukai karena rasanya yang segar. Saya dan Suami juga bela-belain berhenti saat ketemu dikau, Pak. Hahaha...Â
Mumpung sih, karena jarang-jarang ada penjual yang berkeliling menjual mie kopyok. Dulu sih sekitar lima tahun lalu, ada penjual di depan rumah saya. Tapi entah kenapa tidak berjualan lagi.