Seperti biasa saat bepergian, saya menyempatkan diri untuk mencari makanan khas yang enak dan banyak penikmatnya. Seperti ketika saya mengunjungi orang tua di kota kelahiran Pati Jawa Tengah.Â
Karena selentingan berita dari teman saya yang sering manas-manasi, katanya "Ada loh menu nasi yang lezat, tapi bukan nasi gandul atau nasi soto. Apakah kamu sudah mencobanya?" Saya menjawab belum pernah. Lalu saya kepo pengin mencobanya.
Ya, ya. Selain Nasi Gandul dan Nasi Soto Kemiri, di Pati ternyata juga ada nasi tempe pedas yang merupakan kuliner khas daerah yang mulai populer. Kata orang Pati, enaknya ora umum alias enak banget.
Awal dari kuliner ini berasal dari Desa Jontro Wedarijaksa Pati, kemudian berkembang ke daerah lain di sekitarnya karena banyak penggemarnya. Sekarang tidak hanya di daerah tersebut saja jika ingin menikmati sepiring nasi tempe pedas, melainkan bisa dinikmati di tempat lain.Â
Seperti ketika saya mencari sarapan bersama keluarga dan orang tua, kadangkala mencari warung yang agak jauh dari rumah, sekaligus jalan-jalan mencari udara segar dengan situasi yang berbeda. Sambil melihat pemandangan persawahan, gunung di kejauhan, yang lain dari rutinitas sehari-hari. Hal ini cukup membuat refresh.
Ketika sampai di Desa Bumiayu Wedarijaksa, kami menghentikan kendaraan. Kami biasa mampir ke warung sederhana, tetapi bersih dan menyajikan masakan lezat dan khas. Karena enak, beberapa kali kami sengaja mampir ke sana. Apalagi ketika orang tua menyukai sajiannya, maka kami menjadikan warung tersebut langganan.
Lokasi warung itu di daerah Bapoh Bumiayu. Situasi pedesaan terasa kental. Warung yang sederhana, orang-orang yang ramah, akrab, santai, menjadi khas warung pedesaan.Â
Meja besar berbentuk U di tengah, dikelilingi kursi dingklik yang melingkari meja. Beberapa gorengan, empal daging, telur pindang, kerupuk, juga telur asin, tersaji dengan ditutup tudung saji kecil seukuran satu piring.Â
Hidangan di atas meja itu memang sengaja disajikan untuk pengunjung warung sebagai lauk tambahan jika diinginkan.
Seorang mbak-mbak bertanya kepada saya, "Mau makan apa? Makan sini atau dibungkus?"