Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ritual Pagi Hari seperti Biasa

24 Januari 2021   06:00 Diperbarui: 24 Januari 2021   06:00 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemarin sempat kecewa, ketika bunga sepatu tumpuk merah tua yang baru pertama kali berbunga, layu sebelum berkembang. Kayak lagu, ya. Berkeping-keping jadinya. Ihiks... | Foto: Wahyu Sapta.

Mereka tahu, Tuan Putri baik hati pada mereka. Siapa sih Tuan Putrinya? Ssst... Itu aku! Kadang aku juga membahasakan diriku dengan sebutan Dorti alias Ndoro Putri untuk mereka. Aneh, ya? Hahaha... 

Kenalkan, ia bernama Putri Tunggal. Tapi tetap dipanggil Pus. | Foto: Wahyu Sapta.
Kenalkan, ia bernama Putri Tunggal. Tapi tetap dipanggil Pus. | Foto: Wahyu Sapta.
Tingkah mereka yang lucu, cantik, ada saja ulahnya. Membuat aku terbahak-bahak melihatnya. Itu yang membuat kangen! Agaknya mereka juga kangen pada Tuan Putrinya, setelah semalaman berpisah. Mereka mendekat, sesekali menggosok-gosokkan kepalanya ke kaki.

Ia selalu mengikuti kemana Tuan Putrinya melangkah. | Foto: Wahyu Sapta.
Ia selalu mengikuti kemana Tuan Putrinya melangkah. | Foto: Wahyu Sapta.
"Kamu lapar, ya? Nanti, sabar dulu. Aku ingin menikmati pagi hari, sambil melihat bunga-bunga. Kamu mau ikut?" tanyaku pada mereka. Mereka menjawab dengan mengeong dan dengkuran.

Saatnya berkeliling. Menikmati mekarnya bunga hari ini. Berbagai macam bunga ada di halaman rumah yang sempit ini. Tetapi tidak semuanya mekar. Karena musim penghujan, biasanya bunga lebih jarang. Dedaunan yang tumbuh lebih subur menampakkan tunasnya. Tak apa. Hari ini juga masih menjumpai bunga-bunga. 

Bunga Anggrek yang berwarna hijau kekuningan. Jenis dendrobium, bunganya awet hampir sebulan, belum layu. Bahagianya aku. 

Dulu ketika membeli, aku bertanya kepada penjualnya, "ID nya apa?" 

Ia menjawab, "Kuning." 

Memang saat membelinya, bunga masih kuncup kecil, belum terlihat warna bunganya. Yeap, itulah seni menikmati bunga anggrek. Mereka-reka warna bunga, sembari dag dig dug. Tak sabar menanti mekar bunganya satu per satu.

Anggrek Dendrobium ber ID hijau kekuningan berlidah merah. Alhamdulillah. | Foto: Wahyu Sapta.
Anggrek Dendrobium ber ID hijau kekuningan berlidah merah. Alhamdulillah. | Foto: Wahyu Sapta.
Kenyataan saat mekar berwarna hijau kekuningan. Ya, ya, masih ada unsur kuning, meskipun bersemu hijau. Hahaha, padahal yang ada dalam benakku saat itu adalah kuning primer. Tak apa. Tetap indah, kok. Alhamdulillah.

Hei, itu bunga Tapak Dara yang berwarna ungu, meski kecil tetapi tampak cantik. Ia tumbuh di sela pot anggrek. Media yang tak seharusnya bukan miliknya. "Nggak papa, ia berhak hidup. Nggak akan aku cabut." kataku dalam hati.

Bunga Tapak Dara berwarna ungu. Meski kecil, tetap indah. | Foto: Wahyu Sapta.
Bunga Tapak Dara berwarna ungu. Meski kecil, tetap indah. | Foto: Wahyu Sapta.
Lalu putihnya bunga Sabrina yang kecil mungil, di sela hijaunya daun. Tampak putih bersih. Alami. Suka sekali! Bunganya mirip bunga melati, meski tidak wangi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun